Senin, 04 Juli 2011

Surat Kepada Gerimis





Hai Gerimis,

Bolehkah aku berkenalan denganmu lebih dekat? Aku sering sekali mendengar cerita tentangmu yang menyenangkan dari buku dongeng yang sering dibacakan oleh ibu menjelang aku tidur. Katanya di dalam cerita itu, kamu adalah sosok yang begitu ramah, tidak seperti kilat yang suka menyambar-nyambar ke mana-mana.

Tapi ada rahasia yang ingin kuceritakan kepadamu. Aku tahu kamu adalah karib dari si Kilat. Kilat yang suka menyambar ke mana-mana itu. Selalu bersikap gegabah ketika datang. Berjanjilah kepadaku, wahai Gerimis, cerita ini jangan kamu ceritakan lagi kepada orang lain.

Aku membenci Kilat.

Ha. Ya, aku tahu kamu terhenyak. Seseorang yang baru mengajak berkenalan denganmu tiba-tiba mengatakan ia membenci sahabat yang menerima surat ini. Tapi tolonglah percaya padaku, kamu akan selamat!

Kilat membawa pergi kakakku. Kilat membuat kakakku menjadi tiada untuk bermain bersamaku di tempat ini. Hati-hatilah dengannya, Gerimis. Makhluk yang baik sepertimu jangan mendekati makhluk yang jahat seperti Kilat itu.

Kakakku sedang bersepeda setelah pulang sekolah untuk menuju rumah. Di tengah jalan, awan memang sudah gelap, namun orangtuamu, Pak Hujan belum datang. Ia kebutkan sepedanya untuk lekas pulang. Tiba-tiba Kilat itu datang, menyambar kakakku. Yang kuketahui kakakku tak pernah berbuat salah dengan Kilat, tapi mengapa ia membunuh kakakku?

Gerimis, maukah kamu berjanji padaku? Maukah kamu menjadi temanku dan menjauhi Kilat. Aku percaya kau akan lebih bahagia denganku daripada dengan Kilat. Aku akan mengajakmu bermain karena aku tahu kamu adalah makhluk yang ramah, seperti cerita yang dibacakan oleh ibu.

“Gerimis yang ramah selalu memberi minum kepada tumbuhan yang haus, binatang yang kelelahan, dan manusia yang merasa kepanasan. Gerimis selalu rendah hati meski pun ia kecil. Ia bisa kamu temukan di balik jendela.

Ia selalu menyapamu dengan menempelkan dirinya di kaca-kaca jendela rumah, di kaca-kaca mobil, dan di atas rambutmu. Ia ingin berkenalan denganmu, tapi ia tak tahu caranya.
Gerimis bilang ia ingin menjadi yang menyejukkan. Ia ingin bersahabat dengan rumput di taman, bunga yang sedang bermekaran, kumbang yang mengisap madu, dan kamu.”

Untuk itu, maukah kamu menjadi temanku, Gerimis? Kalau kamu mau, jangan lupa balas suratku ini ya!

Semoga harimu selalu menyenangkan seperti dirimu.

Yang ingin jadi sahabatmu,

Mentari

33 komentar:

  1. kalo kilat dari kamera gimana...?
    jadi ingat tembang Jiran, Gerimis Mengandung eh Mengundang....

    BalasHapus
  2. aku suka hujan Ve, hujan yang lebat dan merenung di depan teras rumah sambil melihat air yang jatuh dari langit

    BalasHapus
  3. hehe...

    yang lahir sebelum mentari itu pagi ya??

    BalasHapus
  4. Wah, kurang tahu. Yang jelas bukan Simpati :-))

    BalasHapus
  5. Haduh, Mas! Kalau kilat dari kamera sudah menjadi tugasmu :-))

    BalasHapus
  6. Saya pun demikian. Saya lebih menunggu petrichor :-)

    BalasHapus
  7. Yang jelas Bapaknya pasti Indosat :p

    BalasHapus
  8. amiin....semoga bab 1 bisa dikerjakan....hohohhoo

    BalasHapus
  9. aku suka kata2nya runtut mengalir, teteapi ada yang lebih aku sukai, foto ilustrasinya :)
    aku bayangin suasananya seperti apa dan pasti susah sekali membuat foto seperti ini untuk bisa mewujud dalam sebuah gambar dan mengisi jiwa kata2 yang dituliskan di sini...

    BalasHapus
  10. woooww..aku juga mau jadi temannya gerimiis...aku suka aromanyaa ^__^

    BalasHapus
  11. Aku tak berani banyak bersuara soal foto karena foto itu kucomot begitu saja dari Google. :-))

    BalasHapus
  12. Akan sampaikan langsung nanti malam, Jakarta akan hujan :-))

    BalasHapus
  13. rindu menari dalam gerimis

    :)

    BalasHapus
  14. *peluk ave di tengah gerimis*
    5 bintaaaaaaang...

    BalasHapus
  15. bukan lagi suka, ave.. rain will always be my fav..

    BalasHapus