Kamis, 31 Desember 2009

Ada yang Berubah Pada Tahun Baru

Bagaimana kalian merayakan tahun baru? Dengan bermain petasan dan kembang api? Dengan berkumpul bersama keluarga karena kalian semakin sadar usia kalian bertambah lagi satu hari? Dengan membuat bara api dan membakar jagung atau camilan tengah malam sambil menunggu jarum pendek pada arloji kalian menunjuk pada arah yang berlawanan dengan gravitasi? Atau nongkrong bersama pacar di suatu tempat sambil mengucapkan "selamat tahun baru, sayang..." (Untuk yang terakhir, di luar ranahku).

Aku sendiri merayakan tahun baru masih tetap seperti tahun lalu. Menuntaskan janji akhir tahun untuk seorang teman sambil chatting dengan temanku di Amerika yang masih 12 jam lagi merayakan tahun barunya. Menyisakan waktu sesekali untuk melihat kembang api yang meledak-ledak di awan. (Dan tanpa mereka sadari mereka telah menghabiskan uang untuk menambah pemanasan bumi).

Aku tak tahu darimanakah tradisi tahun baru itu harus dirayakan dengan penuh keramaian. Aku sendiri lebih memilih merayakan tahun baru dengan sederhana saja. Toh, di pemikiranku semua itu seperti biasa saja. Tak ada yang perlu dikhususkan. Pergantian tahun juga akan terus bergulir. Mungkin kalian telah berencana akan mengurangi dosa kalian di tahun berikutnya. -Mungkin- Atau berencana menambah sesuatu di dalam kehidupan kalian. Who knows?

Satu tahun sudah saya tidak membuat resolusi dan ini akan berlanjut kepada tahun-tahun berikutnya. Apakah tujuan membuat resolusi? Apakah hidup kalian akan lebih berarti dengan resolusi? Atau hanya seperti hiasan pada dinding kamar kalian untuk sebagai pengingat janji? Aku sendiri lebih nyaman hidup tanpa resolusi dan lebih membebaskan diri tanpa adanya ikatan semacam resolusi itu?

Oh ya, mengingat tahun baru. Sudah ada persiapan apakah? Baju baru? Makanan lezat? Sofa baru? Mobil baru? Atau rumah baru? Bahkan pacar baru? (Hehehe... lagi-lagi ini di luar ranahku). Sudah persiapkan kembang api sebanyak-banyaknya? Atau hanya menatap dari balik jendela saja kembang api yang memecah itu?

Banyak yang berubah dalam hidupku. Ketika kecil, aku memaksa orang tuaku untuk membelikan kembang api sebatang-sebatang itu. Kunyalakan depan rumah karena pesan mereka:" bermainlah di luar rumah, di dalam nanti terbakar". Kemudian begadang sampai larut malam dan bangun di siang bolong ketika waktunya untuk makan siang. Sekarang? Masihkah itu kujalani? Tidak! Aku menghindar dari keramaian. Aku menikmati kesendirian sambil berpikir hendak apa aku di tahun ini. Sesekali melongo ke depan, melihat kembang api yang meledak (dan tanpa mereka sadari mereka sudah mengganggu orang banyak). Aku tak lagi harus menunggu tahun baru untuk begadang. Nyaris setiap malam di akhir pekan atau libur, waktu tidurku hanyalah 3-4 jam.

Seperti dulu juga aku berebut untuk minta dibelikan terompet. Ketika kemarin melewati penjual terompet aku ditawari untuk dibelikan. Aku malah menolak mentah-mentah. Ada yang berubah setiap tahunnya. Entah tahun depan apalagi yang akan berubah? Mungkin menyalakan kembang api dengan telepon genggam?! Siapa tahu?

Lalu, apa makna tahun baru untukku? Sebuah taraf pendewasaan. Untuk itulah aku selalu menjauh dari hiruk - pikuk keramaian di perubahan tahun. Tak lagi meniup terompet atau bermain kembang api. Kuinsafi hidup semata bukan hanya penuh keramaian tetapi juga penuh kesendirian, kesepian, sesekali kebahagiaan.

Nah, sobat, selamat tahun baru untuk kalian yang menikmatinya...



Jakarta, 1 Januari 2010 | 00.01
A.A - dalam sebuah inisial


Pesan Sponsor: Catatan ini semata untuk penyadaran dari diriku pada tahun baru apa yang harus kulakukan *wink!*

Minggu, 27 Desember 2009

Lomba Karya Tulis dan Film Pendek Pelajar 2010

Start:     Dec 27, '09
End:     Mar 2, '10
Dalam Rangka Hari Anak Nasional 2010

Pena Ananda Club

Didukung oleh :
Kalang Enterprise
Java Creative Production
Fath Film
MGMP Bahasa Indonesia SMP – Tulungagung


DASAR PEMIKIRAN
1. Hari Anak Nasional merupakan momentum apresiasi negara dan dunia terhadap hak-hak anak, dimana salah satunya adalah hak tumbuh kembang dan hak partisipasi dan untuk didengarkan pendapatnya.
2. Menulis adalah salah satu cara untuk menyampaikan gagasan, impian, harapan dan imajinasi seseorang dengan cara yang bebas, merdeka dan kreatif.
3. Menulis yang bebas merdeka dengan ruang kategori yang luas, adalah menulis sesuai dengan hati nurani dan kemurnian gagasan – imajinasi, kekayaan eksplorasi, akan berpengaruh terhadap kreativitas penulisan dan rasa percaya diri anak.

TUJUAN
1. Memberi ruang seluas mungkin untuk kreativitas penulisan pada pelajar dengan memberikan alternatif berbagai jenis penulisan.
2. Memberikan ruang yang merdeka bagi anak untuk berpendapat, menuangkan gagasan, pendapat, imajinasi, harapan dan impian melalui penulisan secara kreatif.
3. Menemukan anak-anak yang memiliki kemauan dan potensi dalam bidang penulisan dan film untuk dibimbing lebih lanjut melalui aktivitas-aktivitas kreatif di tingkat lokal.

TEMA
Bebas seputar kehidupanmu sebagai anak, remaja dan pelajar; serta apa saja yang kamu amati di sekelilingmu.

JENIS & SYARAT PENULISAN

PUISI & APRESIASI
1. Tidak dibatasi jumlah baris, bait, dan halaman.
2. Setiap 1 (satu) puisi harus disertai apresiasi atau terjemahan atau penjelasan maksud dari puisi tersebut.
3. Diketik pada: kertas A4, font Times New Roman 12, spasi ganda (2), diberi nomor halaman.

CERITA PENDEK (CERPEN) / CERITA GOKIL (LUCU) / CERITA MISTERI / DONGENG / OPINI (ARTIKEL)
1. Diketik pada: kertas A4, font Times New Roman 12, spasi ganda (2 spasi), diberi nomor halaman.
2. Jumlah halaman: 6 – 12 halaman.
3. Dibendel dan bercover.
4. Lampiran diletakkan di bagian belakang, disatukan dalam bendel naskah.

FOTONOVELA
1. Peserta: kelompok (5 – 10 anak). Tuliskan peran anggota kelompok: penulis skenario, sutradara, fotografer, pemain, editor foto, editor cerita, dll.
2. Dicetak bebas: hitam-putih atau berwarna. Cover: berwarna.
3. Jumlah halaman: 30 – 60 halaman. Tiap halaman sebaiknya lebih dari 1 (satu) gambar.
4. Dibendel dan bercover.
5. Lampiran khusus:
– Sinopsis
– CD berisi fotonovela dalam bentuk PDF atau JPEG.

FILM PENDEK
1. Peserta: kelompok (5 – 15 anak). Tuliskan peran anggota kelompok: penulis skenario, sutradara, juru kamera, juru rias dan busana, pemain, editor film, editor cerita, dll.
2. Skenario diketik di kertas A4, Times New Roman 12pt, spasi ganda, dibendel dengan cover.
3. Durasi film: 15 menit dalam bentuk VCD dan bisa diputar di VCD player.
4. Lampiran khusus berupa:
– Sinopsis
– Penjelasan teknis pembuatan film (seperti jenis kamera, program untung editing film, dll).
– VCD Film Indie

PERSYARATAN (UMUM) PENGIRIMAN
1. DEADLINE : 2 MARET 2010
2. Setiap peserta boleh mengirimkan lebih dari 1 (satu) naskah dari tiap kategori; atau mengirimkan lebih dari 1 (satu) jenis kategori.
3. Dikirim “Rangkap 2” langsung ke Pena Ananda Club:
Perumahan Bangau Putih L-9 T.Agung
CP : Bunda Zakyzahra (08986362436)
4. Disertai: Biodata, Fotokopi Kartu Pelajar atau surat keterangan dari sekolah, pasfoto 2 lbr ukuran 3x4, 1 lbr foto satu badan penuh ukuran 3R pose bebas-sopan.
5. Setiap 1 naskah dilengkapi dengan lembar “Pernyataan Orisinalitas Karya” (POK) yang bisa diperoleh di tiap CP dan Pena Ananda Klub dengan membayar Rp.10.000,-/POK. Bagi “kelompok”, setiap anggota kelompok wajib mengisi POK.
6. Di bagian sudut kanan atas amplop diberi kode sesuai jenis tulisan yang dikirim: [CERPEN] untuk “Cerpen”; [NOVELET] untuk “Novelet”; dan seterusnya.

APRESIASI DAN HADIAH
1. PENA ANANDA CLUB BERSAMA MITRA MENGADAKAN ROADSHOW KE SEKOLAH-SEKOLAH DENGAN TUJUAN SOSIALISASI DAN PEMBERIAN MOTIVASI BAGI PARA SISWA. JADWAL SESUAI DENGAN YANG DIAJUKAN PIHAK SEKOLAH. PELAKSANAAN: SENIN – JUMAT PUKUL 08.00 – 12.00.
2. SELURUH PESERTA MENDAPAT “SERTIFIKAT PARTISIPASI”
3. PENILAIAN TIAP KATEGORI DI TIAP TINGKATAN “HANYA’ DILAKSANAKAN JIKA MEMENUHI BATAS MINIMAL JUMLAH PESERTA SEBAGAI BERIKUT:
a. Puisi dan Apresiasinya : 100 peserta
b. Cerita Pendek : 50 peserta
c. Cerita Gokil (Lucu) : 50 peserta
d. Cerita Misteri : 50 peserta
e. Dongeng : 50 peserta
f. Opini (Artikel) : 50 peserta
g. Novelet : 10 peserta
h. Fotonovela : 15 peserta
i. Film Pendek : 15 peserta
4. PENGUMUMAN PEMENANG : 2 MEI 2010 (Hari Pendidikan Nasional)
5. LAUNCHING BUKU & FILM : 23 JULI 2010 (Hari Anak Nasional)
6. Pemenang diambil Juara I, II, III untuk masing-masing kategori (puisi, cerpen, dongeng, dll) dan tingkatan (SD – SMP – SMA).
7. Hadiah berupa: “Sertifikat JUARA”, paket khusus, dan diterbitkan dalam Buku Antologi (hak cipta pada penulis, hak penerbitan selama 1 tahun penerbitan pada Pena Ananda Club)
8. Setiap peserta “yang karyanya masuk dalam buku antologi” akan menerima masing-masing 1 buah Buku Antologi “setelah diterbitkan”.

Kompetisi Menulis Kompas MuDA 2009

Start:     Dec 27, '09
End:     Feb 17, '10
Persyaratan:
* Khusus untuk tingkat SLTA, boleh tim boleh perorangan.
* Tema: Bangga Indonesia
* Panjang tulisan maksimal 7000 karakter (termasuk spasi)
* Teknik penulisan lebih menekankan pada cara penulisan seperti di Kompas MuDA yang santai dan mengalir.
* Tulisan dikirim ke :



Marketing Communication Kompas
Gd Kompas Gramedia Lt2
Jl Palmerah Selatan 26-28
Jakarta 10279
Cantumkan kode PENULIS MuDA pada amplop luar,
* Sertakan data nama, tempat dan tanggal lahir, alamat, sekolah, nomor telepon yang bisa dihubungi, dan foto copy kartu pelajar.
* Karya sudah harus sampai di tangan panitia tanggal 17 Februari 2010.
* Per orang atau per tim maksimal hanya bisa mengirim satu buah tulisan.

Hadiah Kompetisi:
Pemenang I : Uang Tunai Rp 3.000.000 Plus Hadiah Menarik
Pemenang II: Uang Tunai Rp 2.000.000 Plus Hadiah Menarik
Pemenang III: Uang Tunai Rp 1.000.000 Plus Hadiah Menarik



Source HERE

Sabtu, 26 Desember 2009

Goresan Pena Untuk Palestina

Start:     Jan 27, '10
End:     Feb 4, '10


Kategori Lomba

1. Lomba Menulis Puisi
2. Lomba Menulis Cerpen
3. Lomba Desain Cover
4. Lomba Kaligrafi

Prasyarat Peserta

1. Peserta adalah siswa/i SMA dan sederajat atau mahasiswa/i yang terdaftar/berstatus aktif pada SMA atau Perguruan Tinggi di wilayah Jabodetabek.
2. Pengiriman karya yang akan dilombakan harus dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut :

* Biodata/ CV lengkap
* Foto copy Kartu Pelajar/ Kartu Tanda Mahasiswa sebanyak 2 buah
* Pas foto terbaru ukuran 4 x 6 sebanyak 2 buah

1. Membayar uang pendaftaran sebesar Rp 20.000 per karya

Ketentuan Lomba:

A. Lomba Menulis Puisi

1. Naskah puisi harus merupakan karya asli dan belum pernah dipublikasikan di media cetak maupun media online.
2. Naskah puisi diketik dengan rapi di kertas A4, margin standar, font 12, spasi 1,5, huruf Times New Roman.
3. Naskah puisi bertemakan Palestina : “Merajut Harapan Untuk Sebuah Kedamaian”.
4. Setiap peserta boleh mengirim lebih dari 1 naskah puisi, maksimal 3 naskah puisi.
1. Karya yang masuk menjadi milik panitia dan dokumentasi panitia.
2. Karya yang dianggap baik akan dimuat dan diterbitkan dalam buku “Goresan Pena Untuk Palestina”

Lomba Menulis Cerpen

1. Naskah cerpen harus merupakan karya asli dan belum pernah dipublikasikan di media cetak maupun media online.
2. Naskah cerpen diketik dengan rapi di kertas A4, margin standar, font 12, spasi 1,5, huruf Times New Roman, dan cerpen diketik minimal 6 lembar, maksimal 10 lembar.
3. Naskah cerpen bertemakan Palestina : “Merajut Harapan Untuk Sebuah Kedamaian” dengan judul bebas.
1. Setiap peserta hanya boleh mengirim 1 naskah cerpen.
2. Karya yang masuk menjadi milik panitia dan dokumentasi panitia.
3. Karya yang dianggap baik akan dimuat dan diterbitkan dalam buku “Goresan Pena Untuk Palestina”.

Lomba Desain Cover

1. Desain cover harus merupakan karya asli dan belum pernah dipublikasikan di media cetak maupun media online.
2. Desain cover bertemakan Palestina : “Merajut Harapan Untuk Sebuah Kedamaian”.
1. Setiap peserta hanya boleh mengirim 1 desain cover.
2. Format desain cover : JPEG dan BMP

1. Ketentuan karya :

- teknis dan gaya visualisasi bebas, orisinal, asli 100% buatan sendiri, dan tidak menggunakan elemen yang melanggar hak cipta dan etika pembuatan karya cipta (bukan tiruan atau jiplakan).

- Apabila ada pembuktian pelanggaran ketentuan ini, karya akan dianulir dan/ atau dibatalkan penghargaannya, serta menjadi tanggung jawab peserta sepenuhnya.

- Karya bisa dibuat dengan menggunakan program grafis di komputer atau dibuat/ digambar secara manual kemudian dipindai (scanned) sehingga berwujud digital.

- Karya dapat berupa hasil kerja individu atau kerja tim (maksimal 2 orang) dengan memenuhi persyaratan sebagai peserta.

- Hak cipta seluruh karya yang diterima panitia merupakan milik masing-masing peserta. Panitia penyelenggara dan pihak sponsor berhak mempublikasikan karya tersebut dengan memberi informasi pemilik hak ciptanya.

1. Komponen penilaian terdiri dari :

- Orisinalitas

- Kesesuaian tema dengan konsep desain

- Lingkup kedalaman eksplorasi tema dan komunikatif dalam menyampaikan pesan

- Inovasi dan sisi artistik penyajian visual

1. Karya yang masuk menjadi milik panitia dan dokumentasi panitia.
2. Karya terbaik akan menjadi sampul buku “Goresan Pena Untuk Palestina” yang akan diterbitkan.

Lomba Kaligrafi

1. Waktu dan tempat perlombaan :

Lomba kaligrafi akan dilaksanakan pada hari Jumat, 5 Pebruari 2010 pukul 14.00– 16.00 bertempat di Gedung F, AJB FISIP UI.

1. Tema kaligrafi : Palestina, tulisan kaligrafi dibebaskan selama masih berhubungan dengan tema dan berikan sedikit penjelasan mengenai makna tulisan tersebut.
1. Peserta sudah harus hadir 10 menit sebelum lomba dimulai.
2. Karya kaligrafi dituangkan pada kertas gambar ukuran A3 dan diwarnai.
3. Panitia hanya akan menyediakan kertas gambar ukuran A3. oleh karena itu, setiap peserta wajib membawa peralatan masing-masing seperti meja gambar/ meja lipat, pensil, penghapus, alat pewarna (misal : pensil warna), dsb.
4. Komponen penilaian terdiri dari penulisan huruf (khot), keindahan warna, dan nilai artistik.
1. Karya yang masuk menjadi milik panitia dan dokumentasi panitia

Pendaftaran

* Pendaftaran berlangsung sejak 27 Januari – 4 Pebruari 2010 setiap Senin – Jum’at, pukul 09.00 – 18.00 WIB di Sekretariat FSI FISIP UI, Depok (Mushala Al Hikmah, Lnt.1) dengan membawa persyaratan yang ditentukan.
* Setiap peserta yang mendaftar akan mendapatkan bukti pendaftaran dan menandatangani surat otoritasi publikasi.
* Karya harus diserahkan langsung dan maksimal pengumpulan (puisi, cerpen, dan desain cover) pada tanggal 4 Pebruari 2010, pukul 18.00 di Sekretariat FSI FISIP UI, Depok (Mushala Al Hikmah, Lnt.1).
* Pengumpulan karya puisi, cerpen, dan desai cover diserahkan dalam bentuk hardcopy dan softcopy (CD-R/RW). Khusus untuk desain cover, mohon menyerahkan hardcopy dengan menggunakan kertas foto ukuran 4R.



Hubungi di sini

Waktu akan terus memburu, membunuh kamu dalam ilusi!

Rabu, 23 Desember 2009

Catatan dari Balik Dapur Si Tukang Masak

Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Nonfiction
Author:Bara Pattiradjawane
Saya tak tahu. Sungguh! Mengapa saya bisa mengambil buku ini dan membawanya pulang dari Gramedia? Saya hanya seorang pelancong yang suka makan. Kalau ke kota manapun, saya pasti akan mencari makanan dan bukan menciptakan makanan sendiri. Saya bukan penggemar masak memasak termasuk di dalamnya acara masak memasak yang menampilkan berbagai macam gaya juru masaknya.

Dari awal saya menyukai kegiatan melancong dari kota ke kota tanpa berpikir saya juga dapat mengorbitkan makanan dari kota-kota tersebut tanpa harus terbang ke kota tersebut. Membuatnya sendiri di rumah.

Bara Pattiradjawane, seorang tukang masak yang mungkin tidak asing lagi di layar TV. Pengisi acara "Gula-gula" ini juga berselingkuh ke ranah kepenulisan. Bukan seperti tukang masak lain yang menerbitkan buku penuh dengan resep dari halaman pertama sampai terakhir. Semua buku penuh dengan resep yang berbahan baku apa saja dan disertai cara memasaknya yang dikemas ala presentasi produk kecantikan. (Tsah!)

Bara menulis buku ini bukan seperti yang saya deskripsikan. Bukan penuh dengan resep atau gambar-gambar cara membentuk adonan atau mengaduk-aduk sayuran di wajan. Dia mengemasnya dalam bentuk catatan harian. Renyah dibaca. Seperti ketika Anda membuka lembar kuliner pada koran setiap minggunya.

Ia bercerita banyak tentang hidupnya dalam dunia kuliner. Sedari kecil sampai pengambilan gambar untuk acara "Kick Andy". Sejarah makanan dan becerita tentang kota-kota yang disinggahinya. Singkat cerita: kita bukan sekadar membaca resep, tetapi juga membaca pengalaman hidupnya tersesat di tempat yang penuh dengan perkakas dapur.

Banyak pengetahuan yang dapat diambil dari cerita-cerita yang dibagikan oleh Bara. Kesan meremehkan masyarakat Dataran Tinggi Dieng yang akan kesulitan mendapatkan bahan - bahan chiffon cake yang ternyata juga bisa membuat kue ini jauh sebelum kedatangan Bara. Atau juga nasihat-nasihatnya bagaimana menikmati makanan sesuai dengan jamnya. (Ini lebih kepada saya, pakar kebangetan yang menciptakan breakfast pada jam 12 siang dan dinner pada jam 10 malam).

Dilengkapi juga dengan foto-fotonya dan masakan-masakannya yang benar-benar berseni. Bukan foto-foto cara membuat masakan, mengaduk-aduk daging cincang di wajan, atau cara menghias makanan. (Oh ya, saya adalah orang yang paling tidak peduli dengan hiasan pada makanan karena menurut saya semua makanan pasti dimakan bukan dilihat hiasannya).

Jelas sekali Bara menulis dengan perasaannya. Dengan hatinya. Buktinya adalah ketika orang membaca menjadi ikut hanyut dalam cerita-ceritanya. Terus ketagihan membaca cerita-ceritanya sampai pada satu tujuan: habis tertutup. Bukan tersiksa membaca, tetapi memang candu dibuatnya.

Buku yang membuat banyak hal. Cerita dari kota dan negeri orang, sejarah kuliner dan makanan, cerita dari balik dapur itu sendiri, dan tentunya resep yang bisa menyulap makanan secara mudah.

Pesan Sponsor: Sebenarnya buku ini sudah saya baca dari bulan Oktober lalu tetapi baru sempat ditulis sekarang. Hahaha...

Senin, 21 Desember 2009

Kasih Ibu Itu Tidak Sepanjang Jalan

Saya tak tahu peribahasa mana yang mengatakan "kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah" apakahbenar atau tidak. Di dalam dinamika sosial, apakah kasih dapat diukur dengan mistar, jangka sorong, neraca, atau sebagainya? Kasih -sepanjang yang saya tahu- adalah soal rasa, soal perasaan, dan kepekaan seseorang untuk menilai sisi penyayangan umat manusia.

Bagaimana kasih ibu sepanjang jalan? Apa ukurannya? Saya pernah bertanya kepada nenek saya mengenai hal ini. Mengapa kasih ibu sepanjang jalan? Apakah tidak ada yang lain sebagai dasar ukuran? Hanya sepanjang jalan sajakah? Nenek saya menjawab sangat mudah: karena kasih seorang ibu itu tidak ada batasannya.

Sejenak saya berpikir benarkah tiada batasannya jika diukur dengan acuan jalan? Dengan mengandung, tergopoh-gopoh berjalan dengan perut yang semakin besar, semakin menua, bisa diukur dengan jalan. Melahirkan, menyusui, dan menjaga sampai anak itu bisa melepaskan diri dari ibunya. Menjaga ketika sakit, mengajarkan, dan memberi makan.  Menjadi teman curhat, teman perjalanan, teman suka dan duka. Banyak hal yang ibu berikan kepada seorang anak tetapi hanya diukur dengan sepanjang jalan. Lantas, jalan yang manakah yang menjadi pondasi ukuran tersebut?

Sewaktu SD, guru saya pernah menyinggung hal ini. Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah. Guru saya mendeskripsikan kasih ibu itu seperti jalan tol, terus mengalir tiada henti. Saya sempat protes kepada beliau: "Pak, jalan tol juga macet, Pak!" Balasannya adalah: "macet itu ketika ibumu sakit atau sedang bersedih." Baiklah, persepsi itu saya terima. Kemudian beliau membentangkan mistar 30 sentimeter dan berkata: "nak, kasih anak itu sepanjang galah. Galah itu sepanjang ini!" Saya hanya diam dan berpikir saja mengenai jalan dan galah itu.

Semenjak saat itu, saya tak pernah menerima bahwa kasih ibu itu sepanjang jalan. Saya tidak pernah setuju dengan pepatah itu. Mana bisa kita menyatakan kasih ibu itu sepanjang jalan? Kemudian pertanyaan selanjutnya adalah: apa balasan anak kepada ibunya sehingga bisa diukur sepanjang galah?

Kembali lagi kepada nenek saya. Saya bertanya mengapa hanya sepanjang galah. Apakah tidak ada yang lebih panjang atau lebih pendek lagi? Jawabannya: karena galah itu benda yang pendek, kadang kedua ujungnya bisa dipegang oleh satu orang. Lho, bukannya masih banyak benda yang bisa semacam itu? Lalu, memang tidak sepanjang jalankah? Bukannya mereka juga tidak pernah dituntut untuk dilahirkan?

Abraham Lincoln sebagai anak pernah menulis:

I remember my mother's prayers and they have always followed me.  They have clung to me all my life. (Saya mengingat doa-doa ibu saya dan doa itu selalu mengikuti saya. Doa-doa itu melekat kepada saya sepanjang hidup saya)

Apakah ibu bahagia ketika kasihnya diukur hanya dengan jalan? Apakah ibu puas kasihnya hanya sepanjang jalan? Apakah ibu senang kasihnya sebatas jalan semata? Apakah anak bangga kasihnya sepanjang galah? Apakah anak merasa lega kasihnya yang diberikan hanya sebatas galah?

Uang bisa dinilai, harta bisa diukur. Sekaya apapun ibu kita, semiskin apapun ibu kita. Material bisa dijumlahkan, dikurangi, dikali, dan dibagi. Bagaimana dengan kasih? Apa ukuran dasar untuk sebuah kasih sehingga Abraham Lincoln bisa menulis demikian?

Banyak pertanyaan di dalam benak saya. Saya tidak pernah mengamini bahwa kasih ibu sepanjang jalan. Saya tidak pernah setuju dan saya acap kali memberontak dengan keadaan itu. Kasih itu soal rasa, soal hati. Kalau diukur seperti jalan, seperti galah, saya tak akan pernah mampu mengukurnya. Kasih ibu itu tidak sepanjang jalan dan kasih anak itu tidak sepanjang galah.

Saya mengukurnya dengan rasa, bukan dengan satuan semacam itu. Kasih ibu yang saya rasakan selama saya hidup itu tidak ada batasannya. Tidak terdefinisi. Tidak terhingga. Dan kasih yang saya balaskan kepada ibu saya adalah kasih yang tidak ada bedanya dengan isapan jempol semata. Itulah yang membuat saya tetap bertahan mengapa kasih anak itu bukan sepanjang galah, ketika saya merasa kasih saya sudah di seberang galah, saya merasa: cukup. Dan itu tidaklah cukup untuk membahagiakan seorang ibu. Ibu yang pernah ada di dunia ini. Ibu yang tak pernah menuntut banyak dari anaknya. Ibu yang menilai semua hal secara: gratis. Ibu yang paling saya muliakan di dunia.


Selamat pagi! Selamat hari ibu!


Jakarta, 22 Desember 2009 | 7.39




The mother is everything - she is our consolation in sorrow, our hope in misery, and our strength in weakness. She is the source of love, mercy, sympathy, and forgiveness. He who loses his mother loses a pure soul who blesses and guards him constantly. - Kahlil Gibran

Kamis, 17 Desember 2009

Rintih

Mungkin aku akan pulang nanti
Ketika senja tak lagi menampak wajah
Atau kereta sempat kukejar menuju kota
Debu sudah berkarib dengan kulit ari
Hendak apa yang kubagi ketika malam

Jalan kereta begitu lamban
Sesampai aku di kotamu menanti hari
Detik tak dapat digapai untuk dilewatkan
Kadang sisa nafas harus dipaksa
Tak dapat lagi berlari, kita serasa tanpa makna

Aku hendak pulang kepada rumah
Di papan dipan yang reot di muka
Aku berlari ke kebun yang memakan bapak
Hendaklah musnah dilalap ilalang liar
Dan dusun tak lagi bisa kukatakan nyata




Jakarta, 17 Desember 2009 | 20.43

Kamis, 10 Desember 2009

Earth Song - Michael Jackson




What about sunrise
What about rain
What about all the things
That you said we were to gain...
What about killing fields
Is there a time
What about all the things
That you said was yours and mine...
Did you ever stop to notice
All the blood we've shed before
Did you ever stop to notice
The crying Earth the weeping shores?

Aaaaaaaaah Aaaaaaaaah
Aaaaaaaaah Aaaaaaaaah

What have we done to the world
Look what we've done
What about all the peace
That you pledge your only son...
What about flowering fields
Is there a time
What about all the dreams
That you said was yours and mine...
Did you ever stop to notice
All the children dead from war
Did you ever stop to notice
The crying Earth the weeping shores

Aaaaaaaaah Aaaaaaaaah
Aaaaaaaaah Aaaaaaaaah

I used to dream
I used to glance beyond the stars
Now I don't know where we are
Although I know we've drifted far

Aaaaaaaaah Aaaaaaaaah
Aaaaaaaaah Aaaaaaaaah
Aaaaaaaaah Aaaaaaaaah
Aaaaaaaaah Aaaaaaaaah

Hey, what about yesterday
(What about us)
What about the seas
(What about us)
The heavens are falling down
(What about us)
I can't even breathe
(What about us)
What about apathy
(What about us)
I need you
(What about us)
What about nature's worth
(ooo, ooo)
It's our planet's womb
(What about us)
What about animals
(What about it)
We've turned kingdoms to dust
(What about us)
What about elephants
(What about us)
Have we lost their trust
(What about us)
What about crying whales
(What about us)
We're ravaging the seas
(What about us)
What about forest trails
(ooo, ooo)
Burnt despite our pleas
(What about us)
What about the holy land
(What about it)
Torn apart by creed
(What about us)
What about the common man
(What about us)
Can't we set him free
(What about us)
What about children dying
(What about us)
Can't you hear them cry
(What about us)
Where did we go wrong
(ooo, ooo)
Someone tell me why
(What about us)
What about babies
(What about it)
What about the days
(What about us)
What about all their joy
(What about us)
What about the man
(What about us)
What about the crying man
(What about us)
What about Abraham
(What was us)
What about death again
(ooo, ooo)
Do we give a damn

Aaaaaaaaah Aaaaaaaaah

Jumat, 04 Desember 2009

Pesta Kebun Akhir

Pesta Kebun Akhir
Napak Tilas 2009 Januari - 2009 Desember



"Yesterday is history. Tomorrow is a mystery. Today is a gift. That's why it is called the present." - Joan Rivers

Ini adalah sebuah pesta. Pesta sederhana. Tidak lebih dari sebuah temu sesapa hangat. Tidak kurang dari sebuah reuni singkat untuk cengkrama. Apa yang dapat dibagikan dalam pesta? Sekadar makanan? Sekadar salam dan senyum? Nah, tuan rumah dapatlah berbagi cerita. Untuk kali ini, suguhan nikmati saja seadanya...

Terlalu dini. Ya, mungkin terlalu dini bagi Anda untuk mengucapkan selamat tahun baru. Tetapi tidak untuk saya. Ini pesta kebun untuk blog saya. Pesta kecil-kecilan dan menjadi sebuah napak tilas dari perjalanan yang terlewati selama 365 hari. Belum genap memang 365 hari, masih ada 20 hari lagi yang tersisa untuk tahun 2009, tetapi lebih baik saya genapkan saja karena ini adalah catatan terakhir blog ini untuk tahun 2009. Blog ini akan kembali update untuk berkisah pada tahun 2010. Kalau ada update terbaru, itu mungkin hanya cerita lama yang baru sempat diprasastikan di dalam blog ini atau memang sudah berbentuk draft lama sekali di blog ini. Yang paling terbaru kupastikan 2010.

Seperti yang kukatakan pada akhir tahun 2008, aku memang tidak membuat resolusi untuk hal apapun. Kuaminkan bahwa semua akan tergapai dengan sendirinya, usaha dan doa adalah alat untuk proses meraih cita-cita. Dan terbukti memang, tanpa resolusi, tanpa target, saya bisa berproses lebih menyeluruh.

Nestapa dan gembira. Air mata dan tawa. Duka dan suka. Semua ada dalam 2009. Semua nyaris sempurna memadu menjadi satu. Pertemuan dan perpisahan sudah terjadi. Kematian dan kehidupan dalam sebuah jalan adalah kemudahan untuk berpulang, mencari jalan untuk mencapai suatu tujuan. Kita tidak pernah sendiri untuk mencarinya, tetapi menemukannya adalah sendiri. Tak dapat ditentukan kapan kita dapat menerima dan dapat merelakan.

Kehilangan dengan orang yang pernah saya kasihi dan pernah kita jalankan untuk berbagi cerita. Awalnya memedihkan, di mana itu terjadi di awal tahun. Tetapi berjalannya waktu, setiap kalender harian terus disobek dan bertambahlah usianya setiap manusia. Saya bisa menerima kehilangan dan saya belajar memaknai hidup bahwa kita sebagai manusia adalah fana. Tak lebih dari itu adalah ketidakabadian yang akan datang dan yang abadi adalah sejarah yang pernah terukir.

Juga ada lagi kisah yang kubagikan mengenai rasa rindu yang menggebu-gebu untuk sahabat nun jauh di seberang sana. Perpisahan acap kali membuat orang lupa mereka masih ada yang harus diingatnya dan mereka yang benar-benar sejati sebagai seorang sahabat adalah mereka yang tak lupa menghitung jumlah sahabatnya dan selalu rela berbagi kepada sahabatnya itu. Kubagi kisah denganmu, kisah sebuah persahabatan sejati. Persahabatan yang tak digoyahkan jarak dan waktu.

Pertambahan usia untuk orang tua, saudara, dan sahabat juga sudah pernah kubagikan di dalam blog ini. Dalam sajak, cerita, atau esai sebagai hadiah ulang tahun mereka. Yang jelas, mereka tak tahu bahwa aku sudah menuliskannya atas dasar kasih dan cinta tak terbalaskan dari kalian. Kutulis semuanya itu berdasarkan cinta yang kalian berikan dan kudedikasikan kepada mereka semua dengan tulus pada dasar yang paling tulus. Tiada balasan yang kuharapkan selain itu semua.

Patah semangat dan putus asa telah kuanyam jadi sajak dan cerpen. Terkadang esai. Atau penuh kemarahan juga sudah kukupaskan dalam berbagai cerita. Ada yang bermakna dan juga tidak. Kubagi cerita-cerita yang sudah kujalankan dalam kehidupan ini. Ketika aku sedang berbincang dengan sahabatku, ketika kudapatkan sesuatu yang baru, pengalaman rasa berbagi dan cinta adalah sebagai penyedapnya saja. Sebagai wujud itu semua, kubuktikan aku tidak main-main dalam berkata dan membuat apa tujuan dari hidup ini sebenarnya. Sekadar penantian? Sekadar pencarian? Atau sekadar lainnya?

Kisah lainnya juga sudah kubagi seperti cerita perpisahan di bandara. Di mana bandara adalah tempat yang bisa penuh dengan air mata. Penuh rasa sedih dan gembira. Mengharu biru atau duka nestapa. Melebur semua menjadi satu dalam sebuah perpisahan. Beberapa tulisan memang sebagai pengingat saya, saya pernah bertemu mereka yang hebat, mereka yang rendah hati dan tetap beradaptasi pada dunia mereka yang lainnya. Di mana mereka menghirup udara yang sangatlah berbeda dengan keadaan lainnya.

Ada juga kisah kehidupan yang kuulas dalam tulisan, dalam foto, dan dalam nuansa-nuansa lainnya. Tentang kejujuran, nurani yang bicara, dan keberanian menjadi patriot sejati. Cara menjadi manusia yang sebenarnya tak pernah kubagi, tetapi komentar-komentar kawan-kawan adalah cara dan saluran bagaimana berproses lebih bijak. Pertanyaan-pertanyaan temanku yang pernah kuposting juga itu sebagai sekadar berbagi, bukan prosesku untuk memotivasi atau sok sebagai pakarnya dalam bidang polah pikir manusia.

Blog inipun juga pernah mati suri. Ketika aku sibuk bermain di petak lainnya, dia terlantar. Namun aku kembali menenun kata demi kata dan setiap jurnal yang tertulis seperti kisah sendiri dalam hidup. Kemenangan dan kekalahan, kebangkitan dan keletihan, semua silih berganti. Cerita-cerita perjalananku di mana setiap kakiku menyambangi jalan, kubagi cerita kepada aksara-aksara yang tak henti minta ditulis.

Nah, akhir tahun sudah datang lagi. Pesta akhir tahun, pesta kebun kuakhiri saja. Semoga persahabatan maya yang akan menjadi nyata, persahabatan nyata untuk keabadian, dan pesta ini adalah singgasana untuk berbagi, menapaki dan mengulas semua yang pernah kubagikan dan pernah kujalani. Para tetamu sudah menikmati sesajian dan berpamit pulang, mungkin akan kosong. Tetapi masih ada anjangsana-anjangsana lainnya yang membuat kita akan bertemu pada suatu ruang dan lorong waktu yang tak seorangpun tahu.

Sekarang, selamat tahun baru! Dirgahayu untuk semuanya! Pesta kebun berakhir sampai di sini. Kita bertemu di pesta lainnya...

Hendaknya hidup bukan sekadar menunggu, tetapi melakukan. Kemarin adalah sejarah, esok menjadi misteri, hari ini adalah hadiah. Tiada yang lebih indah dari semua itu. Itulah satu-satunya alasan menjadi kado yang paling baik dan nyata.





Jakarta, 4 Desember 2009 | 22.54
A.A. - dalam sebuah inisial


Rabu, 02 Desember 2009

Desember Awal

Aku belum juga mati. Kini satu tahun sudah datang lagi, Desember awal sudah membuka lembaran barunya. Ya, aku belum juga mati. Prediksi mereka sepertinya meleset sebegitu jauh. Nyatanya, aku bisa bertahan sampai saat ini, hanya saja tekanan sosial lebih menekanku daripada rasa sakit semacam flu saja yang dapat membunuhku sekejap mata.

Kalender menunjukkan 1 Desember.

Praktisnya, ini tahun keempatku berada di tempat ini. Begitu memilukan hidupnya, kata kawan-kawanku yang masih peduli denganku kalau mereka mengingat tanggal ulang tahunku pada hari pertama bulan kedua-belas. Tetapi aku lebih kerasan untuk tetap hidup di sini dengan wilayah sosialisasi yang begitu sederhana. Begitu kecil lingkup pertemanan yang kumiliki namun rasa keterikatan batin lebih kuat di antara sesama kami.

Kalender menunjukkan 1 Desember.

Penyakit ini memang akan membunuhku, aku tahu itu. Aku juga tidak pernah memintanya. Apalagi sampai memohon-mohon untuk mati dengan penyakit yang dikatakan penyakit kutukan ini. Ini bukan hanya sakit secara fisik, tetapi juga rohani benar-benar diremukkan oleh penyakit ini.

Seseorang berkunjung ke rumahku sebelum aku berkemah di dalam rumah yang kutempati ini. Keluargaku sudah tahu dan aku memang membukanya tanpa merahasiakan apapun dengan mereka. Jujur saja lebih baik dan kurasa aku mendapatkan penyakit ini karena uji sampel darah di mana pekerjaanku sebagai tim medis begitu dominan untuk mendapatkan penyakit ini.

Kujabat tangan seorang yang datang itu. Dia menyambutnya dengan ramah dan hangat.

"Hei... Lekas ke toilet, cuci tanganmu bersih-bersih. Dia HIV positif." Seseorang temannya lagi membisikkan pelan. Aku membaca dari gerak bibirnya. Aku begitu miris dengan hidupku sendiri. Aku merasa kasihan dengan diriku.

"Maaf, toilet di mana ya?"

Dengan pedih dan tercabik-cabik rasanya, aku menunjukkan jalan menuju toilet. Benar saja, dia langsung mencuci tangannya berulang kali di hadapanku.

"Ah, pasti kalian belum makan siang..." tebak ibu.

"Hahaha... Ibu tahu darimana?"

"Saya tahu raut wajah kalian."

Ibu langsung menyajikan kue-kue kecil ke hadapan mereka. Mereka berbinar-binar menatap kue itu, hendak mencaploknya segera. Ah, nikmatnya - pikir mereka. Aku tersenyum saja, itu hasil karyaku.

"Ini buatan anak saya."

"Hmmmh... Maaf Bu, kami sudah kenyang."

"Lho?! Katanya kalian belum makan siang?"

"Iya... Maksudnya tadi, kami masih kenyang, Bu..."

***

Hari ini kalender pada 1 Desember.

Ulang tahunku ke-28. Tak ada perayaan seperti dulu. Tak ada pesta meriah. Tak ada acara yang menarik. Semua kulewati dengan mereka yang sependeritaan.

Seorang dokter gigi menolakku mentah-mentah ketika karies pada gigiku membuat nyeri.

"Saya HIV positif, Dok..."

Dokter itu langsung meletakkan penanya dan mengatakan kepadaku: "Kami tidak menerima pasien yang terinfeksi HIV positif. Silahkan Anda meninggalkan ruangan ini dan mencari dokter lain."

Koyakan itu seperti ribuan godam, mengalahkan nyeri yang ada di gerahamku. Lantas, kalau aku seorang HIV harus dikucilkan seperti ini?

Hari ini 1 Desember, tahun keempat keberadaanku di sini, 28 tahun bertahan hidup, dan hari AIDS sedunia.

Mereka mengatakan jangan kucilkan kami, tetapi sampai sekarang kami tetap sebagai orang yang terkucilkan. Bahkan kami sakit bukan karena fisik kami yang lemah, tetapi goyah jiwa kami akibat mereka yang enggan berbagi cerita dengan kami. Kami dibunuh bukan karena virus yang ada dalam tubuh kami, tetapi mereka enggan menerima kami sebagai sesamanya. Antiretroviral memang menolong kami, tapi tidak menyelamatkan kami. Kami tetap dilakukan seperti itu di tengah kehidupan sosial kami.

Aku lebih memilih mati daripada sistem kasta yang tak tercantum dalam masyarakat bahwa kami harus disingkirkan...



2 Desember 2009 | Untuk Hari AIDS Sedunia
Stop AIDS: Akses untuk Semua !
Lawan virusnya, bukan orangnya...