Rabu, 31 Maret 2010

Bertualang atau Berpetualang

Tak selamanya kamus harus menjadi jawaban yang patut dibenarkan. Kamus juga dikarang oleh manusia dan setiap kamus belum tentu berisi dan berbicara sama tentang sebuah arti kosakata. Atau juga kamus akan memuat tambahan-tambahan kata. Bayangkan, andai di dunia Bahasa Indonesia ada satu juta kata yang belum termasuk imbuhan, akan ada berapa banyak halaman kamus yang akan tercetak?

Pagi ini, saya disuguhkan bacaan menarik dari Harian Kompas pada halaman 9 edisi Kamis, 1 April 2010. Entah sebenarnya ingin menyoroti kata dari sisi mana. Di kolom "REDAKSI YTH", kita akan mendapati satu judul "Berpetualang". Seperti ini isinya:


"Berpetualang"

Baik Kamus Umum Bahasa Indonesia maupun Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa tidak memasukkan berpetualang sebagai turunan lema tualang. Tesaurus Bahasa Indonesia karya Eko Endarmoko pun tak menyertakan kata itu. Turunan lema itu dalam Kamus Besar hanya bertualang, petualang, bertualangan, dan pertualangan. Secara morfologis bentukan tualang yang dibubuhi awalan ber- yang benar adalah bertualang. Sama halnya dengan kata juang yang menjadi berjuang, dan kata tinju yang menjadi bertinju.

Namun, sebagian kalangan masih menggunakan kata berpetualang, bukan bertualang. Hal itu juga dilakukan Kompas, Jumat (12/3/2010) halaman 52. Pada rubrik wisata tersua judul "Berpetualang di Tengah Laut". Seandainya nalar liguistik kita memaafkan judul "Berpetualang di Tengah Laut", selayaknya kita juga membolehkan "berpejuang di medan tempur" atau "berpetinju di Jakarta".

INDA SUHENDRA
Perum Lido Permai D3/3
Ciburuy, Cigombong, Bogor


Melihat kondisi berbahasa kita yang seringkali menggunakan kalimat asal, kita tidak pernah peduli dengan khazanah kosakata Indonesia yang ternyata juga memiliki aturan bermain di dalamnya. Ada beberapa kata yang boleh ditambahkan huruf bantuan dan tidak, ada juga yang harus menghilangkan huruf sebelumnya, atau menambahkan dua imbuhan sekaligus.

Kamus memang bisa menjadi tempat pencari informasi yang sebenarnya karena di sanalah letak fungsional semu kamus. Kamus akan memberikan banyak pengertian termasuk kata apa yang sebenarnya dibenarkan dalam pemberian imbuhan dan penggunaannya. Toh, kata-kata yang tidak sengaja meleset juga bukan murni karena kesalahan kamus yang sering tidak dibuka atau kamus yang tidak melengkapi kata-kata tersebut.

"Tualang" di dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) diartikan sebagai orang yang tidak tentu tempat tinggalnya. Petualang adalah orang yang melakukan kegiatan tualang. Bertualang adalah kegiatan melakukan pengembaraan. Bagaimana dengan berpetualang itu sendiri? Apakah kegiatan seseorang melakukan petualangan?

Seperti kata "ubah" yang sering dituliskan merubah dan perubah. Padahal imbuhan di dalam tata Bahasa Indonesia tidak pernah menghadirkan imbuhan mer- dan per-. Pernah seorang guru bertanya kepada saya: "yang benar 'perubah' atau 'peubah'?" Dan banyak dari kami yang menjawab "perubah".

Bagaimana dengan "perhatikan"? Seperti Bahasa Inggris, jika memberikan imbuhan pada kata "swim" dan "-ing", akan ada penambahan kata "m" sebagai membantu kata tersebut sehingga akan membentuk kata "swimming". Demikian juga dengan kata "perhatikan". Itu tidaklah dapat disalahkan karena ada penambahan huruf "r" sebagai pembantu pembentukkan kata.

Sebenarnya masih banyak kata yang sering salah dalam menggunakannya karena pola berbahasa kita yang lebih mudah dan lebih terdengar tidak asing di telinga kita karena faktor kebiasaan seperti kata "lalat" yang sering terucap "lalet" atau "lelat". Juga ada "apel" yang memiliki definisi berbeda. "Apel" memiliki definisi pertama sebagai bagian dari jenis buah-buahan dan definisi kedua sebagai upacara.

Memang tidak pernah ada pelarangan untuk berbahasa atau menambahkan imbuhan. Tetapi baiknya diarahkan lebih tepat sebagaimana mestinya. Bahasa Indonesia memang memiliki banyak sekali aturan main di dalamnya dan dapatlah kita akui sering kali ada kata yang tidak sengaja diubah karena penuturan dan faktor kebiasaan berbahasa yang salah.

Masih pedulikah kita untuk berbahasa dengan baik?




Jakarta, 1 April 2010 | 08.51
A. A. - dalam sebuah inisial

Minggu, 28 Maret 2010

A Letter From Past

http://ribka-anastasia.blogspot.com/
Blog seorang kawan yang bertemu tanpa sengaja di Kandang :-))

Ai

Ai,
kepada senja yang menanti fajar
kita pernah menjumpati semua rentasan rindu
seperti laut yang menjadikan garam ada
dan siap meniadakan garam itu pula

Ai,
seperti itulah ketika cinta berada
tiada tawar yang dapat kita rasakan
ketika mereka semua sudah mendapatkan tempatnya
dan aku dan kamu, menikmatinya saja

Ai,
bagaimana kita merasakan sesuatu
ada gulatan rasa yang meletup-letup
perlahan bagai godam yang mengetuk besi
akan membengkokkan cerita kita

Ai,
seperti itulah cinta akan menempatkan diri
di antara rindu yang saling mengejar
ada benci dan suka yang bergelut di dalamnya
semakin kita bisa merasakan, maka hanyutlah kita
---- pada keyakinan, semestinya cinta demikian adanya




Jakarta, 29 Maret 2010 | 8.47
AA. - dalam sebuah inisial

Kamis, 25 Maret 2010

Donna, Donna

On a wagon bound for market
there's a calf with a mournful eye.
High above him there's a swallow,
winging swiftly through the sky.

Reff:
How the winds are laughing,
they laugh with all their might.
Laugh and laugh the whole day through,
and half the summers night.

Donna, Donna, Donna, Donna;
Donna, Donna, Donna, Don.
Donna, Donna, Donna, Donna;
Donna, Donna, Donna, Don.

Stop complaining! said the farmer,
Who told you a calf to be?
Why don't you have wings to fly with,
like the swallow so proud and free?

Calves are easily bound and slaughtered,
never knowing the reason why.
But whoever treasures freedom,
like the swallow has learned to fly.





Joan Baez

Rabu, 24 Maret 2010

Kompetisi Blog Gaya Hidup Hijau

Start:     Mar 24, '10
End:     Mar 30, '10
Sebagai rangkaian dari acara Kumkum, dagdigdug.com bekerjasama dengan Komunitas GreenLifestyle, menyenggarakan sebuah kompetisi blog. Pemilik blog diminta untuk membuat tulisan mengenai :

* Pengalaman penulis ketika mempraktekkan gaya hidup hijau; ATAU
* Pendapat penulis ketika melihat orang lain yang mempraktekkan gaya hidup hijau

Apa sih gaya hidup hijau yang dimaksud?

Ada banyak sekali contoh gaya hidup hijau yang dapat diterapkan, namun untuk kontes kali ini akan dibatasi dalam 4 tema saja, yaitu:

1. Upaya untuk hemat listrik (misal: menggunakan timer pada peralatan elektronik, mengganti lampu bohlam dengan lampu CFL, mengurangi jam nonton tv, ikut berpartisipasi dalam Earth Hour, dll)
2. Menggunakan transportasi ramah lingkungan (misal: jalan kaki, naik sepeda/becak, naik angkutan umum, naik otopet, pakai skateboard, dsb).
3. Upaya mengurangi penggunaan kantong kresek (misal: barang belanjaan dimasukkan ke dalam tas yang sedang dibawa, memilih tidak jajan daripada harus menggunakan kantong kresek, dll)
4. Kegiatan mengurangi sampah kering (bisa sampah kertas, sampah air kemasan, kotak styrofoam, sampah kemasan produk, dll).

Beberapa contoh praktek gaya hidup hijau bisa dilihat di: www.greenlifestyle.or.id/tips

Harapannya, tulisan-tulisan ini bisa menjadi inspirasi atau ide bagi orang lain yang membacanya, sehingga tergerak untuk ikut menerapkan hal yang sama.
Syarat Blog Peserta

1. Blog yang dilombakan adalah blog pribadi, bukan blog lembaga, dan peserta berdomisili di Indonesia
2. Tidak ada batasan umur bagi para peserta
3. Memasang badge “KumKum Blog Competition” di halaman depan blog (ambil kode badge di bagian bawah halaman ini)
4. Setiap posting yang akan diikutsertakan dalam kompetisi harus menuliskan tag: KumKum, 17-18 April 2010
5. Setiap tulisan yang didaftarkan untuk kompetisi blog, boleh dimuat di web GreenLifestyle untuk disebarluaskan. Tentunya dengan tidak lupa mencantumkan alamat blog tersebut.

Ketentuan Penulisan

1. Tulisan yang didaftarkan dibuat paling tidak dalam kurun satu tahun terakhir.
2. Tulisan boleh dalam bahasa Indonesia atau Inggris.
3. Tiap tulisan spesifik untuk satu tema dan diharapkan tulisan tsb:
1. Menceritakan dengan jelas gaya hidup hijau seperti apa yang diterapkan, termasuk tipsnya jika ada; hal-hal apa yang penulis alami ketika mempraktekkannya (baik yang menyenangkan atau pun tidak); serta nama lokasi/kota di mana peristiwa terjadi (misal: Di SMA 1 Sabang di kota Merauke). ATAU;
2. Menceritakan dengan jelas gaya hidup hijau seperti apa yang diterapkan oleh pihak yang diamati penulis; serta apa pandangan penulis tentang hal tersebut; serta nama lokasi/ kota di mana peristiwa terjadi (misal: di daerah Jl. Tanpa Nama di kota Ende).
4. Tulisan boleh dibuat dalam blog masing-masing (berbasis blogspot, multiply, dll), atau bisa juga dalam notes di Facebook masing-masing peserta.
5. Tulisan diambil dari pengalaman/pengamatan pribadi, bisa hanya berupa teks, tapi bisa juga dengan memuat grafis, foto atau video agar lebih komunikatif.
6. Tulisan bisa berupa tulisan serius atau dengan gaya santai/lucu.
7. Untuk mengirimkan tautan (link) tulisan, peserta harus mendaftarkan diri terlebih dahulu ke sini.
8. Peserta yang sudah mendaftar, jika ingin mengirimkan tulisannya yang lain, dapat mendaftarkan tautannya ke sini.
9. Tiap peserta boleh mengirimkan lebih dari satu tulisan, baik dengan tema yang sama atau pun berbeda.
10. Batas waktu untuk melakukan pengiriman tulisan adalah 30 Maret 2010



More Info - HERE

Senin, 22 Maret 2010

Membaca Cinta

Hari ini Anda adalah orang yang sama dengan Anda di lima tahun mendatang, kecuali dua hal: orang-orang di sekeliling Anda dan buku-buku yang Anda baca. - Charles Jones

Dua minggu lagi. Ya, tinggal dua minggu lagi saya berkutat dengan naskah setumpuk di meja kerja, setiap waktu kosong membukanya, membacanya, dan mencoba menikmatinya. Dua minggu lagi saya melewati malam-malam panjang saya dengan membaca dan kemudian kehidupan saya akanlah lagi kembali seperti biasa. Di sisi lain amatlah menyenangkan, namun saya percaya saya akan kehilangan momentum-momentum seperti itu.

Saya menikmati pekerjaan ini. Pekerjaan yang hanya butuh dikerjakan di rumah atau di mana kita bisa membuatnya kapan saja. Deadline satu minggu saya rasa adalah hal yang baik. Orang seperti saya memang harus ditenggat dengan garis mati itu. Lha? Kalau tidak, saya bisa terlena dengan kesantaian saya. Masa kerja saya dengan salah satu penerbitan hampir habis, hampir.

Sudah 15 naskah yang saya baca bersama rekan-rekan satu tim di dalam penerbitan itu. Banyak sekali tema yang diangkat oleh penulis dan dari berbagai macam rasa dan cara menceritakannya. Banyak naskah yang menarik dan lebih banyak lagi naskah yang terpaksa dipulangkan kepada ayah-ibunya karena tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

Selama bekerja di sini, saya mengenal dekat berbagai orang yang berada di belakang buku. Dan kini, saya salah seorangnya -untuk sementara waktu saja-. Kami berbagi cerita penulisan, cara menerbitkan, dan banyak lainnya. Setiap Sabtu, kami berkumpul. Bertukar cerita mengenai naskah yang kami baca dan diselingi senda gurau.

Rekan-rekan kerja saya bukanlah mereka yang memang fokus untuk penerbitan. Tidak! Mereka adalah mahasiswa atau karyawan kantor yang masih muda. Saya? Hahaha... Tak perlu ditanya. Pokoknya saya yang paling muda di antara mereka semua itu. Percaya saja! Saya tak berani bohong soal ini.

Pekerjaan yang hanya sekadar membaca ini menuntut saya untuk menerima semua naskah tersebut apa adanya. Mau tak mau. Saya tidak bisa menuntut genre apa yang ingin saya baca, melainkan genre tersebut haruslah saya baca. Awalnya membaca seperti itu adalah membaca yang sangat menyiksa dan memaksa sekali. Dari hari ke hari, minggu ke minggu, saya mulai bisa beradaptasi dengan itu semua. Saya mulai bisa membacanya dengan cinta.

Saya menikmati pekerjaan saya. Sungguh! Pekerjaan yang ternikmat yang pernah saya lakukan. Sekadar membaca kemudian memberikan penilaian terhadap naskah yang tinggal memilih dua arah: kantor pos atau divisi editing. Begitulah, bekerja yang sesuai dengan hobi dan minat. Betapa menyenangkannya!

Bekerja di sini tak bedanya dengan membaca cinta. Seperti membaca semua naskah saya yang tak jauh tentang cinta. Cinta memberikan rasa serius yang lebih tetapi lebih mendalam memberikan makna dan pengalaman. Saya menemukan rekan kerja saya yang memiliki kemampuan lebih daripada saya. Di sini, kita siap dipuji dan dicela, akan dipuja dan dicerca. Tetapi, dari itu semua kita akan memetik pelajaran berharga.

Dua minggu lagi, saya bekerja. Rapat besar tim naskah akan siap digelar sebagai bentuk pertanggung-jawaban kami sebagai tim penilai naskah tersebut. Kemudian saya akan menikmati hari-hari saya seperti biasa: membaca tanpa tenggat  waktu. Di sisi lain, saya akan merasakan kehilangan waktu kebersamaan saya dengan rekan-rekan tim naskah tersebut. Saya akan menjadi jarang melewati dini hari dengan membaca. Saya akan merindukan itu semua, pada suatu hari nanti. Itukah bentuk dari membaca cinta? Hanya kita yang tahu jawabannya.

Tabik!




Jakarta, 23 Maret 2010 | 9.10
AA. - dalam sebuah inisial

Pro GM, di mana aku menaungi diri dengan membaca dan menulis

Minggu, 21 Maret 2010

Elle Eleanor

Rating:★★
Category:Books
Genre: Mystery & Thrillers
Author: Zeventina OB, Ferry H. Z. (Zev Zanzad)

Seorang teman bertanya kepada saya suatu hari ketika sedang bercengkrama mengenai buku di sebuah kedai kopi di dalam sebuah mall Jakarta. Pertanyaannya seperti ini: berapa halaman buku yang dapat saya kunyah setiap harinya? Jawaban saya adalah tergantung. Ketika saya melahap 502 halaman Maryamah Karpov, saya menghabiskan waktu satu bulan sambil melahap lima buku lainnya. Jadi, dalam satu bulan di bulan Mei, saya berhasil menghabiskan enam buku.


Ketika sedang blogging, saya membaca bahwa ada yang berhasil menghabiskan 454 halaman Elle Eleanor sekaligus dalam waktu satu hari. Gila!!! Saya tertawa lepas. *Sejujurnya juga saya pernah menghabiskan buku setebal 300 halaman Arswendo Atmowiloto dalam waktu 12 jam.* Tapi itu adalah kegilaan besar. Saya sendiri menghabiskan waktu lima hari membabat novel ini. Perhari seratus halaman sambil mengerjakan janji saya kepada seorang kawan


***


Mungkin sudah sedikit novel yang menyampurkan arena sejarah dengan masa kini. Kelahiran Elle Eleanor sebagai novel yang menggunakan kedua arena ini dpaat diperhitungkan sebagai novel pendatang baru dengan strategi setting yang cukup menarik -di pikiran saya-.


Menceritakan mengenai Villa van Der Sneijder yang telah berdiri sejak zaman Belanda. Robert yang seorang pembisnis juga tukang mondar-mandir Indonesia-Eropa lebih mementingkan bisnisnya dibanding Eleanor -istrinya- yang ternyata memiliki kegilaan seks yang sangat berlebihan. Keberadaan Robert jarang ada di villa di pesisir Pantai Popoh tersebut karena harus wara-wiri ke Eropa. Di dalam ruang rahasia, Eleanor menembus dunia seksnya yang hanya Sastro Pencor dan Eleanor yang mengetahuinya.


Dua orang anak yang begitu kontradiktif namun sama-sama menderita karena Eleanor harus menjadi saksi dan menyebabkan trauma di masa-masa kedewasaan mereka.


Pada waktu lain, kehadiran sepuluh orang anak di zaman modernisasi menguak sesuatu mengenai vila ini. Kehadiran seorang perempuan, Elle, membuat hal-hal yang tak pernah diinginkan menjadi mengacaukan suasana liburan mereka. Ditambah lagi hilangnya beberapa remaja secara tiba-tiba.


Bagaimana menyatukan buah pemikiran dua kepala yang belum pernah bertatap muka dan hanya mengenal lewat dunia maya? Novel ini merupakan hasilnya.


Prolog dan pendeskripsian kuat menjadi karakter tersendiri di dalam novel ini. Prolog merupakan acuan bagaimana seorang penulis mampu mengikat pembacanya untuk mengajak menelusuri isi cerita. Dan kedua penulis ini mampu untuk mengajak pembaca untuk mengarakteri bagian-bagian cerita. Pendeskripsian kuat mengenai Pantai Popoh dan keadaan villa juga menjadi nilai tersendiri dalam pengembangan cerita dan sebagai gambaran jelas untuk pembaca.


Alur sastra terlihat ketika penulis menggambarkan suasana-suasana yang terjadi di zaman-zaman Eleanor. Ketika Eleanor sedang berada di puncak kegembiraannya tanpa Robert. Ketika Eleanor menikmati kegemarannya dan menjelang eksekusi Robert untuknya.


Perhatikan kalimat di bawah ini:



"Tepat ketika kedua mata mereka bertemu, bunyi letusan kembali terdengar. Sebuah lubang terbentuk tepat di antara kedua mata cantik Eleanor. -" Halaman 5


"Semakin si Nippon sialan itu menjerit, aku akan semakin puas. Dendamku terbalas sudah. Dan aku akan menyiksa terus sampai mati." - Halaman 191


"Sastro menangis saat kuceritakan perlakuan para serdadu Jepang kepadaku. Dia menghantamkan tangannya ke tembok dengan gigi-giginya yang gemertak. Saat membuka selangkanganku yang penuh luka, dia memelukku erat." - Halaman 372



Beberapa kesalahan juga dibuat oleh penulis (dan editor). Ejaan dari penempatan tanda baca dan "di" sebagai imbuhan dan sebagai preposisi. Ketidak-konsistenan dalam menggunakan kata pengganti "gue", "gua", ataupun "aku". (Terdapat di halaman 63, 126-127, dan 147). Penggantian kata juga masih dirasa perlu. Kesalahan dalam memiringkan tulisan (pada halaman 370). Perpaduan antar bahasa juga perlu dihilangkan dalam narasi seperti pada halaman 70.



"Body terbalut celana Versace hitam ketatnya berkelebat anggun."



Kata-kata yang tidak efisien dalam kalimat di halaman 72.



"Tas pinggang kanvas di pinggangnya."



Telrihat bahwa editor kurang tajam dalam menggunting bagian - bagian yang harusnya dihilangkan dan memasukkan tautan yang diperlukan.


Kalimat-kalimat yang disisipkan untuk memberikan kesan memperpanjang alur penceritaan seperti pendeskripsian Pantai Popoh yang diulang beberapa kali dalam novel ini. Juga beberapa kalimat narasi penjelas yang rasanya tak dibutuhkan lebih baik dihilangkan.


Kesalahan fatal adalah ketika logika bermain. Tian yang baru beberapa hari di villa sudah langsung dikenal oleh Johan. Pada halaman 89, dilakukannya nafas buatan di tengah laut yang lebih-lebih lagi saya pertanyakan bagaimana caranya. Pada halaman 209 disebutkan latar pada pukul enam pagi. Lalu di halaman 218, latar berubah menjadi hampir jam enam pagi.


Kesan sastra menjadi berubah ketika adanya Susan dan Julius yang berlagak ala detektif. Dialog antara mereka membuat teenlit dalam sastra. Juga yang saya sesali adalah hilangnya dialog-dialog manis berpuitis di bagian tengah bab. Catatan-catatan Eleanor dalam menceritakan kenikmatan seks bersama Sastro masih perlu diperhalus.


Kalau mengenali karakter penulisan kedua penulis, pasti mudah sekali menebak ini tulisan siapa dan yang lainnya. Dua kepala rasanya masih kurang memadukan dan berbagi karakter.


Epilog yang menggantung membuat saya menebak apa akhirnya dari cerita ini. Penulis memberikan gambaran semu dalam penutupnya. Siapa yang menolong Maryati dapat saya ketahui dari pendeskripsian. Kalau tak tertebak, saya sarankan baca ulang novel ini dari bagian tengah.


Bagaimanapun, apapun kelebihan dan kekurangannya, sebagai novel, Elle Eleanor telah lahir sebagai cerita dalam penggabungan latar lintas budaya barat dan timur.



Cinta, Merah Darah

Aku benci dengan cinta.

Entah mengapa sejak peristiwa menyakitkan itu, aku tidak lagi dapat menerima cinta sebagai bagian dari hidup. Aku benci dilahirkan sebagai seorang wanita. Menjadi seorang wanita adalah kesalahan terbesar. Ini bisa saja membuatku menjadi gila tiada tara.

Aku benci dengan darah. Aku benci jika jemariku harus terluka ketika sampai kini aku belum bisa memotong bawang dan darah meneteskan perih yang teramat sangat. Darah dan merah mengingatkanku pada sesuatu. Membuatku menjadi benci kepada cinta.

Walaupun pada hakikinya, cinta memang tercipta untuk manusia dapat hidup secara damai, cinta bisa saja menjadi begitu naif dan munafik. Menjadi sosok yang dapat mengkhianati hati insani lainnya. Ketika itu, barulah kita tersadar. Memang cinta menjadi sangat menyakitkan untuk dikecap.

Aku benci dengan tablet. Menurutku, dia bukanlah menyembuhkan melainkan membuatku menjadi nyaris mati. Ya, baru nyaris. Belum mati, bukan?! Ketika dia masuk ke dalam tubuhku, dia menghancurkan sel-sel tubuh yang berfungsi dan tidak. Akh, itu belumlah seberapa. Aku pernah nyaris mati untuk peristiwa yang paling menyakitkan itu.

"Dua juta."
"Semahal itu?"
"Lha, kalian sudah terlambat. Sudah terlalu besar."
"Satu juta, bagaimana?"
"Resikonya terlalu besar. Tambah lima ratus lagi."

Satu juta rupiah. Kami sudah mendapatkanya. Hasil dari penjualanan seluler kami dan penghematan ongkos kami. Sisanya, dia mengatakan dia akan meminjam dari sana sini. Aku cukuplah menjalankannya saja.

Beberapa tablet harus kuteguk dengan air. Andai, andai, andai sperma itu tidaklah keluar dari tubuh lelaki itu dan masuk ke dalam jendela vaginaku. Andai saja sperma itu tidak membuahi sel telur yang ada di dalam rahimku, aku tidak perlu berhadapan dengan seorang yang asing bagiku. Sangat asing.

"Santai saja, jangan tegang. Semua akan baik-baik saja."

Baik-baik saja? Semudah itukah? Tak pernah terpikirkan bagaimana rasanya lima bulan aku menutup mulutku. Menyembunyikan rahasia di antara kita sampai kita cukup memiliki uang untuk menamatkan ceritera janin di dalam rahimku ini. Untukmu, semua itu mudah. Coba sedari dulu kalau kau tahu semua akan seperti ini, akankah kita perbuat semua itu?

Persetan kalau kau meminta maafku saat iitu. Toh, semua sudah terjadi. Spermamu telah membuahkan zigot di dalam rahimku dan akan lahir. Entah apapun wujudnya, dia tetap anakmu. Anakku. Anak yang kita tak pernah rencanakan.

Aku menurut saja sesuai dengan apa yang diperintahkan bidan yang dicari olehnya untuk membereskan semua perkara di antara kita. Selama ada uang, semua bisa terlaksana dengan baik, katanya. Aku benci dengan perkataannya itu. Iblis, geramku dalam hati. Aku mengumpat dalam hati di depannya. Ingin kuludahi saja air wajahnya yang tak menampakkan wajah bersalah dan menurutnya semua hal bisa dinilai dengan uang.

Aku merebahkan tubuhku di atas kasur. Sang bidan memasukkan sesuatu alat ke dalam untuk menyentuh janin itu. Sambil menekan perutku, dia menyibukkan diri dengan alat-alat yang ada di tangannya. Air mata meleleh dari mataku. Antara rasa sakit, dendam, kesal, benci, dan dosa melebur dan menguap dalam air mata itu.

"Tunggu kontraksi."
"Berapa lama?"
"Satu atau dua jam lagi."

Gila, kami sudah gila. Membentuk satu sosok manusia dan membunuhnya sebelum dia menjadi utuh. Ini bukanlah persalinan membahagiakan, melainkan sebuah dosa yang -mungkin- Tuhan tak akan mengampuninya.

Satu setengah jam sudah, aku mulai merasakan sesuatu. Rasa sakit semakin bergemuruh di dalam perutku. Bidan semakin kencang menekan perutku. Ya, perlahan dari rahimku keluarlah kepala dan tubuh dari hasil hubungan itu.

Rasanya? Aku tak tahu lagi bagaimana menceritakannya.

Sisa pembayaran sudah dilunasi dan semua perkara dianggap beres. Aku, dia, dan sang bidan tak lagi ada hubungan apapun. Tak perlu ada kontak lagi. Aku dan dia? Kami memutuskan semua diakhiri sampai di sini.

Namun, malam harinya aku merasakan sakit teramat sangat. Nyeri tak lagi tertahankan oleh tubuhku ini. Perlahan aku mulai merasakan sesuatu keluar, membasahi kakiku. Mengalir perlahan. Basah.

Merah. Baunya khas. Darah.

Di atas ranjang, darah itu bermuara semakin besar. Membuat lingkaran merah besar di atas seprai. Aku terperanggah menatapi semua itu. Ah, bukan mimpi. Rasa sakit dan darah yang semakin deras mengalir serempak membuatku tak berdaya lagi.

"Ibuuuu..."

Adik perempuanku berteriak. Entah, di mana lagi saat itu aku berada. Yang jelas, ketika aku terbangun, tangan kiriku sudah tertancap jarum infus dan tak lagi ada lingkaran merah di atas ranjang.

"Apa yang kau perbuat, nak? Kenapa tak jujur kepada orang tuamu?"

Tak ada sambutan hangat ketika aku terbangun. Puluhan pertanyaan yang menyerangku hanya sanggup kujawab dengan isak tangis. Tak ada lelaki itu, lelaki yang memaksaku untuk mengakhiri peristiwa itu dengan demikian. Ya, semua akan baik-baik saja. Baik-baik saja untukmu dan tidak untukku.

Aku benci kepada cinta.

Karena cintalah yang membuat keadaan menjadi tidak lagi indah. Seperti cerita kebanyakan orang, cinta adalah sesuatu yang indah untuk dirasakan dan dinikmati. Aku tidaklah lagi merasakan itu. Menurutku cinta adalah pembunuh waktuku dan menjadi nestapa sepanjang masa. Karena cinta, aku telah menjadi seorang pembunuh. Karena cinta, aku melihatnya semua dari sisi yang gelap.

Aku benci kepada cinta.

Karena dia yang membuatku benci melihat darah dan merah. Benci terhadap diriku sendiri.

Dan cinta itu tidaklah senikmat apa yang terungkap di lidah.






Jakarta, 21 Maret 2010 | 22.17
AA - dalam sebuah fiksi berinisial

Sabtu, 20 Maret 2010

Pengumuman Lomba Menulis Nasional 2010

Start:     Mar 20, '10
End:     Jun 7, '10
Jakarta, 22 Februari 2010

Jakarta, ykai.net – Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia bekerjasama dengan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan UNICEF menyelenggaran Lomba Menulis Nasional untuk memperebutkan “Penghargaan KNPPPA, UNICEF dan YKAI untuk Penulis Muda Indonesia 2010”.

Lomba menulis nasional 2010 bertemakan “Realita Budaya di Mata Anak “.

Konsep budaya mengandung pengertian sebagai suatu sistem dan nilai-nilai yang berlaku di tengah-tengah masyarakat. Konsep ini secara luas mencakup sistem nilai dan keyakinan suatu komunitas yang mewarnai perilaku dan kegiatan warganya, cara atau kebiasaan kerja yang telah membudaya atau tertanam dalam satu komunitas, serta suatu pola tingkah laku masyarakat dalam komunitas (seperti pemikiran, tindakan, pembicaraan, ritual/upacara dan benda-benda).

Berbagai kondisi dan masalah ada di masyarakat, seperti : korupsi, kemiskinan, kekerasan, kenakalan remaja, anak gizi buruk, kasus Reog Ponorogo dan Tari Pendet, dst. Bagaimanakah kaitannya dengan budaya kita? Apa pendapatmu mengenai esensi sebuah budaya? Apakah ada bentuk perlindungan anak atau kekerasan dalam suatu budaya? Permasalahan budaya apa saja yang dihadapi bangsa kita?

Kamu bisa mengeksplorasi dan mengembangkan hal-hal di atas dalam bentuk tulisan.

Persyaratan:

- Peserta berusia 12-18 tahun (SMP/SMU/sederajat).

- Bentuk artikel, asli, panjang tulisan 4-7 halaman kertas A 4, huruf Arial 12pt dan spasi 1.5.

- Sertakan data diri : nama, keterangan sekolah, kelas dan usia (disertai fotocopi bukti diri : KTP/ Kartu Pelajar). Tuliskan alamat jelas dan nomor telepon yang bisa dihubungi. Cantumkan juga dari mana anda memperoleh informasi lomba.

- Tulisan dikirim ke : Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI)

Jalan Tebet Barat Dalam V/26, Jakarta Selatan – 12810.

Paling lambat 7 Juni 2010 (stempel pos).

- Pengumuman pemenang dapat dilihat di http://www.ykai.net pada minggu pertama bulan Juli 2010.

- Selain penyerahan Penghargaan Penulis Muda Indonesia 2010 bagi kategori SMP dan SMU, 20 naskah terbaik akan dibukukan, mendapatkan hadian menarik, dan mengikuti Creative Writing Workshop.

- Untuk informasi selengkapnya bisa menghubungi :Nomor Telepon : 021-98292335; 021-98282905;

021- 93810517, 0878-77379859 (Aya);

0812-9464364 (Yuyun);

0818-660654, 021-99832967 (Susan).

Fax : 021-8312694
Website : http://www.ykai.net

Email : lombamenulis_ykai@yahoo.com Alamat e-mail ini diproteksi dari spabot, silahkan aktifkan Javascript untuk melihatnya dan menulisnasional_ykai@yahoo.co.id


CLICK HERE

SAYEMBARA PENULISAN LAKON REALIS

Start:     Mar 20, '10
End:     Jun 30, '10
Dalam dua dekade terakhir panggung teater Indonesia mengalami kemerosotan drastis dalam kuantitas pementasan bergaya realis, seiring dengan semakin banyaknya kemunculan “teater tubuh”. Sejumlah pengamat pernah menyatakan bahwa dalam teater kita telah terjadi krisis aktor. Hal itu mengacu pada kenyataan bahwa tidak banyak aktor yang menunjukkan kepiawaian menghidupkan teks (dialog) dan membangun karakter. Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah kelangkaan lakon yang mengutamakan seni peran. Beberapa naskah jenis itu, yang sedikit jumlahnya, terlalu sering dipentaskan ulang tanpa menawarkan kesegaran. Sehubungan dengan itulah Komunitas Salihara menyelenggarakan Sayembara Penulisan Lakon Realis.

Syarat-Syarat:
1. Tema bebas.
2. Ditulis dalam bahasa Indonesia.
3. Memperhitungkan durasi pementasan, antara 1 sampai 1,5 jam.
4. Tidak berbentuk monolog dan dibuat untuk dimainkan oleh maksimal 5 (lima) karakter/tokoh.
5. Belum pernah dipentaskan/diterbitkan sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun.
6. Naskah diterima panitia paling lambat pada tanggal 30 Juni 2010.
7. Pementasan perdana naskah pemenang menjadi hak panitia.
8. Nama dan biodata pengarang ditulis pada lembar terpisah dari naskah.
9. Naskah dikirim rangkap 4 (empat) dalam amplop yang ditulisi “Sayembara Penulisan Lakon Realis” di pojok kiri atas, ke:

Komunitas Salihara
Jl. Salihara 16, Pasar Minggu
Jakarta Selatan 12520

Pemenang dan Hadiah:
1. Dewan Juri akan memilih 3 (tiga) finalis dan menentukan 1 (satu) lakon terbaik.
2. Pemenang akan diumumkan pada Festival Salihara, September 2010.
3. Lakon terbaik akan mendapatkan hadiah uang Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) dan dua lakon finalis lain masing-masing mendapat uang Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah); pajak ditanggung penerima hadiah.
4. Lakon terbaik akan dipentaskan untuk pertama kalinya di Teater Salihara sebagai produksi Komunitas Salihara.

Dewan Juri dan lain-lain:
1. Dewan Juri terdiri dari 3 orang: Iswadi Pratama (penulis lakon dan sutradara Teater Satu, Lampung), Zen Hae (penyair dan penulis cerita), dan Seno Joko Suyono (wartawan budaya Koran Tempo, pengamat seni pertunjukan).
2. Panitia (kurator dan seluruh karyawan Komunitas Salihara) dan anggota Dewan Juri dilarang mengikuti sayembara ini.
3. Keputusan Dewan Juri akan dipertanggungjawabkan pada saat pengumuman pemenang, dan tidak dapat diganggu-gugat.

Jakarta, 01 Januari 2010
Komunitas Salihara,
Panitia Sayembara Penulisan Lakon Realis


Click Here

Sabtu, 13 Maret 2010

Cintamani

Cintamani
Catatan Kaki-kaki [4]



"Bagaimana perasaanmu mengenai cinta yang kau pendam begitu lama?"
"Rasa merisaukan cinta itu sendirii dan tiada yang hendak kubagikan dalam kehidupan."
"Baiknya kau penuh harap kepada Sang Cintamani, manatahu ia akan berbaik hati untuk membuat kau dan dia merengkuh suatu harap dari ketiadaan yang begitu semu."
"Aku sudah terlalu banyak berharap. Kepada siapa lagi aku harus bersandar? Rasanya memang tiada asa yang dapat kutorehkan dan dapat kubagi."
"Ada kalanya belum menjadi saatnya, sesuatu harus dikatakan. Tapi dengan menegakkan hati sampai pada pancang tertinggi, di sanalah sudah kau tanamkan harapan penuh dengan air mata dan gelak tawa dari dirimu sendiri."






Catatan Kaki-kaki adalah serial 99 catatan dengan gaya bahasa komunikasi antar dua orang. Tulisan ini pernah dilabuhkan di blog lama saya dan pada akhirnya berlabuh juga pada blog ini. Tulisan yang ada di dalam serial ini tidak akan pernah dapat disamakan dengan cerpen karena karakter tulisannya yang terlalu sedikit. Di sini -dalam serial ini-, tidak akan pernah ditemukan narasi yang tidak dalam bentuk dialog.

Adalah Ibu, Adalah Ayah

Sepanjang perjalanan hari ini, aku melihat banyak sekali kejadian yang rupa-rupanya acap kali luput dari mataku. Adalah tentang kasih. Di mana terpatri antara anak dan orang tuanya. Aku tak tahu kalau itu menjadi suatu kewajiban atau tidak, tetapi aku merasa di sanalah tertera cinta yang sesungguhnya dari orang tua kepada anaknya.

Pagi tadi, sebelum ke markas di Jagakarsa, aku memperhatikan seorang ayah yang terus menggendong anaknya agar tidak lari ke mana-mana. Ya, kalau kau tahu ayah itu adalah seorang pengamen. Entahlah, kehadiran anak itu apakah menjadi sebuah visi dan misi atau tidak. Sang ayah menyanyi sambil menggandeng anaknya di dalam sebuah bus kota.

Kemudian, ketika menuju ke markas, lagi-lagi kulihat seorang ayah menjemput anaknya pulang sekolah dengan menggunakan angkutan umum. Dia membawa anaknya menyebrangi jalan dan membantunya naik ke dalam mobil.

Aku terengah. Ada kasih pada ayah, tiada henti...

Kemudian, ketika aku menuju pulang, aku melihat seorang ibu sedang sibuk menggendong anaknya walaupun di tangannya penuh dengan dokumen yang dia bawa. Anak itu tertidur di dalam gendongannya. Mereka melintasi jalan raya yang padat.

Lagi, seorang ibu hampir terjatuh ketika anak yang di dalam pelukannya bergerak membrutal setelah bangun dari tidurnya. Ibu itu menenangkan anaknya kembali dan sang anak lagi-lagi tertidur.

Aku terengah. Ada kasih pada ibu, tiada henti...

Hari ini aku belajar, ada kasih pada ayah dan ibu. Ah, aku rindu untuk bersenda gurau pada mereka.



Jakarta, 13 Maret 2010 | 21.53
AA. - dalam sebuah inisial

Kamis, 04 Maret 2010

Kepada Hujan

Kepada hujan,
sang mentari menjadi malu
kalau kau terpeleset dari awan

Kepada hujan,
ada doa dari anak pembawa payung
kalau kau terjatuh dari atas

Kepada hujan,
komposisi dalam kesamaan
tetaplah sebagai sosok yang tenang

Kepada hujan,
selalukah kau membawa yang kuiringkan
sementara jarak jauh yang terbentang

Kepada hujan,
ada kenangan dari jutaan mimpi
aku masih mengingatmu sebagai pertanda

Kepada hujan,
masihkah dapat kukenang wajah seseorang




Jakarta, 4 Maret 2010 | 20.51
AA - dalam sebuah inisial