Selasa, 29 Maret 2011

Kemampuan membaca itu sebuah rahmat. Kegemaran membaca; sebuah kebahagiaan. - Goenawan Mohamad

Andai Aku Tak Dapat Membaca

Bagaimana rasanya kalau kau tak mampu membaca?

aku pun tak tahu,
mungkin rasanya seperti seorang buta tanpa tongkat
mungkin rasanya seperti seorang nelayan tak tahu di mana laut
mungkin rasanya seperti seorang penjual tak tahu harga produknya
mungkin rasanya seperti seorang penulis yang kehilangan tangannya

Apa yang akan kau perbuat untuk membaca?

aku pun tak tahu,
mungkin aku akan seperti seorang pengembara yang akan menuju timur
mungkin aku akan seperti seorang murid yang harus banyak belajar
mungkin aku akan seperti seorang pengemis yang mengais-ngais akasara
mungkin aku akan seperti seorang pecinta yang harus lebih mengenalnya

Kalau kau benar-benar tak bisa membaca?

aku pun tak tahu,
mungkin seperti dokter yang gagal menyembuhkan pasien
mungkin seperti guru yang gagal mendidik murid
mungkin seperti presiden yang tak bisa mengayomi rakyat
mungkin seperti orangtua yang tak bisa menafkahi anaknya

Dan, kalau kau tak bisa membaca?

sekali lagi,
aku pun tak tahu,
mungkin aku akan mati




Jakarta, 29 Maret 2011 | 15.53
A.A. - dalam sebuah inisial

Éclair

Rating:★★★
Category:Books
Genre: Romance
Author:Prisca Primasari
Lima Orang, Empat Kota, Satu Kenikmatan: Éclair

Sesungguhnya, tak banyak orang yang tahu apa itu eclair. Seperti apa bentuknya dan apa rasanya tak banyak yang menyadari kalau kue tersebut adalah kue yang sangatlah pasaran di masa kini, termasuk Indonesia.
Eclair adalah kue kering yang berbentuk panjang, berisi krim pasta. Kalau kau tahu apa itu kue sus, bisalah kusebut Eclair ini adalah jelmaan versi panjangnya. Namun tak seperti kue sus, Eclair lebih garing untuk tekstur luarnya. Isinya bisa berupa buah kaleng, saus vla, whipped cream, atau es krim.

Eclair berasal dari abad kesembilan-belas yang menjadi salah satu ciri khas dari Prancis. Eclair pertama kali diciptakan oleh Marie-Antonin Careme, seorang koki terkenal dari Prancis, untuk royalti Prancis. ‘Eclair’ dalam bahasa Prancis sendiri berarti ‘petir’. Dinamakan demikian karena eclair selalu terlihat berkilau, terutama pertama kali dijual.

Aku tak mungkin juga hanya menceritakan apa dan sejarah Eclair. Cerita di atas hanya untuk membantumu mengerti kelak kalau kau tergoda untuk membacanya, biar kuungkap dulu rasa penasaranmu yang menggebu dari judulnya, barulah kemudian kau nikmati Eclair dalam bentuk kata-kata.
Prisca Primasari kembali bercerita tentang negeri di luar Indonesia. Aku tak tahu mengapa ia memilih negeri di luar daripada negerinya sendiri. Apakah negerinya sendiri itu tak ada yang bisa ia ceritakan sampai-sampai harus mengambil dari luar? Bagiku, ini sangatlah asing, termasuk meriset fakta-fakta. Meski fiksi, fakta tetap acuan dalam menuliskan cerita.

Bermula dari satu kota di Rusia yang bernama St. Petersburg, Prisca memulai tokoh Ekaterina Fyodorovna dan Sergei Valentinich yang akan melangsungkan pernikahan dua minggu lagi. Permasalahan yang terjadi adalah Stephanych menjadi penghalang pernikahan mereka. Stepanych yang sakit keras ingin berjumpa dengan teman-temannya dahulu. Sergei ingin menunda pernikahan mereka, tetapi Katya memaksa akan melangsungkannya. Katya akan mencari dua teman mereka yang hilang, Kay dan Lhiver.

Singkat cerita, Katya berangkat menuju New York untuk menemui Kay. Masalah runyam karena Kay yang seorang fotografer terlibat di dalam sebuah kasus pembunuhan Tantiana Andreyeva, seorang patissier terkenal. Membawa Kay ke Rusia untuk menemui Stephanych bukanlah hal yang mudah. Ia harus berurusan dengan pihak kepolisian, seluruh pegawai toko pisau garnish di kota itu, dan para pelanggannya.
Setelah masalah selesai, Katya menuju ke Surabaya. Tugasnya belum selesai. Ia harus meluluhkan hati Lhiver. Sayang, lagi-lagi bukanlah perkara yang mudah. Sergei, Katya, Kay, Lhiver, dan Stephancy memiliki tragedi yang tidak bisa terlupakan. Lhiver sudah menganggap persahabatan mereka berakhir sejak Aoife, anak angkat Lhiver, dan kedua orangtua Lhiver dan Kay meninggal.

Mungkin kau akan tercengang dengan gambaran cerita yang kuberikan. Apa urusannya eclair dengan hubungan kelima orang tersebut?
Aku tak punya hak untuk banyak bercerita untuk menjawab pertanyaan tersebut. Itu adalah hakmu untuk menemukan jawabannya bila hatimu penasaran dengan kelanjutan ceritanya. Bila aku menjawabnya, itu sudah di luar teritorialku lagi.

Aku suka dengan cara Prisca mendeskripsikan keadaan, mengelola cerita yang asing di tempat yang asing. Aku suka dengan cara Prisca memberikan kejutan-kejutan sederhana, memainkan watak-watak tokohnya. Aku suka dengan cara Prisca menggabungkan dua tema yang sederhana di dalam cerita yang sederhana dengan nuansa yang tak bisa dikatakan sederhana. Ia cukuplah spektakuler untuk berperan sebagai tuhan di dalam ceritanya, mengeksekusi tokoh-tokohnya, dan menentukan kehidupan para tokoh selanjutnya.

Aku suka bagaimana Katya membongkar siapa pembunuh dari Tantiana Andreyeva dengan berbagai macam motif yang tak lazim. Kupikir aku sedang menonton sebuah film detektif di dalam kata-kata. Aku suka bagaimana Katya berjuang meluluhkan hati Kay dan Lhiver agar mau kembali bersatu dengan cara yang unik. Kupikir lagi aku sedang menonton opera sabun yang luar biasa. Aku suka dengan misteri-misteri yang harus diungkapkan oleh Katya dan Sergei untuk menyelamatkan diri dari cengkraman musuh yang hendak membunuh mereka.

Eclair adalah latar belakang dari cerita ini. Kau akan tahu bagaimana caranya menyatukan sahabat-sahabatmu yang ada di mana, bagaimana cara mencintai di dalam kesejatian, dan mengelabui musuh yang paling keji sekali pun lewat eclair yang tersaji di dalamnya. Eclair seperti membuat sesuatu yang terlihat mustahil menjadi nyata. Mungkin Prisca sudah berhasil ‘menyatukan kembali beling yang pecah menjadi gelas yang utuh’.

Prisca juga sudah merawi sebuah cerita di mana persahabatan, kasih sayang, dan pesaudaraan terlihat begitu bernilai di antara segalanya. Itu yang diwujudkannya lewat Eclair.

Itulah gambaran Eclair bagiku. Entahlah bagimu seperti apa. Kuharap hatimu tergoda untuk membacanya, menyantap eclair dalam bentuk kata-kata, dan menikmatinya sampai kau merasa kenyang. Kemudian menutupnya dan ketika kau merasa lapar, sila nikmati lagi!

Tabik!




Jakarta, 27 Maret 2011 | 20.50
A.A. – dalam sebuah inisial

Kamis, 24 Maret 2011

Semua Bergerak untuk Sastra Indonesia

Start:     Mar 25, '11
End:     Apr 24, '11

Kalau pernah membaca esai Seno Gumira Ajidarma yang berjudul "Kehidupan Sastra dalam Pikiran", tentu kita akan disambut dengan satu kata pengantar yang mengena sekali.


"Ketika Jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara. Karena bila Jurnalisme bicara dengan fakta, sastra bicara dengan kebenaran."


Akhir-akhir ini, kita sering mendengar pemboman dengan buku yang secara tidak langsung melecehkan Sastra Indonesia. Kemudian kabar yang lebih tidak mengenakan lagi adalah Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin terancam ditutup karena kekurangan biaya. Belum lagi adanya pembakaran buku, pelarangan yang diam-diam masih terjadi, pembajakan yang marak, dan juga ada kabar yang lain yang mengancam Sastra Indonesia semakin lenyap.


Berangkat dari sana, bekerjasama dengan www.nulisbuku.com, proyek ini didedikasikan penuh untuk menyelamatkan Sastra Indonesia. Melalui proyek ini, kamu bebas mengungkapkan apa saja mulai dari cerpen, puisi, prosa, dan esai tentang simpati dan empati kamu untuk Sastra Indonesia.



Semua Bergerak untuk Sastra Indonesia



Karena kami sadar yang peduli bukan hanya kaum penyair, sastrawan, dan penulis dengan keberadaan Sastra Indonesia ini, pembaca sastra pun pasti peduli dan prihatin dengan keadaan ini. untuk itu semua orang bebas mengungkapkan apa pun. Didasari dengan cinta kepada Sastra Indonesia, kami berangkat untuk bergerak memulai semua ini dari tulisan yang akan diterbitkan oleh www.nulisbuku.com


Sastra Indonesia juga menjadi bagian dari seni Indonesia. Nah, kamu, tidak peduli yang muda dan yang tua, mari bergerak! Kami mengundang kamu untuk ambil bagian di dalam "Semua Bergerak untuk Sastra Indonesia".


 


Bagaimana caranya? Silakan baca di sini.


Dengan berkontribusi dalam proyek ini, kamu sudah menjadi bagian di dalam Solidaritas untuk PDS H.B. Jassin karena seluruh royalti penulis dari hasil penjualanan buku ini akan diberikan kepada Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin. Selain itu, kamu juga masuk ke dalam bagian Sastra Indonesia.



 


Kalau ada pertanyaan, silakan kunjungi di sini.


 


Selamat menulis! Satu naskahmu yang masuk, kamu sudah menjadi satu bagian di dalam Sastra Indonesia.


======================================================================================




Bagaimana bergabung di dalam proyek ini?


1.       Tentukan apa yang ingin kamu tulis. Boleh puisi, cerpen, prosa, dan esai. Tema yang diangkat adalah "Semua Bergerak untuk Sastra Indonesia".



2.       Download template dari nulisbuku.com di sini dan mulailah menulis. Times New Roman 12pts, spasi 1. Batas yang ditentukan adalah:



a.       Puisi: maksimal 4 halaman template.


b.      Cerpen: maksimal 8 halaman template.


c.       Prosa: maksimal 5 halaman template.



d.      Esai: maksimal 8 halaman template.


Kalau kamu tidak bisa mendownload-nya, sila kirim email ke untuk.sastra.indonesia@gmail.com dan akan kami kirimkan untuk kamu.



3.       Kirim karya kamu ke untuk.sastra.indonesia@gmail.com paling lambat hari Minggu, 24 April 2011, pukul 23.59. Subjeknya: [jenis yang kamu kirim]-judul naskahmu-nama kamu. Contoh: "[Puisi]-Demi Sastra, Demi Indonesia-Rita Lestari". Semua naskah harus di-attachment. Sertakan juga nama kamu, e-mail, blog dan akun Twitter dan Facebook-mu.



4.       Ajak teman-temanmu yang peduli dengan Sastra Indonesia untuk berpartisipasi dalam proyek ini!


5.       Naskah yang masuk akan di-update perminggunya di blog ini. Oh ya, kalau kamu juga ingin membuatkan desain kaver, silakan kontak kami di untuk.sastra.indonesia@gmail.com dengan subjek "Cover". Kami akan membalas suratmu secepatnya!



6.       Semua naskah yang masuk akan dibukukan dan tentunya juga akan diedit dahulu.


7.       Tidak ada batasan untuk mengirimkan naskah di dalam proyek ini. Semakin banyak, semakin jelas kalau kamu terlibat di dalamnya!



Nah, tunggu apa lagi! Buka Word-mu, menulislah! Senantiasa kami tunggu tulisanmu!

=====================================================================================




Kalau ada hal yang kurang jelas, kamu bisa menghubungi:


Twitter: @bergeraksastra


E-mail: untuk.sastra.indonesia@gmail.com dengan subjek "Tanya"

Rabu, 23 Maret 2011

Serigala yang gelisah itu hanya bisa termenung, meski ia bisa menjelajahi semesta tanpa amarahnya.

Jadilah Lautan, Jadilah Kobaran Api

melawan NICA
bukanlah sebuah cita-cita
tapi kewajiban
kau harus lakukan itu

bakar gudang itu
lekas ledakan mesiu itu

bakar
ledak

bumi hanguskan semua!
biar NICA pun ikut hangus
meski Toha dan Ramdan harus mati
tetapi ia pahlawan sejati


:::: 24 maret '46-'11, Bandoeng Djadi Laoetan Api


Jayakarta, 24 Maret 2011 | 7.42
A.A. - dalam sebuah inisial

Semua Bergerak untuk Sastra Indonesia

http://untuksastraindonesia.wordpress.com/
Mari dukung terus literasi Indonesia dengan menulis di "Semua Bergerak untuk Sastra Indonesia"!

Jumat, 18 Maret 2011

Pusat Dokumentasi Sastra H. B. Jassin Terancam Gulung Tikar

Keberadaan Pusat Dokumentasi Sastra H. B. Jassin di Taman Ismail Marzuki terancam tutup setelah pemerintah memutuskan untuk mengurangi subsidi. Dana yang dialokasikan selama ini Rp 300 juta pertahun dikurangi sejak tahun yang lalu menjadi Rp 164 juta pertahun. Januari ini keluar SK baru Pemda DKI hanya memberi Rp 50 juta per tahun.


Berikut saya kutip tulisan Sitok Srengenge lewat Twitternya mengenai keberadaan PDS H. B. Jassin.


1. Sejak kemarin saya menerima kabar sedih ini: Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin terancam ditutup karena kekurangan dana. #PDS

2. Patut diketahui bahwa #PSD adalah aset nasional yang berharga karena merupakan pengarsipan sastra Indonesia paling lengkap.

3. Dirintis oleh HB Jassin, dengan dana pribadi yang terbatas, sejak tahun 1930-an, #PDS dibuka sebagai sarana publik.

4. Atas bantuan Gubernur DKI Ali Sadikin #PDS bisa menempati sebagian gedung di kompleks Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta.

5. Pada 1976 dibentuk Yayasan Dokumentasi Sastra HB Jassin sebagai penanggung jawab pengelolaan "harta karun" itu. #PDS

6. Selain tergantung pada subsidi Pemda DKI, #PDS berharap mendapat sumbangan dana dari pihak lain.

7. Pada 2006 #PDS telah mengoleksi 48.876 dokumen sastra berupa fiksi, nonfiksi, drama, biografi, foto pengarang, kliping, makalah, dll.

8. Sebagai sarana publik #PDS melayani siapa saja yang membutuhkan informasi seputar dunia sastra.

9. Tersedia ruang baca bagi pengunjung yang ingin membaca di tempat dan mesin foto untuk penggandaan naskah.

10. Para pengelola #PDS yang saya kenal adalah pribadi-pribadi yang ramah, loyal, penuh dedikasi, meski gaji mereka sangat sedikit.

11. Sering kali gaji yang kecil itu telat dibayar dan tumpukan kliping telat dikerjakan karena dana bantuan yang tak lancar. #PDS

12. Yang memprihatinkan: begitu banyak naskah berharga terpaksa dirawat secara sederhana dan manual. #PDS

13. Dokumen penting itu tentu akan lebih aman jika misalnya disimpan dalam mikrofilm, tapi jelas itu butuh biaya besar. #PDS

14. Mei 2006 Kompas pernah menulis: #PDS dibutuhkan dana sekitar Rp 3 miliar. Tidak banyak jika kita menyadari betapa penting kekayaannya.

15. Pusat data dan arsip seperti #PDS jelas tidak mungkin hidup mandiri karena sifatnya yang tak komersial. Ia mutlak perlu subsidi.

16. Mempertahankan #PDS berarti mempertahankan sebagian sejarah dan kebudayaan bangsa. Kandungannya tak terbatas pada sastra & bahasa.

17. Kabar terakhir: subsidi dari pemerintah makin dikurangi. Pemerintah agaknya tak menyadari pentingnya memelihara aset #PDS ini.

18. Akibat kurangnya subsidi itu, yang bahkan tak cukup untuk bayar listrik dan pemeliharaan fasilitas, #PDS hampir tak mungkin bertahan.

19. Jika #PDS tutup, bukan hanya peneliti dan mahasiswa sastra yang kehilangan. Generasi mendatang tak bisa baca sejarah sastra bangsanya.

20. Para pejabat mungkin tak peduli jika aset bangsa #PDS itu lenyap. Tapi, ayolah, cari jalan keluar. Ayo, jangan diam.

21. Relakah kita jika aset intelektual bangsa #PDS ini mati karena pemerintah kurang peduli? Relakah kita jika aset itu dibeli bangsa asing?

22. Beberapa teman menggagas #koinsastra untuk penyelamatan #PDS. Ayo dukung, tunjukkan bahwa kita peduli.

22. Sejumlah teman berniat membantu cari dana. Jika digabung dengan hasil penggalangan #koinsastra yakinlah #PDS bisa kita selamatkan.



Sila baca di http://twitter.com/#!/1Srengenge

Selamatkan PDS H. B. Jassin!

(Cerita-Cerita ) Dari Luar Jendela

Rating:★★★
Category:Books
Genre: Literature & Fiction
Author:Maestaccato
Apa makna jendela bagi seseorang? Mungkin jendela hanyalah sebuah jendela. Celah kecil yang melekat di tembok yang sering terabaikan fungsinya yang sangatlah besar. Bagi saya, jendela memiliki dua fungsi: ventilator dan memandang dunia. Untuk yang pertama, tentu semua orang tahu apa itu ventilator. Yang kedua, bagaimana bisa memandang dunia lewat jendela?
Ini adalah sebuah cerita.

Saya memulainya dengan sebuah cerita dari sebuah jendela. Saat ini saya sedang berada di samping jendela sebuah kedai kopi. Menunggu seseorang. Dengan laptop yang ada di meja, dua buku yang akan menjadi pembahasan bagi kami, dan pandangan di balik sebuah jendela. Ah, ada apa di sana dengan pandangan dunia?

Pernah Anda bayangkan bila saat ini saya duduk di kedai kopi yang hanya bertembokkan beton? Hanya menghadapi laptop saja? Akankah cerita ini ada? Cerita saya menyaksikan seorang anak kecil berlari mengejar orangtuanya dan terjatuh. Cerita saya yang menyaksikan seseorang yang sedang kebingungan menunggu mobil pribadinya yang datang ke lobby. Cerita saya yang menyaksikan kedatangan teman saya yang sudah berada di luar kedai kopi.

13 cerpen Maestaccato yang renyah, sederhana, dan dikemas dengan tata bahasa yang ringan. Seorang penulis muda yang tak perlu menggunakan kata-kata yang rumit, membuat seseorang mengerutkan dahi, dan berpikir sambil berujar ‘maksud lo?’.

Caranya menghargai keberagaman, menghargai dunia mudanya, dan menjadi diri sendiri di zaman globalisasi. Itu yang diangkat Mae lewat cerpen-cerpennya. Bahkan satu cerpen yang sempat menghenyakkan saya yaitu “Mencari Buronan” yang tak segan-segan Mae ucapkan Tuhan sebagai buronan. Di antara ceritanya yang jenaka tersebut, saya langsung berpikir benarkah Tuhan adalah buronan yang kita cari selama ini? Mencari Tuhan.

Cerita “Berani Suci” yang dirawinya dengan sederhana dan ‘ngena’ banget sampai ke ujungnya. Di sana ia menceritakan seorang Ryu kecil yang ingin sesuatu seperti orang-orang mewah pada umumnya, namun ia tak bisa. Di antara idealisme terhadap bangsa dan rasa nasionalis, Mae menuliskan suatu pesan di sana.

Ya, Mae selalu meninggalkan sebuah pesan di sebuah cerpennya. Di kala kita mengakhiri sebuah cerpennya, kita mendapatkan sebuah pesan yang terukir di dalamnya.

Saya merasa Mae terlalu cepat dalam mengakhiri di beberapa cerpennya sehingga pembaca dapat mengetahui epilognya sebelum Mae menghentakkan pola pikir pembaca. Seperti di dalam cerpen “Catatan Mati” di mana Mae bisa lebih meluaskan dan meliarkan kata-kata yang harusnya ada.

Nah Mae, kalau kau tersesat di sini, membaca tulisanku tentang bukumu, aku hanturkan terima kasih atas cerita di balik jendelamu. Semoga di luar jendela tetap menginspirasimu untuk memandang dunia lebih jauh dan menuliskannya di dalam jendela.

Tabik!

Kamis, 17 Maret 2011

Titip Tanya Kepada Tuhan

kepada pak pos yang sering kujumpa ketika aku hendak mengirim surat
tolong sampaikan kepada Tuhan, kalau bapak ketemu denganNya di jalan:
apa Tuhan pernah meminta dibela untuk menjadi menang?

kepada pak supir bus kota yang sering kujumpa kala aku berangkat ke luar kota
sampaikan tanyaku kepada Tuhan, kalau bapak berjumpa denganNya di suatu kota:
dengan cara apa aku harus membela Tuhan jika Tuhan meminta dibela?

kepada pak masinis yang sering kujumpa saat aku hendak menghabiskan waktu di kereta
tolong sampaikan tanyaku kepada Tuhan, kalau bapak ketemu denganNya di lorong kereta:
mengapa Tuhan harus dibela dengan cara yang seperti itu?

kepada pak dokter yang sering kujumpa saat aku butuh obat anti rasa sakit
sampaikan tanyaku kepada Tuhan, kalau Tuhan menjadi pasienmu:
apakah Tuhan pernah mengajarkan umatNya untuk membela dengan amunisi?

kepada pak guru yang sering kujumpa kala aku butuh bantuan ilmu
sampaikan tanyaku kepada Tuhan, kalau bapak pergi berguru lagi kepada Tuhan:
kalau Tuhan tak perlu dibela, mengapa mereka membelaMu, Tuhan?

kepada pak loper yang selalu kutemui setiap pagi menyambut koranmu
titip tanyaku kepada Tuhan, kalau pagi ini kamu mengantar koran ke muka rumah Tuhan:
mengapa mereka membelaMu dengan mengorbankan nyawa sesama ciptaanMu?

kepada pak penjual bubur yang kunantikan dengan semangkuk bubur panas mengepul
sampaikan tanyaku kepada Tuhan, kalau pagi ini Tuhan membeli semangkuk buburmu:
lalu mengapa Tuhan cuma bisa menonton saja, apa Tuhan menghargai keragaman seperti itu juga?

kepada pak pelayan kafe yang sering kutemui ketika aku hendak memesan minum
sampaikan tanyaku kepada Tuhan, kalau Tuhan sedang ngopi di sini:
apa Tuhan sudah baca koran pagi kalau lagi-lagi ada bom, pembakaran rumah ibadah, pelarangan untuk berdoa kepadaMu, dan lagi-lagi nama Tuhan digunakan?

ah, untuk yang satu ini, biar aku yang menyampaikan kepada Tuhan sendiri
kalau aku menemuinya di sebuah tempat yang teduh dan ingin bermanja denganNya:

apa Tuhan tahu ada banyak cara untuk menyembah Sang Pencipta dan apa Tuhan pernah menolak doa-doa mereka dari segala macam keragaman tersebut?





Jakarta, 18 Maret 2011 | 04.26
A.A. - dalam sebuah inisial

Senin, 14 Maret 2011

Surat Kepada G

Pro G,



Aku tahu,
Di dalam sebuah pertemuan akan menjumpai sebuah perpisahan. Entah kapan, pasti akan ada saatnya. Seperti bus yang selalu melaju dari kota ke kota, ia akan mencari tempat persinggahannya untuk berhenti dan juga kembali. Hari ini kita kembali seperti setahun lalu lagi 'kan?

Esok,
adalah masa di mana aku tidak lagi menjumpai engkau. Bukan tidak lagi mengenal engkau. Ada satu fase di mana kita memang dipertemukan dengan bahagia, harusnya diceraikan juga dengan bahagia. Tak ada perpisahan yang membahagiakan, katamu. Meski kuinsafi saja bahwa memang aku tidak bisa menjadi orang yang bahagia dengan kehadiran perpisahan.

Berpisah denganmu.

Kehilangan adalah satu cabikan yang begitu perih. Namun tanpa kehadirannya, toh, hidup juga tidak akan berwarna. Ia menjadi salah satu warna pelangi yang berkelindan di kehidupan kita. Apa kau akan merasakan hal yang sama seperti yang kurasa?

Terima kasih untuk kesetiaan yang pernah kau berikan. Terima kasih untuk kesempatan yang tak bisa dan tak sama yang diberikan kepadaku dengan orang lain darimu. Terima kasih karena aku boleh mengenal dan menjadi bagian darimu. Untuk sebuah persahabatan dan totalitas, ribuan terima kasih tak terbayar untukmu.

Esok akan datang, tapi akankah ia sama? Aku yakin sangatlah berbeda. Tak ada aktivitas lagi di antara kita yang benar-benar membuat kita menjadi hidup dengan rasa percaya.

Hari ini kita berpisah.

Itu saja yang aku ketahui. Setahun mengenalmu, menjadi bagian darimu. Semoga kamu tidak pernah menyesal dengan sebuah pertemuan denganku. Aku pun percaya, akan ada orang yang lebih baik daripadaku esok.

Aku tidak memintamu untuk tetap ada, tetap menjadi teman seperjalanan. Hidup adalah improvisasi yang berujung dengan mati. Aku akan mengenal orang lain di dalam hidup ini, tentu juga dengan kamu. Meski semua memerlukan lagi adaptasi, memerlukan waktu untuk bisa saling memahami dan saling belajar. Di dalam perjalanan, kita akan menemukan banyak perbedaan yang pernah kita kenal dari seorang sebelumnya. Untuk itu, perpisahan tentu akan ada. Kehilangan akan datang. Dan aku tidak berharap kamu tetap ada di sini. Kita perlu belajar dari orang lain jua.

Kini, aku dan kamu akan berpisah,
hari ini kita berpisah tanpa syarat apa pun, tak perlu pertanda dan firasat apa pun.

Dan untuk semua yang pernah diberi,
terima kasih untuk semua totalitas dan inilah apologiku bila aku pernah mengoyakkan hatimu.







Jakarta, 15 Maret 2022 | 8.03
A.A. - dalam sebuah inisial



Selasa, 08 Maret 2011

Rela Merelakan

Kadang tak semua yang kita inginkan harus menjadi milik kita. Ada kalanya ia memang harus kita perjuangkan sampai kita dapatkan dan menjadi milik kita sampai mati. Ada kalanya pula ia diperjuangkan dan kita dapatkan, tapi ia pergi. Namun yang paling tragis, ia sudah kita perjuangkan sampai ujung, tapi ia tak pernah bisa menjadi milik kita.

Mencintai seseorang adalah soal keberanian. Kau harus berani menunjukkan totalitas sayangmu kepada ia yang pernah kau puja atau kau hanya cukup berani diam, menyimpannya seorang diri di dalam pikiran dan anganmu. Mungkin kau hanya berani mencintainya dengan diam-diam. Tetapi saat ia telah pergi, kau tahu bahwa semua sudah sangat terlambat. Sudah terlambat untuk kau katakan bahwa kau pernah mencintainya.

Saat kita telah siap mencintai sesuatu, tentu kita harus siap dengan segala kondisi: menerima dan merelakan. Kau tak cukup hanya dengan menerima tapi kau tak pernah menginginkan merelakan apa yang harusnya kau lepaskan. Cabikan karena kau tak sanggup merelakan jauh lebih sakit dan akan membuatmu lebih berdarah-darah.

Bahwa sejatinya cinta adalah soal pembelajaran. Kau akan belajar untuk menjadi setia dengan ketetapan-ketetapan yang diajukan kepadamu. Kau akan belajar untuk tumbuh menjadi seorang yang dewasa karena keberadaannya. Kau akan belajar bagaimana berbagi dan mengenal lebih dekat seseorang. Atau pula kau harus belajar merelakan mereka yang tak bisa menjadi seutuhnya dimiliki olehmu.

Kadang pula, kau akan melihatnya berbahagia. Tapi bukan bersamamu. Ia pergi bersama dengan orang lain yang tak pernah kau sangka. Di saat itu, kau akan mendoakannya dan senyummu akan semakin tersungging lebar bahwa kau tahu kau sudah bisa merelakannya yang bukan menjadi milikmu. Atau mungkin kau menyesali karena kau hanya mampu mencintainya dalam sunyi.

Tapi percuma saja bila kau hanya sanggup mendiamkan ia berbahagia tapi hatimu tercambuk bila kau tak bisa melihatnya berbahagia.

Seorang yang mencintai dalam sunyi hanya bisa menerima keadaan tanpa bisa mengubahnya. Membiarkannya terus berjalan demikian adanya. Kau hanya bisa berdoa agar ada sesuatu yang akan berubah daripadanya, meski pun itu tak akan bisa terjadi dalam sekedipan mata. Kau hanya bisa berharap dan berharap. Dan pada akhirnya kau akan menyadari bahwa kau pernah memberikan yang paling terbaik kepadanya: harapan untuknya. Tapi itu tak tampak.

Seseorang bisa dengan mudah jatuh cinta, tapi bisa juga dengan mudah melupakannya seperti air yang menguap bila dipanaskan. Atau sebaliknya, seseorang sulit untuk jatuh cinta tapi ketika harus melepaskannya, ia sudah seperti besi yang disatukan dengan las.

Dan semua itu kembali kepada pilihanmu: kau memperjuangkannya atau kau merelakannya karena kau hanya bisa jatuh cinta dengan sunyimu sendiri. Kau cuma mampu berkata cinta kepada dirimu sendiri, bukan kepada yang harusnya kau layangkan suratan cinta itu.

Boleh saja kita bermimpi bahwa ia akan jatuh hati kepada kita. Tapi kau hanya akan mampu mendengar suaranya, tanpa sanggup membalasnya. Melihatnya bergandeng tangan, tapi bukan tanganmu yang ia genggam. Menaruh rasa perhatiannya, tapi bukan kepadamu. Cinta itu pun butuh hal yang realitis dan melogika dengan akal sehat. Bukan hanya dengan soal perasaan.

Dengan menyimpan cerita cintamu rapat-rapat, kau telah mencintainya. Dengan menyembunyikan rahasia cinta kepadanya, kau sudah merelakannya berbahagia. Dengan memeluknya di dalam kehampaan, kau sudah berusaha mencintainya dengan cara yang lain dan memberikannya kebahagiaan. Merelakannya untuk menjadi bahagia.

Dengan merelakannya, kau sudah mencintainya dengan cara yang tak biasa. Dengan cara yang luar biasa yang pernah diberikan seseorang yang pernah dicintainya.

Jakarta, 8 Maret 2011 | 1.14
A.A. – dalam sebuah inisial

Selasa, 01 Maret 2011

Hujan Desember

1 Desember

terkadang desember ingin bercerita
tentang seorang insan yang berjalan
dalam kesendiriannya
diacuhkan, seperti ditiadakan

11 Desember

ia berjalan seorang diri
katanya: saya ingin jatuh cinta
tapi kepada siapa
saya cuma seperti anyaman yang asing


21 Desember

rasa letih memuncak
ia insafi menjadi sendiri
adalah hal yang menyakitkan
meski ia sudah belajar untuk jatuh cinta

31 Desember

langit tidak muak padanya
simpul berjangkar di angkasa menunggunya
teh tak lagi diseruputnya
ia tidak pernah tahu

: hujan desember yang pernah memeluknya





Jakarta, 2 Maret 2011 | 15.40
A.A. - dalam sebuah inisial