Jumat, 27 April 2012

Hari Ini, Seribu Tahun yang Lalu

mungkin alam tercipta dengan caranya yang dahsyat
dengan misteri yang tak seorang manusia pun mengerti
betapa kelamnya dunia tanpa hiruk-pikuk
atau ditemukan cara yang menarik mengisi kekosongan

andai nenek moyangku masih hidup
mungkin kini akan diceritakannya tentang kehidupan
yang sering diceritakan dalam dongeng-dongeng
diantarkannya aku dalam tidur kepada mimpi-mimpi
agar ada dunia baru tercipta dari kata-kata

manusia kini hanya mengerti tentang ramai
udara yang benar-benar tak terlihat hampir tak lagi ada
kupercaya nenekku akan bercerita betapa mudahnya ia menemukan
hanya cukup membuka jendela rumah dari atas pohon
diberikan hadiah pula oleh pagi dengan riuh cicit burung
berlomba mengisi suara pagi yang masih mengenal dingin

kalau nenekku bercerita tentang apa yang ada
di seribu tahun yang lalu
aku percaya, sekarang aku sedang tertidur
sembari mengigit jariku
karena iri yang begitu tinggi, iri yang ada di hati
untuk dunia yang masih mengenal hal-hal baik



Bandung, 27 April 2012 | 19.19
A.A.- dalam sebuah inisial

*) Ah, betapa baiknya waktu itu. Ia menunjukkan apa yang terjadi saat ini, apa yang aku rasakan sekarang, memberikan pertanda akan umur dan usia.

Rabu, 25 April 2012

Nocturnal

pabrik kata-kata memulai produksi ketika malam menjelang
buruh-buruh mulai bekerja
mesin-mesin menyala
asap pun mengepul tinggi

pabrik kata-kata mulai sibuk dengan setiap kata yang keluar
disusunnya dengan komposisi huruf
dirapikan dengan tanda baca
ditata di dalam paragraf

pabrik kata-kata bersiap mendistribusikan kata yang telah terproduksi
dibungkusnya rapi di dalam plastik esai
dimasukkannya ke dalam kotak cerita
disiapkannya untuk diberangkatkan kepada pembaca

kemudian, pagi menjelang, pabrik pun merasakan lelah
mesin-mesin dimatikan
buruh-buruh pulang
asap pun tak terlihat lagi

dan, setiap kata yang tercipta telah memilih pelanggannya sendiri, yakni pembaca


Bandung, 25 April 2012 | 23.34
A.A. - dalam sebuah inisial

Selasa, 17 April 2012

Perjalanan ke Atap Dunia

Rating:★★★
Category:Books
Genre: Travel
Author:Daniel Mahendra
Hai Om Daniel,

Entah mengapa baru kusadari aku memanggilmu dengan sebutan 'om' setelah beberapa kawanku bertanya,"kok lo manggilnya 'om'?" Kujawab saja pertanyaan itu dengan seloroh asal,"lupa ceritanya" untuk menghindari jawaban yang harus kubuat-buat. Sesungguhnya memang aku tidak tahu jawabannya. Tapi, izinkanlah aku memanggilmu dengan sebutan itu.

Akhirnya, setelah sekian lama ditunggu, Perjalanan ke Atap Dunia ini pun terbit. Kuhabiskan dalam waktu tiga hari di mana saja. Di kamar, di kampus, di kedai kopi, sampai di tempatmu meresmikan kelahiran anakmu ini. Lantas, ketika aku menutup buku ini di sebuah kedai kopi, aku tetiba teringat dengan pernah kulakukan dan ingin kulakukan.

Menjelang akhir tahun 2009, selepas turun dari Gunung Bundar, aku dan beberapa kawan seperjalanan lain langsung disambut hujan lebat. Memang benar, Desember begitu kelabu dan sendu sendiri. Alhasil pakaian kami basah kuyup ditangisi oleh langit. Tetapi aku tidak pernah bisa memungkiri rasa gembira yang selalu ada di dalam hatiku ketika bisa naik pula bisa kembali turun dari gunung. Di bawah kaki gunung tersebut, basecamp kami berada. Lekaslah aku dan kawan seperjalananku memasuki tenda.

"Gunung Bundar sudah! What's next?" tanya seorang kawanku.
"Gunung Semeru! Cartenz Pyramid! Atau kita langsung berangkat ke Everest?" jawabku asal.
"Hueh! Ongkosin sih boleh."
"Kalau ke Cartenz, gue gak mau pulang," ujarku sembari tertawa.

Beberapa kawanku tahu apa yang selalu kucita-citakan. Aku ingin ke Papua. Ingin kudaki seluruh puncak yang ada di Pegunungan Jaya. Ingin kudaki Puncak Sudirman, Puncak Sukarno, Puncak Cartenz Pyramid.

Siapa nyana, sampai kini, Gunung Bundar itulah pendakian terakhirku. Kesibukan yang melanda di daratan lebih mendominasi. Bahkan di waktu liburku, aku harus mengerjakan apa yang tertunda. Tak ada lagi waktu yang cukup bagiku untuk mendaki gunung. Kerinduan itu selalu menggebu ketika aku melihat foto-foto pendakian atau tetiba teringat dengan deru tronton atau bertemu dengan backpack-ku yang selalu menanti di rumah untuk kuajak berkelana.

Tapi percayalah, mimpiku untuk menginjakkan kaki ke Cartenz masih begitu liar. Buas! Aku masih ingin ke sana. Kalau perlu menghabiskan sisa hidup di sana pun, bukanlah masalah besar bagiku. Sebuah kebahagiaan adalah ketika apa yang kita inginkan tercapai.

Om Daniel,

Perjalanan ke Tibet tentu pernah pula menjadi impianku dan sampai kini masih menjadi harapanku. Suatu ketika, aku pun akan menginjakkan kakiku ke sana. Meninggalkan bekas sepatuku di setiap jalannya. Mungkin pula ketika aku pulang, aku sudah membawa setumpuk rekaman perjalananku untuk didokumentasikan dalam bentuk apa. Bisa sama sepertimu, bisa juga tidak.

Petualangan adalah candu, begitu kata Bubin Lantang. Sesungguhnya aku sangat bahagia menjadi insan muda yang pernah berkeliling Pulau Jawa sampai Bali. Aku pernah merasakan bagaimana duduk di kursi pesawat, menghabiskan malam di dalam bus, merasakan getar gerbong kereta yang membawaku, digoncang ombak ketika menaiki perahu. Aveline muda pernah merasakan itu.

Maka, dari banyaknya orang yang pernah menginjakkan kakinya di Tibet, mereka semua pun tentu pasti pernah bermimpi suatu ketika akan berada di Potala, hinggap di kaki Gunung Everest, atau pula akan mendaratkan dirinya sampai ke puncak yang akan membuatnya menjadi manusia tertinggi di dunia. Kau pernah memimpikannya bukan? Aku pun demikian. Mungkin, di luar sana akan ada seribu atau sejuta atau lebih umat manusia yang menginginkannya mendaratkan di Tibet. Kau adalah salah satu yang beruntung.

Perjalanan dimulai ketika mendarat di Thailand, kemudian sampai ke Chengdu, dan pada akhirnya Rooftop of The World. Mengelilingi Nepal sebagai bonusnya dan bertemu dengan teman-teman seperjalanan tanpa pernah diduga.

Ah, aku pernah merasakannya seperti itu meski di tempat yang berbeda, Om. Bertemu dengan orang-orang yang tak pernah kuduga, apa yang akan terjadi di perjalanan, sampai kepada kehabisan uang di tengah jalan. Ha! Kehidupan sesungguhnya memang ada ketika kita berani keluar dari rumah dan mengeksplorasi diri kita seluas-luasnya.

Om Daniel,

Perjalanan adalah sebuah skenario film yang bisa berubah kapan saja tanpa pernah kita kehendaki. Tapi di sanalah letak serunya untuk menjalani hidup seluas-luasnya. Akanlah sangat memalukan bila aku hanya pandai secara intelektual semata, tetapi kepekaanku terhadap dunia sekitar sungguh mati. Perjalanan adalah sekolah yang paling dekat kepada kenyataan hidup. Di sana, kita diajarkan menjadi manusia sejati. Manusia yang tidak manja, manusia yang tidak cengeng, dan manusia yang bisa tersentuh dengan panasnya aspal, dinginnya malam, atau penuh tamparan debu di sepanjang perjalanan.

Ketika keinginan telah tercapai dan kita telah berada di sana, semua menjadi selesai dan berhenti seketika. Terkadang proses untuk mencapai sesuatu acap kali jauh lebih bermakna ketimbang tujuan itu sendiri. - hal 114

Setiap orang harus berani bermimpi karena mimpi itulah yang akan membawanya kepada hari-hari yang lebih diharapkan pada masa lalu. Aku selalu berani untuk tetap bermimpi dan selalu berjuang untuk mewujudkan mimpi-mimpiku dengan berbagai macam caranya tersebut. Benar apa yang dikatakan oleh kakekku, orang-orang muda harus berani bermimpi dan berani juga untuk merealisasikannya. Modal kehidupan nomor wahid adalah bermimpi sebagai tujuan ke mana kelak kita akan melangkah ke depannya.

Om Daniel,

Jangan pernah berhenti bermimpi. Jangan pernah berhenti berbagi. Jangan pernah merasa lelah untuk tetap mengejawantahkan segala mimpi-mimpimu. Dari sanalah, kehidupan selalu bermuara dengan caranya yang dahsyat dan tidak pernah terduga.



Jabat erat selalu,


Bandung, 17 April 2012 | 20.59
A.A. - dalam sebuah inisial




PS: Kalau bukunya cetak ulang, mau ah melamar jadi penyelaras aksaranya. :p

Minggu, 15 April 2012

Perihal: Menunggu Pagi

G,
Begitulah keseharianku: menunggu pagi. Pagi yang utuh bagiku adalah pagi dengan matahari yang ada di langit, dingin yang menusuk-nusuk, dan embun yang masih bersandar mesra di dedaunan. Pagiku sempurna karena setangkup roti dan secangkir kopi tersedia lagi. Pagiku manis karena suara burung yang membangunkanku dengan perlahan. Pagiku indah karena aku bangun kembali untuk menunaikan tugas yang tak pernah usai. Aku tak lantas mengeluh, bukan keinginanku pula untuk hal itu.

Menunggu pagi adalah menunggu dengan baik, mengajarkan sabar kepadaku sampai tiba waktunya.



Bandung, 16 April 2012 | 04.18
A.A. - dalam sebuah inisial

Senin, 09 April 2012

Waktu di Antara Kenyataan

G yang baik,
Pada akhirnya aku memilih untuk mengikuti kenyataan, entah seburuk dan semanis apa. Entah seperih dan segembira mana. Entah sejauh dan sedekat apa. Aku telah memilih untuk menjadi seseorang yang memiliki langkah ke mana harus berjalan di antara kesendirian dan keramaian; mengikuti waktu di antara kenyataan yang tidak lagi dapat ditolak.

Penyangkalan memang bisa membuat kita merasakan sakit sendiri. Lari daripada kenyataan bisa meruntuhkan jati diri yang penuh akan kebimbangan dan penolakan hanya akan membuat kita berpendar pada cahaya yang tidak membutuhkan kita.

G yang baik,
Senantiasa aku memilih langkahku sebagai awal dari hidup yang pasti bisa lebih banyak berharap. Harapanlah yang memberi kita porsi lebih untuk berani menghadapi kenyataan, sepahit apa pun itu.

Doaku selalu,

A.A.



Bandung, 10 April 2012 | 05.58
A.A. - dalam sebuah inisial

Jumat, 06 April 2012

19.56

entah apa yang menarik dengan angka itu
aku sendiri tidak tahu, tapi aku bergetar
di dalam diam hari ini, kelu bibir
aku menjadi enggan untuk berbicara lebih

kukatakan kepada kawanku tentang digit itu
katanya, ah, sekadar perasaanmu yang bisu
ada pula yang mengatakan hanya menit yang berlalu
tapi tubuhku bergetar ketika aku tahu apa yang ada

kata seorang kepadaku di dalam perjalanan
semakin dewasa, kita semakin takut akan kehilangan
kini aku percaya, sungguh kata-kata itu tak kusangkal
bahkan waktu yang akan berlalu pun aku takut kehilangannya

entah, aku merasa ada yang tidak biasa
dan entah apa pun itu, aku takut dengan kehilangan
seperti manusia dewasa lainnya
atau pula, aku takut untuk kehilangan masa kecil



Jakarta, 6 April 2012 | 20.02
A.A. - dalam sebuah inisial

Kamis, 05 April 2012

Menunggu Pagi

Menunggu kehilangan malam
Kehilangan gelap yang paling gelap

Menunggu kedatangan pagi
Kedatangan terang yang paling terang

Ada yang datang dan pergi
Seperti apa pun yang telah ada di dunia

Untuk berakhir