Jumat, 29 Juli 2011

Perihal: Pamit

: Berlianevie Harjan


Ini sudah kuinsafi sejak lama bahwa suatu hari nanti kita memang akan memilih, menempuh, dan menikmati jalan kita sendiri-sendiri. Bahwa yang hanya bisa kita kenang adalah kenangan yang masih tersimpan rapi di dalam mozaik pikiran kita. Ada jalan di mana kita harus berpisah untuk bertemu lagi di suatu ketika. Mungkin di Puncak Everest, di Pegunungan Alpen, di Samudra Atlantik, di Laut Baltik, atau di jalur Gaza. Mungkin. Atau kemungkinan yang bisa terjadi adalah kita tidak pernah bertemu lagi.


Aku tahu, ini adalah soal melepas yang memang harus dilepas. Kehilangan memang sudah tidak bisa dipungkiri dan tak seorang pun mampu untuk menolaknya. Sejak kecil, kita sudah dididik untuk menerima kehilangan itu menjadi suatu hal yang lumrah, tetapi semakin bertumbuh dewasa, kita semakin mengerti bahwa kehilangan adalah hal yang begitu menyakitkan. Kita tidak bisa menerima lagi kehilangan itu sebagai hal yang biasa, tetapi juga bukan hal yang spesial. Justru itu, kita lebih memilih membenci apa yang dinamakan dengan kehilangan.


Waktu pun tidak memiliki hak apa pun untuk mengubah yang telah ada. Kehilangan adalah kehilangan, apa pun namanya, bagaimana bentuknya, seperti apa caranya, di mana, kapan, atau mengapa harus ada, ia akan tetap berwujud kehilangan. Itulah yang pernah dan akan kita rasakan: kesepian dan saling rindu di dunia yang beribu-ribu jarak yang memisahkan.


Di musim panas dan hujan, aku pun tahu, kita pernah mencipta kenangan dan bahagia pernah teranyam di setiap segmennya. Untuk itu, kenangan selalu berwujud meski tak sanggup kita sentuh. Dengan cara itu, di masa depan, kita bisa kembali ke hari-hari kemarin meski tak akan lagi sama.


Terima kasih sudah menjadi pendengar yang baik, sahabat dalam suka dan duka, dan penasihat yang ulung. Terima kasih sudah pernah mengisi waktu dengan bahagia dan air mata. Terima kasih sudah menjadi bahagiaku dan sedihku karena tiada itu semua betapa tawarnya hidup ini.


Aku selalu membenci sebuah pertemuan, karena kuyakin akhirnya adalah sebuah perpisahan.




Jakarta, 29 Juli 2011 | 23.09
A.A. - dalam sebuah inisial

Tidak ada komentar:

Posting Komentar