kepada pak pos yang sering kujumpa ketika aku hendak mengirim surat
tolong sampaikan kepada Tuhan, kalau bapak ketemu denganNya di jalan:
apa Tuhan pernah meminta dibela untuk menjadi menang?
kepada pak supir bus kota yang sering kujumpa kala aku berangkat ke luar kota
sampaikan tanyaku kepada Tuhan, kalau bapak berjumpa denganNya di suatu kota:
dengan cara apa aku harus membela Tuhan jika Tuhan meminta dibela?
kepada pak masinis yang sering kujumpa saat aku hendak menghabiskan waktu di kereta
tolong sampaikan tanyaku kepada Tuhan, kalau bapak ketemu denganNya di lorong kereta:
mengapa Tuhan harus dibela dengan cara yang seperti itu?
kepada pak dokter yang sering kujumpa saat aku butuh obat anti rasa sakit
sampaikan tanyaku kepada Tuhan, kalau Tuhan menjadi pasienmu:
apakah Tuhan pernah mengajarkan umatNya untuk membela dengan amunisi?
kepada pak guru yang sering kujumpa kala aku butuh bantuan ilmu
sampaikan tanyaku kepada Tuhan, kalau bapak pergi berguru lagi kepada Tuhan:
kalau Tuhan tak perlu dibela, mengapa mereka membelaMu, Tuhan?
kepada pak loper yang selalu kutemui setiap pagi menyambut koranmu
titip tanyaku kepada Tuhan, kalau pagi ini kamu mengantar koran ke muka rumah Tuhan:
mengapa mereka membelaMu dengan mengorbankan nyawa sesama ciptaanMu?
kepada pak penjual bubur yang kunantikan dengan semangkuk bubur panas mengepul
sampaikan tanyaku kepada Tuhan, kalau pagi ini Tuhan membeli semangkuk buburmu:
lalu mengapa Tuhan cuma bisa menonton saja, apa Tuhan menghargai keragaman seperti itu juga?
kepada pak pelayan kafe yang sering kutemui ketika aku hendak memesan minum
sampaikan tanyaku kepada Tuhan, kalau Tuhan sedang ngopi di sini:
apa Tuhan sudah baca koran pagi kalau lagi-lagi ada bom, pembakaran rumah ibadah, pelarangan untuk berdoa kepadaMu, dan lagi-lagi nama Tuhan digunakan?
ah, untuk yang satu ini, biar aku yang menyampaikan kepada Tuhan sendiri
kalau aku menemuinya di sebuah tempat yang teduh dan ingin bermanja denganNya:
apa Tuhan tahu ada banyak cara untuk menyembah Sang Pencipta dan apa Tuhan pernah menolak doa-doa mereka dari segala macam keragaman tersebut?
Jakarta, 18 Maret 2011 | 04.26
A.A. - dalam sebuah inisial
mantaph
BalasHapusApa Tuhan tidak pernah menurunkan cara berdoa padanya yang baku? Ah, Tuhan kok membiarkan umatnya dalam kesesatan
BalasHapusTerima kasih!
BalasHapusYang kuketahui adalah Tuhan memberikan kebebasan kepada kita dalam seni menyembahNya.
BalasHapusJika Tuhan hanya punya satu jenis bahasa, satu jenis tata cara, dimana kemaha hebatannya?
BalasHapusbukankah Dia yang menciptakan keberagaman?
Betul sekali, Om Damuh. Keragaman adalah seni, bagian dari hidup.
BalasHapuslebih dari itu dik, keberagaman dalah kehidupan itu sendiri:
BalasHapusperhatikan saja (lelaki, perempuan, waria, pagi, siang, sore, malam, lapar, kenyang, baik, jahat, tampan, sedang cantik, manis, jelek: semua adalah keberagaman):
di tubuhkita sendiri ada mata, tangan, kaki, kulit, hidung dan semuanya: bukankah itu lambang keberagaman? Bayangkan jika manusia mata semua...ihg!!!!
jleb lagi ...
BalasHapusTuhan bisa memilah siapa pembelanya ..
Hahaha... Struktural yang mantap, seni yang sempurna.
BalasHapusAku pun mengamini hal yang serupa.
BalasHapusBahkan Tuhan tidak butuh di bela oleh ciptaaanya, karena jika dia butuh untuik melindungi diri maka tinggal memusnahkan siapaun itu...selesai perkara.
BalasHapusHahaha
BalasHapustanggapmu berupa kata
lantas terangkai jadi kalimat
apa kau tahu sobat
tuhan itu berjuta-juta
orang miskin tak berkeyakinan
kan membuat uang jadi tuhannya
orang kaya tak berkeyakinan
kan membuat tahta jadi tuhannya
orang bodoh tak punya iman
kan jadikan cinta sebagai tuhannya
orang pintar tak punya iman
kan jadikan logika sebagai tuhannya
lantas tuhan yang mana?
yang kau beri salam.
Bila semua manusia
menuhankan dirinya di semesta alam.
SABUDI (sastra budaya indonesia)
mari kita jaga bersama!
hehehe...
BalasHapusApakah benar Tuhan yang mereka bela ketika mengorbankan nyawa sesama?
BalasHapusBukan kepentingan dalang di balik orang-orang bertopeng untuk menguasai dunia?
Apakah benar nama Tuhan yang mereka eluk2an ketika mengangkat amunisi?
Bukan keserakahan yang tersembunyi dibalik konspirasi?
Apakah benar Tuhan yang meminta dengan cara itu?
Bukan delusi hasil cuci otak?
Entahlah
Yang aku tahu, Tuhan sayang padaku, padamu, pada mereka, pada kita
*smooch*
Yap, Tuhan tak perlu dibela. Ia punya pengacara yang lebih handal daripada bom.
BalasHapusPuisimu manis, Bung.
BalasHapusLebih bagus lagi diposting di blogmu agar menjadi arsip pribadimu. Kalau sudah kau posting, kirimkan tautannya ke sini ya agar kusambangi kelak.
Tabik!
:-)
BalasHapusAh, ngena banget, Mbak!
BalasHapusWaduh maaf ve.. kemarin langsung nulis begitu saja.. Mus minta maaf bila mengganggu, lebih baik saya hapus bila ve tak berkenan. terima kasih.
BalasHapusSABUDI (sastra budaya indonesia)
mari kita jaga bersama!
Hey, Bung. Aku tak bermaksud demikian. Dikau bebas mengutarakan apa saja di blog ini, tapi amatlah sayang puisi manismu kalau hanya kau dokumentasikan di sini, dokumentasikan juga di blogmu! :-)
BalasHapusJabat erat selalu!
Siap.. santai ve, kau tahu aku. dimana aku menulis disitu kan tertilas.
BalasHapusSABUDI (sastra budaya indonesia)
mari kita jaga bersama!
jangan ganggu tuhan, dia lagi sibuk...
BalasHapus