Kadang tak semua yang kita inginkan harus menjadi milik kita. Ada kalanya ia memang harus kita perjuangkan sampai kita dapatkan dan menjadi milik kita sampai mati. Ada kalanya pula ia diperjuangkan dan kita dapatkan, tapi ia pergi. Namun yang paling tragis, ia sudah kita perjuangkan sampai ujung, tapi ia tak pernah bisa menjadi milik kita.
Mencintai seseorang adalah soal keberanian. Kau harus berani menunjukkan totalitas sayangmu kepada ia yang pernah kau puja atau kau hanya cukup berani diam, menyimpannya seorang diri di dalam pikiran dan anganmu. Mungkin kau hanya berani mencintainya dengan diam-diam. Tetapi saat ia telah pergi, kau tahu bahwa semua sudah sangat terlambat. Sudah terlambat untuk kau katakan bahwa kau pernah mencintainya.
Saat kita telah siap mencintai sesuatu, tentu kita harus siap dengan segala kondisi: menerima dan merelakan. Kau tak cukup hanya dengan menerima tapi kau tak pernah menginginkan merelakan apa yang harusnya kau lepaskan. Cabikan karena kau tak sanggup merelakan jauh lebih sakit dan akan membuatmu lebih berdarah-darah.
Bahwa sejatinya cinta adalah soal pembelajaran. Kau akan belajar untuk menjadi setia dengan ketetapan-ketetapan yang diajukan kepadamu. Kau akan belajar untuk tumbuh menjadi seorang yang dewasa karena keberadaannya. Kau akan belajar bagaimana berbagi dan mengenal lebih dekat seseorang. Atau pula kau harus belajar merelakan mereka yang tak bisa menjadi seutuhnya dimiliki olehmu.
Kadang pula, kau akan melihatnya berbahagia. Tapi bukan bersamamu. Ia pergi bersama dengan orang lain yang tak pernah kau sangka. Di saat itu, kau akan mendoakannya dan senyummu akan semakin tersungging lebar bahwa kau tahu kau sudah bisa merelakannya yang bukan menjadi milikmu. Atau mungkin kau menyesali karena kau hanya mampu mencintainya dalam sunyi.
Tapi percuma saja bila kau hanya sanggup mendiamkan ia berbahagia tapi hatimu tercambuk bila kau tak bisa melihatnya berbahagia.
Seorang yang mencintai dalam sunyi hanya bisa menerima keadaan tanpa bisa mengubahnya. Membiarkannya terus berjalan demikian adanya. Kau hanya bisa berdoa agar ada sesuatu yang akan berubah daripadanya, meski pun itu tak akan bisa terjadi dalam sekedipan mata. Kau hanya bisa berharap dan berharap. Dan pada akhirnya kau akan menyadari bahwa kau pernah memberikan yang paling terbaik kepadanya: harapan untuknya. Tapi itu tak tampak.
Seseorang bisa dengan mudah jatuh cinta, tapi bisa juga dengan mudah melupakannya seperti air yang menguap bila dipanaskan. Atau sebaliknya, seseorang sulit untuk jatuh cinta tapi ketika harus melepaskannya, ia sudah seperti besi yang disatukan dengan las.
Dan semua itu kembali kepada pilihanmu: kau memperjuangkannya atau kau merelakannya karena kau hanya bisa jatuh cinta dengan sunyimu sendiri. Kau cuma mampu berkata cinta kepada dirimu sendiri, bukan kepada yang harusnya kau layangkan suratan cinta itu.
Boleh saja kita bermimpi bahwa ia akan jatuh hati kepada kita. Tapi kau hanya akan mampu mendengar suaranya, tanpa sanggup membalasnya. Melihatnya bergandeng tangan, tapi bukan tanganmu yang ia genggam. Menaruh rasa perhatiannya, tapi bukan kepadamu. Cinta itu pun butuh hal yang realitis dan melogika dengan akal sehat. Bukan hanya dengan soal perasaan.
Dengan menyimpan cerita cintamu rapat-rapat, kau telah mencintainya. Dengan menyembunyikan rahasia cinta kepadanya, kau sudah merelakannya berbahagia. Dengan memeluknya di dalam kehampaan, kau sudah berusaha mencintainya dengan cara yang lain dan memberikannya kebahagiaan. Merelakannya untuk menjadi bahagia.
Dengan merelakannya, kau sudah mencintainya dengan cara yang tak biasa. Dengan cara yang luar biasa yang pernah diberikan seseorang yang pernah dicintainya.
Jakarta, 8 Maret 2011 | 1.14
A.A. – dalam sebuah inisial
Mencintai seseorang adalah soal keberanian. Kau harus berani menunjukkan totalitas sayangmu kepada ia yang pernah kau puja atau kau hanya cukup berani diam, menyimpannya seorang diri di dalam pikiran dan anganmu. Mungkin kau hanya berani mencintainya dengan diam-diam. Tetapi saat ia telah pergi, kau tahu bahwa semua sudah sangat terlambat. Sudah terlambat untuk kau katakan bahwa kau pernah mencintainya.
Saat kita telah siap mencintai sesuatu, tentu kita harus siap dengan segala kondisi: menerima dan merelakan. Kau tak cukup hanya dengan menerima tapi kau tak pernah menginginkan merelakan apa yang harusnya kau lepaskan. Cabikan karena kau tak sanggup merelakan jauh lebih sakit dan akan membuatmu lebih berdarah-darah.
Bahwa sejatinya cinta adalah soal pembelajaran. Kau akan belajar untuk menjadi setia dengan ketetapan-ketetapan yang diajukan kepadamu. Kau akan belajar untuk tumbuh menjadi seorang yang dewasa karena keberadaannya. Kau akan belajar bagaimana berbagi dan mengenal lebih dekat seseorang. Atau pula kau harus belajar merelakan mereka yang tak bisa menjadi seutuhnya dimiliki olehmu.
Kadang pula, kau akan melihatnya berbahagia. Tapi bukan bersamamu. Ia pergi bersama dengan orang lain yang tak pernah kau sangka. Di saat itu, kau akan mendoakannya dan senyummu akan semakin tersungging lebar bahwa kau tahu kau sudah bisa merelakannya yang bukan menjadi milikmu. Atau mungkin kau menyesali karena kau hanya mampu mencintainya dalam sunyi.
Tapi percuma saja bila kau hanya sanggup mendiamkan ia berbahagia tapi hatimu tercambuk bila kau tak bisa melihatnya berbahagia.
Seorang yang mencintai dalam sunyi hanya bisa menerima keadaan tanpa bisa mengubahnya. Membiarkannya terus berjalan demikian adanya. Kau hanya bisa berdoa agar ada sesuatu yang akan berubah daripadanya, meski pun itu tak akan bisa terjadi dalam sekedipan mata. Kau hanya bisa berharap dan berharap. Dan pada akhirnya kau akan menyadari bahwa kau pernah memberikan yang paling terbaik kepadanya: harapan untuknya. Tapi itu tak tampak.
Seseorang bisa dengan mudah jatuh cinta, tapi bisa juga dengan mudah melupakannya seperti air yang menguap bila dipanaskan. Atau sebaliknya, seseorang sulit untuk jatuh cinta tapi ketika harus melepaskannya, ia sudah seperti besi yang disatukan dengan las.
Dan semua itu kembali kepada pilihanmu: kau memperjuangkannya atau kau merelakannya karena kau hanya bisa jatuh cinta dengan sunyimu sendiri. Kau cuma mampu berkata cinta kepada dirimu sendiri, bukan kepada yang harusnya kau layangkan suratan cinta itu.
Boleh saja kita bermimpi bahwa ia akan jatuh hati kepada kita. Tapi kau hanya akan mampu mendengar suaranya, tanpa sanggup membalasnya. Melihatnya bergandeng tangan, tapi bukan tanganmu yang ia genggam. Menaruh rasa perhatiannya, tapi bukan kepadamu. Cinta itu pun butuh hal yang realitis dan melogika dengan akal sehat. Bukan hanya dengan soal perasaan.
Dengan menyimpan cerita cintamu rapat-rapat, kau telah mencintainya. Dengan menyembunyikan rahasia cinta kepadanya, kau sudah merelakannya berbahagia. Dengan memeluknya di dalam kehampaan, kau sudah berusaha mencintainya dengan cara yang lain dan memberikannya kebahagiaan. Merelakannya untuk menjadi bahagia.
Dengan merelakannya, kau sudah mencintainya dengan cara yang tak biasa. Dengan cara yang luar biasa yang pernah diberikan seseorang yang pernah dicintainya.
Jakarta, 8 Maret 2011 | 1.14
A.A. – dalam sebuah inisial
oh cinta derita memang tiada akhir
BalasHapusxoxo
sia-sia dah rasa cinta itu bl qta mencintainya tanpa brusaha untk mdptkan
BalasHapusMb, kok sy ga bs liat kontennya sih...
BalasHapusCinta satu kata namun banyak makna ..^^
BalasHapusCinta antara Surti dan Simbok ?
BalasHapusaah semoga kekal ya Ave ..
Hahaha... :-))
BalasHapusAh, itu kan seni mencintai juga, Mbak :-))
BalasHapusTak bisa lihat? Maksudnya gimana ya, Mbak?
BalasHapusDan banyak definisi
BalasHapusHuahahaha... Rama dan Shinta!
BalasHapusterasa sesak, gimana mau berbahagia :)
BalasHapuswalah ve jangan hanya asal rela.
BalasHapusSABUDI (sastra budaya indonesia)
mari kita jaga bersama!
ayo Ave.. perjuangkan.. hahaha
BalasHapus*bawain pom2 jingkrak2..
wekekek
Banyak cara untuk mencintai, termasuk mencintai dalam sunyi.
BalasHapusLalu, Mas? :-))
BalasHapusIni hanya sekelumit kisah untuk seorang teman, Mbak :-)
BalasHapuskalau hanya rela itu sama saja kau menyerah sebelum berperang.
BalasHapustapi cobalah jadi lilin dikala lampu mati, dia kna terus berusaha bersinar sampai lampu hidup kembali walau harus meleeleh.
SABUDI (sastra budaya indonesia)
mari kita jaga bersama!
jadi ingat ciu pat kai, ahhahaha
BalasHapusHahaha... Terima kasih wangsitnya, Mas :D
BalasHapusHooh... Cinta itu deritanya tiada akhir :D
BalasHapusada lagu ny tuh : "inikah rasanya cinta diam diam ...." :)
BalasHapusWah kata2 cut pat kainya udh keduluan mba nana, Hë•⌣•hë•⌣•hë•⌣•hë
BalasHapus@mas mus : mantep bgt nasehatnya :)
Jadi mau nyanyi lagu titik puspa : cintaaa ooohhh cintaa *goodnite all,zzz :)
BalasHapus"aku tak bisa luluhkan hatimu dan aku pun tak bisa menyentuh cintamu..." jadi ingat lagunya Padi ahak-ahak....
BalasHapusSy ga bs baca isi jurnalnya dr hp kosong cm judul lgsg komen
BalasHapus:)
BalasHapusHahaha... Cinta macam apa itu? :p
BalasHapusDipersilakan menyanyi, asal jangan ada kaleng aja :p
BalasHapusMendekap penuh harapan tuk mencintaimu... :-)
BalasHapusSaya cek via HP bisa, Mbak. Mungkin dari MP-nya yang memang sedang bermasalah.
BalasHapusSekarang masih?
:-)
BalasHapus