Senin, 20 Desember 2010

Pada Pelabuhan yang Senja



Kemarin...
Hanya ada sekelumit kisah
menanti kepulangan
melepas kepergian
melambaikan tangan
memanggil
merelakan
cuma bagaimana kita menerima
sekelumit kisah itu
menjadi suatu sejarah
yang hanya aku dan kamu tahu
bagaimana menyimpannya dalam kotak kenangan

Hari ini...
aku tahu harus menjadi apa
mungkin memang tak lagi sama
memang tak akan sama
karena hari pun selalu berganti
sebagaimana kita mengurai cerita
meski perih
meski bahagia
meski haru
meski pedih
ini hanyalah soal kita menyimpan kotak kenangan

Esok...
ya, kita tak lagi sama
kita pergi dengan jalannya sendiri
kita melepas langkah kita
kita melepas setapak demi setapak
memilih jalan pergi sendiri
mencari rute pulang masing-masing
karena di ujung penantian
masih akan ada penantian
dan penantian tak bisa berakhir
bila kita masih belum bisa
menerima kehilangan dan mendapatinya
lebih dekat, lebih nyata

Lusa...
kotak kenangan akan berdebu
tapi yang tersimpan akan tetap selalu manis
meski ia terasa pahit





Jakarta, 20 Desember 2010 | 16.27
A.A. - dalam sebuah inisial


PS: Mas Dhave, numpang culik fotomu, kalau kau membuka catatanku ini. Matur tengkyuh :-)

27 komentar:

  1. Kemarin, hari ini, esok dan lusa...masing2 punya cerita
    ;-)

    BalasHapus
  2. semoga esok kita memiliki cerita yang indah ^_^

    BalasHapus
  3. Yap, tetralogi ceritera yang tak pernah kita temukan jawabannya

    BalasHapus
  4. fotonya bagus...
    matching saya puisinya
    :)

    BalasHapus
  5. Hari ini, esok, atau pun kemarin, ia punya esensinya sendiri :-)

    BalasHapus
  6. Suwun, Mas Suga :D
    Tetap saja saya kalah sama pakar :p

    BalasHapus
  7. pakar foto? iya mas dave memang pakarnya :)

    ternyata kehadiran gambar mampu memicu sel2 kelabu untuk merangkai kata2 indah, yah. :)
    penulis yang sudah membukukan puisi yang terinspirasi gambar/foto adalah epri sakib
    :)

    BalasHapus
  8. Yap, Epri Tsaqib memang masternya kalau soal ini. Saya mah masih kelas ikan teri :D
    Ah, dikau, Mas! Ngeles aja =))

    BalasHapus
  9. kereeeeeeeeeeeeeenn....suka banget ^^b

    BalasHapus
  10. sikasikasik nih.

    perubahan adalah keabadian

    BalasHapus
  11. karya2 Av memiliki kekhasan bahasa (diksi) dan ramuan2 lariknya juga apik.
    kalau dilakukan konsisten, saya yakin Aveline akan jauh melebihi Epri Sakib sekalipun.
    :)

    BalasHapus
  12. Ya, bukankah dunia setiap hari mengalami rotasi dan revolusi? :-)

    BalasHapus
  13. Ah, dikau selalu pandai menyanjungku, Mas.
    Hatur nuhun...

    BalasHapus
  14. sami2, Av.
    kl saya, masih kesusahan tuk konsisten dlm berkarya.
    belakangan, malah stagnan bikin puisi :)

    BalasHapus
  15. Tapi novel sudah pasti selesai dan terbit tahun depan kan? :D

    BalasHapus
  16. bahkan, kematian dalam diri sediri terjadi dalam tiap hari dan waktu, revolusipun demikian, senantiasa ada dalam tiap waktu

    BalasHapus
  17. tak akan sama.... huuuuuuuuuuu yeeeeeeeaaaaaaaahhhhhh

    o ow.. hehehe

    mencerahkan ni puisimu ave..

    BalasHapus
  18. Ah, pertanyaan ketika bicara tentang kematian: adakah hidup yang hakiki setelah kematian? :-)

    BalasHapus
  19. Terima kasih, mungkin terinspirasi sama fajar tadi pagi, maka jadilah senja =))

    BalasHapus
  20. hmm.. berlabuh dulu ah..



    SABUDI (sastra budaya indonesia)
    mari kita jaga bersama!

    BalasHapus
  21. ada, jiwa adalah kehidupan yang hakiki, kematian hanya material fisik belaka yang terpisah dari jiwa, ingatkah dik? Om pernah menulis QN:

    "Kehidupan adalah bertemunya yang hidup dengan yang mati, dan kematian adalah terpisahnya yang mati dengan yang hidup"

    itulah kehakikian hidup: JIWA

    BalasHapus
  22. Aku setuju akan hal ini. Betapa fananya hidup di dunia ini, sejarah yang membuatnya abadi

    BalasHapus