Minggu, 26 Desember 2010

Kisah Langit Merah

Rating:★★★
Category:Books
Genre: Literature & Fiction
Author:Bubin Lantang
Petualangan adalah pergi tanpa titik tujuan, membiarkan dirimu tersesat, mencari, dan memilih; dan kamu tak tahu kapan harus pulang.

Mungkin kalimat ini yang membuat tangan saya bergerak menuju almari toko buku dan menaruhnya ke dalam daftar list untuk membacanya. Namun apa daya, saya lagi-lagi mengendapkannya di rak buku dan membuka antrian buku lain yang sudah sekian lama menunggu untuk dibaca.

Jujur, saya bukanlah pengikut setia Bubin Lantang. Saya belum pernah sekali pun menyentuh bukunya, tak pernah membaca cerpennya, apalagi esainya. Tak pernah mengenal seperti apa karakter tulisan dari seorang Bubin Lantang.

Membaca blurb dari Kisah Langit Merah ini, membuat saya tertarik dengan jalan ceritanya. Saya mulai berpikir bahwa ini adalah soal perjalanan seorang Langit Merah. (Nama karakternya pun sangat unik.)Dan blurb yang disajikan pada cover belakang, membuat saya ingin menarik buku ini dan membacanya.

Dengan sudut pandang orang ketiga dan Langit Merah yang menjadi tokoh sentral dari cerita ini, Bubin Lantang bercerita. Dengan alur maju-mundur dan cara bercerita yang dibawa oleh Bubin Lantang secara santai. Ceritanya pun bukanlah cerita yang membuat kita terheran-heran bahkan cenderung terjadi setiap hari di sekeliling kita.

Langit atau Merah adalah seorang yang idealis. Seorang jurnalis yang gelisah, yang tetap kepada pendiriannya untuk selalu jujur dan bersih meski ia berada di sekeliling yang tidak bersih. Jurnalis adalah cita-citanya yang selalu dijunjung tinggi sejak kecil dan berada di dalam redaksi yang kini ia duduki adalah tujuannya. Namun, semua itu berbeda dengan bayangannya di masa kecil. Kotornya dunia jurnalistik membuatnya bagaimana tetap bertahan atau mundur dari pertarungan.

Ditempatkan di desk kriminal sampai dengan dipindahkan ke desk ekonomi, idealismenya tetap bertahan. Kokoh, tak digoyahkan meski dengan rayuan uang dua ratus juta sekali pun. Bahkan ia pun akhirnya memilih mundur ketika atasannya tahu bahwa Langit adalah seorang yang cukup berbahaya, yang bisa mengancam keselamatannya karena Langit bukanlah orang yang bodoh, bahkan sangatlah pandai dalam melakukan penyidikan.

Cerita yang tak asing pula seperti percintaan Daria dan Langit yang berpacaran 12 tahun harus putus karena perbedaan kepercayaan, kasus penjodohan -yang tentu saja tidak asing-, dan tuntutan orangtua yang mendominasi.

Bubin Lantang bercerita apa adanya. Ia bercerita tanpa bermaksud menggurui, mengenal seluruh karakter tokohnya secara utuh, merancangnya dengan baik, merawinya dengan bijak. Ia tahu seorang Langit yang adalah lulusan luar negeri harus bersikap seperti apa dan bagaimana cara berbicaranya. Ia pula tahu bagaimana Langit harus bersikap terhadap wanita yang tak bisa ia miliki.

Bubin tak pula harus memaksa pembacanya untuk terus membaca. Ia memberi jeda bagaimana pembaca harus dimainkan emosinya sedemikian rupa atau membiarkan pembacanya berekplorasi terhadap imajinasinya sendiri. Ia memunculkan pertanyaan-pertanyaan semu dan itulah tugas pembaca Kisah Langit Merah untuk menemukan bagaimana seorang Langit yang gelisah untuk memilih kehidupannya.

Dan hidup memang tidak punya buku petunjuk, kitalah yang harus menjadi petunjuk atas diri kita sendiri. Bubin Lantang mengajak kita pada satu hal: pilihan di tangan kita dan caranya kita memilih, itu yang menjadi persoalan.

Belajar jadi manusia jujur selalu lebih menantang buatku. - hal. 29



Jakarta, 27 Desember 2010 | 13.48
A.A. - dalam sebuah inisial

2 komentar: