Rabu, 07 Desember 2011

Waspadai Plagiarisme dalam Tulisanmu

Oleh: Aveline Agrippina


Bukan barang satu-dua kali kasus plagiarisme terjadi di Indonesia. Masih segar di benak kita di awal 2010, seorang profesor mempublikasikan tulisannya yang terbukti hasil plagiarisme. Setelah seorang cerpenis terbukti melakukan pragiarisme dan cerpennya berhasil terbit di salah satu koran lokal dan satu lagi terbit di koran nasional, muncul lagi kasus salah satu penerbit di Bandung yang diduga menerbitkan buku hasil dari plagiarisme karena kalimat yang ada nyaris serupa dan hanya menggunakan sudut pandang yang berbeda.


Plagiarisme bukan lagi menjadi kata-kata yang asing di dalam dunia kepenulisan. Apalagi dengan semakin canggihnya teknologi yang ada, membuat sang plagiator semakin leluasa untuk memindahkan tulisan orang lain atas namanya sendiri. Bahkan dengan mudahnya, misalnya dunia internet, membantu sistem copy-paste untuk memperlancar aksi plagiarisme.

Apa yang dimaksud dengan plagiat? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, plagiat adalah pengambilan karangan orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan sendiri, misalnya menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri atau dengan kata lain menjiplak. Yang digolongkan ke dalam kasus plagiarisme adalah mengambil tulisan orang lain tanpa menyebutkan sumber, mengutip tanpa menuliskan sumber, atau menuliskan opini dan mengganti tulisan tersebut dengan perspektif berbeda tanpa menyeburkan sumber.

Plagiarisme memang terdengar hal yang simpel, tetapi bila kita sudah masuk ke dalam lubangnya, maka hukuman pun siap menjerat. Baik hukuman berupa penarikan gelar atau pemberhentian secara tidak terhormat di dalam bidang akademis, penarikan terbit di dalam bidang fiksi dan nonfiksi, atau yang paling berat adalah hukuman penjara atau denda. Di Indonesia sendiri sudah ada undang-undang yang menetapkan hal ini yaitu Undang-undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.

Dengan melakukan plagiat, terbukti sekali bahwa kita bukanlah orang-orang yang kreatif. Ide berserakan di mana-mana dan itu bisa kita jadikan sumber untuk menulis dan tak perlu melakukan plagiat. Bila kita harus mengutip, jangan lupa menyebutkan sumber yang membuktikan bahwa pernyataan itu bukanlah milik kita. Zona plagiarisme memang mudah dilakukan, tetapi mudah juga untuk dideteksi. Jangan sampai kita pun harus menahan malu karena aksi copy-paste.






Tulisan ini pernah direncanakan untuk dipublikasikan di dalam majalah kampus, tetapi saya urungkan dengan berbagai pertimbangan yang ada dan melihat kondisi kampus saat ini. Harap maklum adanya kalau hanya terpublikasikan di sini.

20 komentar:

  1. Yuhaa.... menu keseharian kaum akademis sepertnya. Plagiat, sebuah sikap yang tidak sportif mengakui orang lain terhadap hasil karyanya.
    terimakasih sudah mengingatkan,

    BalasHapus
  2. wow...kira-kira kalau di publish di kampus bakal jadi apa yah Jeng Av :D

    BalasHapus
  3. gmn ya caranya kt tau kl msl tulisan kt d blog di contek org?

    BalasHapus
  4. Bukan hanya kaum akademis, Mas. Tanpa disadari sedari kecil memang kita telah 'dicekoki' dengan kegiatan semacam itu.

    BalasHapus
  5. Saya yang malas berurusan dengan jajaran atas. :-))

    BalasHapus
  6. ahahaha.. ave.. silakan menghadap saya.. qiqiqiqi

    BalasHapus
  7. Kan lebih gampang daripada kudu mikir sendiri?
    Di mana-mana orang milih jalan pintas sendiri-sendiri.
    Jadi jangan heran kalo negri kita jadi amburadul.

    BalasHapus
  8. hehe.. pas jaman bikin skripsi dulu, kampanye anti plagiarisme sedang gencar-gencarnya.

    BalasHapus
  9. yang paling miris di kampus gw dulu ada mahasiswa jurusan lain yang seangkatan gw lulus sidang skripsi padahal skripsinya copy paste gila-gilaan dari mahasiswa kampus swasta. geregetan banget deh lihat plagiarisme >

    BalasHapus
  10. Rasanya dunia tidak adil ya? Hahaha... Tapi miris setengah mati.

    BalasHapus