bila aku dilarang menulis, pun itu bukan masalah besar bagiku
aku akan menulis dengan tetes darah sebagai tinta*
dan tembok di muka rumahmu kujadikan kertas tak habis
bila aku dilarang menulis, aku tak akan pernah marah
akan kucabik setiap kata dan menempelkannya di pintumu
biar kau tahu kata-kata itu yang akan memenjarakanmu
bila aku dilarang menulis, aku memilih untuk diam
karena kau tidak akan pernah sadari dari diam itu
jantungmu telah berhenti karena jutaan aksara menyumbat detakmu
*) dari puisi Widji Thukul
Bandung, 18 Oktober 2011 | 01.46
A.A. - dalam sebuah inisial
Wah tulisanmu kejam hehehe
BalasHapusSABUDI (sastra budaya indonesia)
mari kita jaga bersama!
Menulis adalah 'laku moral', kata Andreas Harsono.
BalasHapusSiaap!
BalasHapusMenulis dengan darah, menulis dengan rasa, menulis dengan segala cara. Pun ketika mulut-mulut terbungkam dipenjara kekuasaan.
Penting!
BalasHapus:-)
BalasHapus^,^b
BalasHapusMenulis adalah hal 'baik', menulis apapun itu...
BalasHapus:D
Gara-gara nekat untuk nulis?
BalasHapusAve, selamat ya sayang, cerpenmu masuk di deretan favorit LMCR 2011 :)
BalasHapusI know you can do it.
And better than me.
Selamaaaat Te Ave...ajarin Ririn buat cerpen dong...
BalasHapusmaksudnya anaknya om tukul ?
BalasHapusSastra..
BalasHapusTinta..
Darah..
*matiin lampu*
That's it!
BalasHapusBagi saya, menulis menjadi kebebasan. Tak perlu nekat :-)
BalasHapusHahaha... Thank you, Tante Ary.
BalasHapusYou are the best ever in my heart!
Nuhun, Mbak. Mari belajar beriringan. :-)
BalasHapusSesungguhnya saya merasa miris untuk menjawab pertanyaan ini, Mbak.
BalasHapusSilakan googling siapa Widji Thukul itu ya. Terima kasih.
Hahaha... Masih terbayang dengan Satin Merah nih. :-))
BalasHapuspunya temen yang bikin aku ikutan suka puisi2nya blio... puisi2 perlawanan.. hehe
BalasHapusHahaha... Masuk ke era Chairil Anwar lagi, Mbak Fajar. :-)
BalasHapus