Rabu, 19 Oktober 2011

Tentang Sepi yang Meraja

Dear G,

Rasanya tidak begitu lama kita tidak bersua meski telah berapa bulan kita terbentang jarak. Apa kabarmu, itu yang hendak kutanyakan. Berkali-kali kutanya lewat angin, hujan, matahari, dan bulan, mungkin aku tahu jawabmu adalah sama. Tetapi lewat pertanyaan berbasa-basi itu, aku setidaknya ingin membuat sebuah persetujuan denganmu bahwa kita memang baik-baik saja dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Kalau kau bertanya tentang apa yang saat ini paling kunikmati, tentu akan kujawab adalah kesendirianku. Ternyata kesendirian itu lebih nikmat daripada hura-hura. Lewat kesendirian itu, aku lebih bebas dengan segala hal yang akan kulewati dan ingin kutempuh. Bahkan tulisan untukmu kali ini, kutulis dengan kesendirianku.

Semakin dewasa, aku semakin sadar ternyata kita akan semakin bergelut dengan kepentingan saja. Aku semakin mengerti bahwa keutuhan yang ada di dunia ini bersifat sementara. Ia akan melebur sendiri dengan keadaan, keberadaan, dan keberadaban. Dan semakin dewasa pula, kita pelan-pelan telah dilepas untuk sanggup berdiri sendiri dan melintasi segala hal yang ingin kita raih.

Sekarang aku cenderung memilih jauh dari hiruk-pikuk dan lebih memilih pulang, membuka laptop, membaca buku, atau mencari teman satu-dua orang untuk berdiskusi. Entah orang-orang mengatakan aku memang ingin mengasingkan diri atau tidak, tetapi dengan cara ini aku mendapatkan apa yang aku inginkan.

Dan aku pun sesekali rindu tentang rumah. Dengan cara ini, aku belajar berkawan, bukan melawan sepi. Aku mencintai sepi seperti aku mencintai diriku, seperti aku mencintai segala kenangan tentang kamu dan yang kutangkap dari segala medan perih ternyata tidak pernah menjadi nyata. Ia hanya lembaran yang begitu klise. Dengan mencintai sepi itu, selalu ada rasaku yang pulang meski jasmaniku masih berada di sini. Masih ada kehangatan tentang rumah yang tak pernah hilang dan kuketahui bahwa yang dinamakan rumah adalah ketika kita mampu menempatkan hati di mana saja kita bisa merasakan zona nyaman.

Di sini sangatlah sepi. Awan berarak ke timur, kata orang-orang dan aku percaya saja. Tidak ada suara kereta, mobil, atau kebisingan lain. Aku pun bisa memutar Enya dengan jelas meski volume suara yang sangat kecil. Cenderung pula aku menghabiskan waktuku dengan tidur meski tak pernah merasa nyenyak. Seringkali aku terbangun di tengah malam atau waktu tidurku tidak pernah sama dengan ketika aku berada di rumah. Tapi bagiku cukup.

G, aku akan pulang. Entah di hari apa, tetapi kurasa kita tidak akan sempat bertemu. Namun aku selalu mendapatkan bahagia ketika aku sanggup menuliskan surat kepadamu dan dengan cara ini kuketahui bahwa kekayaan kata-kata bisa membuatku lebih bernyawa. Lewat cara inilah, kita bertemu.



Bandung, 20 Oktober 2011 | 10.32
A.A. - dalam sebuah inisial

24 komentar:

  1. membaca ini sambil mendengarkan "Until"-nya Sting. Beneran bikin mellow :(

    BalasHapus
  2. aku jadi teringat masa lalu ketika bersama.

    BalasHapus
  3. Pengen dweh dapet surat kayak begini,seperti jaman SMU dulu xixixi

    BalasHapus
  4. jadi pengen ketemu G nya Ave deh..
    *lho

    BalasHapus
  5. Ahahaha.. Ga ikhlas ya, Ave..Jika G adalah seperti yg kukira, aku bertemu dengan salah satu 'kepribadian'nya kemarin.. Ahiy..

    BalasHapus
  6. Ikhlas, Mbak, dengan catatan: ada pengawalnya. Hahaha... :-))

    BalasHapus
  7. "G" itu maksudnya "gue" kan ya???

    BalasHapus
  8. pernah membaca cerpen Haruki Murakami yang berjudul Tony Takitani ?

    BalasHapus
  9. Belum. Apakah rekomendasi? Bisa disarankan bisa saya dapatkan di mana cerpen tersebut?
    Terima kasih sebelumnya.

    BalasHapus
  10. kayaknya ada dan dimuat di www.newyorker.com , tapi kan berbayar :D . Untungnya bisa dilihat dari sini : http://wis.cs.ucla.edu/~hxwang/newyorker/blog/files/tonytakitani.html
    tapi saya rekomendasikan semua bukunya Haruki Murakami sih :D , cara berceritanya simpel but somehow blow my mind and punched me deep inside in the same time , his works (always) relate with suffering and dealing with loss, which is a part of the human experience.

    BalasHapus