Sabtu, 04 September 2010

Forgiven

Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Romance
Author:Morra Quatro

 

 

 

Hai Morra,

 

Aminkan saja bahwa kita pernah bertemu, tetapi antara siapa yang paling sombong mungkin ada dari sisiku karena aku sudah diberitahukan oleh seseorang itulah Morra Bandoputih alias Morra Quatro yang pernah kubaca tulisannya kali pertama dan hebatnya pula kau membuatku jatuh cinta pada diksimu, pada caramu bercerita.

 

Jadi kau pikir ini adalah sapaan seorang pembaca kepada sang penulisnya? Ya, bisa jadi. Seorang pembaca yang diam-diam jatuh cinta kepada rangkaian kalimat seorang penulis dan ketika mereka bertemu, aku malah memilih menyapa penulis lain dalam pertemuan itu. Ah, kalau kau tahu aku adalah orang yang duduk tepat di sampingmu pada saat diskusi terbuka itu. (Aku tak pernah absen dalam kunjungan di pameran itu setiap tahunnya).

 

“Itu Morra Bandoputih,” kata seseorang yang kalau kau tahu dia juga ambil bagian dalam bukumu.

“Yang mana?” tanyaku lagi.

“Itu, di sebelah lo!”

“Oh...”

 

Sekali lagi, jadi kau pikir ini adalah sapaan seorang pembaca kepada sang penulisnya? Dan kujawab, ya. Pastinya. Lalu untuk apa?

 

Satu dari lima naskah datang ke tanganku. Salah satunya berkaver merah dan di halaman wajahnya bertuliskan “Champagne Supernova dan Morra Bandoputih”. Arlan  -pembaca sebelumnya- mengatakan ini yang cukup apik dari seluruh naskah yang kupegang.

 

Aku tidak berpikir bahwa ini naskah yang cukup apik sampai aku sendiri yang melarutkan diri dalam kosakatanya. Pulang dari Jl. H. Montong 57, ranselku yang penuh dengan naskah langsung kubuka. Di antara buku-buku fisika dan kimia, tumpukan soal-soal trigonometri, limit, dan deferensial, tentang fotokopian anatomi tubuh manusia yang membuatku muak karena aku bukanlah anak yang menginginkan duduk di kelas IPA, buku-buku yang masih menungguku untuk kubaca dan kertas coret-coretan, naskahmu bersatu di atas mejaku bersama antrian naskah lain. Ah, harus kubaca yang mana? Dan tangan meraih satu-satunya naskah berkaver merah darah.

 

Champagne Supernova.

 

Kupikir kau hendak bercerita kepadaku tentang Oasis. Jauh sebelum membaca novelmu, aku sudah menjadi pendengar Oasis, White Lion, sampai pada yang paling membuatku jatuh cinta, Michael Jackson.

 

Karla-mu bercerita tentang masa-masa SMA-nya yang begitu gila bersama Will. Langsung kupegang kepalaku dan berkata: “Hei Aveline, kau terjebak dalam ilmu-ilmu eksak di mana berapa lilitan kumparan dalam besi saja patut dinyatakan penting.” Sial!

 

Lantas, aku menutup naskahmu dan meninggalkannya? Nyatanya tidak. Aku tetap melanjutkan Karla memulai ceritanya di laboratorium Fisika dalam proyek sederhana William Hakim yang melakukan pembuatan listrik statis. Kemudian muncul lagi dengan kata-kata nuklir, nobel, laboratorium, dan masih banyak lainnya berkaitan dengan eksak. Aku suka dengan caramu bercerita. Jujur saja, aku suka kau bermain dengan berbagai macam majas yang ada di mana semakin sering kutemukan di novel sastra dibandingkan dengan novel remaja lainnya.

 

Aku mulai tak percaya kalau ini adalah novel pertamamu, mungkin kau sudah pernah menulis cerpen di surat kabar, menerbitkan buku antologi cerpen atau puisi, bahkan pernah ambil bagian dalam penulisan keroyokan di suatu buku. Mana mungkin seorang yang dikatakan baru belajar menulis dan menerbitkan novel sudah bermain diksi dengan begitu manis, sangat manis?!

 

Karla melanjutkan cerita lagi. Sampai pada ide membuat malu Pak Juandi dengan seekor tikus yang meregang nyawa dengan leher setengah putus setelah Laut-mu menghajarnya dengan sekop. Aha, suatu perencanaan sempurna sebelum Will berangkat ke MIT untuk membuat nuklir yang bukan hanya dapat menghancurkan rumah Pak Juandi, tetapi juga dapat menghancurkan Pulau Jawa menyeluruh.

 

Aku jatuh cinta pada William Hakim, kepada Karla, dan kepada lelaki kecil yang kau namakan Troy. Aku suka kepada William Hakim yang lepas dari sosok yang dingin dan malah sebaliknya, sosok yang periang dan iseng. Aku suka kepada Karla yang perhatian dan peduli. Dan bisa jadi Troy adalah gabungan dari William dan Karla.

 

Suatu rancangan sempurnamu adalah membuat Will bukan hanya menjadi bayangan yang menggetarkan hati Karla, tetapi juga membuat Nicholas menjadi marah dan memutuskan untuk mendepak Will dari proyek nuklir di mana otak Will hampir keseluruhannya digunakan dalam proyek itu. Almost, Mr. William Hakim! Tetapi tuhanmu itu tidak ingin kau melanjutkan proyek itu, William.

 

“Some mistakes need to be punished. Some need to be forgiven – and that’s what we’re doing.”  Ya, aku percaya penuh kepada kata-katamu, Morra. Tak semua dapat dimaafkan, tak semua dapat diadili. Terlalu mutlak sebagai acuan jika hukum itu adalah hukum manusia. Ukuran apa yang dapat menyetarakan kesalahan dengan hukuman dari pikiran insan?

 

Selepas dari itu, kejutan-kejutan kecil masuk ke dalam naskahmu. Malam itu juga, kuhabiskan membaca seluruh isi naskahmu, kubalik halaman demi halaman, mataku melintasi seluruh barisan kata bagai bumi mengorbit kepada matahari. Kulahap semalaman dan paginya akan kutulis resensi yang meyakinkanku bahwa naskah ini memang harus terbit. Aku percaya kepada kata Arlan jika ini adalah novel yang akan menjadi menarik jika berhasil menjadi sebuah buku.

 

Pada saat rapat besar, aku dan keempat pembaca sebelumnya terus mencari cara untuk menggugah hati para editor. Percayalah akan satu hal ini, Morra! Aku tahu bahwa novel ini bukan hanya sekadar bercerita seperti kebanyakan novel lainnya. Novelmu akan memberikan suatu pencerahan kepada mereka yang tahu dan berharap jika Indonesia bukan hanya akan berhasil di berbagai macam olimpiade, tetapi suatu hari nanti Indonesia akan memiliki seorang yang berhasil menyabet nobel.

 

Beberapa bulan tak ada kabar tentang naskahmu, datanglah pesan bahwa naskahmu akan dijilid menjadi buku. Berwarna biru dengan sayap terbentang di wajahnya.Forgiven.  Ya, suatu penantian akan berujung. Entah itu kabar suka atau duka, entah kita akan menjadi Will, Karla, atau Nicholas. Entah apa yang akan kita lakukan untuk terus melanjutkan suatu babak kehidupan di berbagai macam permasalahannya. Will dan Karla adalah dua karakter berlawanan namun memberikan perpaduan yang manis, sangat manis.

 

Ah Morra, aku tak tahu bagaimana aku harus terus bercerita kepadamu. Rasanya cukup aku berterus terang atas pernyataan ini saja. Ini suguhan yang cantik di mana tak semua orang memiliki ide yang gemilang sepertimu.

 

Never stop to write, Miss Morra!

 

 

 

 

Jakarta, 5 September 2010 | 7.07

A.A. – dalam sebuah inisial

 



 

 

Detail buku:

Judul : Forgiven

Penulis: Morra Quatro

Harga: Rp. 36.000,-

Jumlah halaman: 266 halaman


9 komentar: