Tak selamanya kamus harus menjadi jawaban yang patut dibenarkan. Kamus juga dikarang oleh manusia dan setiap kamus belum tentu berisi dan berbicara sama tentang sebuah arti kosakata. Atau juga kamus akan memuat tambahan-tambahan kata. Bayangkan, andai di dunia Bahasa Indonesia ada satu juta kata yang belum termasuk imbuhan, akan ada berapa banyak halaman kamus yang akan tercetak?
Pagi ini, saya disuguhkan bacaan menarik dari Harian Kompas pada halaman 9 edisi Kamis, 1 April 2010. Entah sebenarnya ingin menyoroti kata dari sisi mana. Di kolom "REDAKSI YTH", kita akan mendapati satu judul "Berpetualang". Seperti ini isinya:
Kamus memang bisa menjadi tempat pencari informasi yang sebenarnya karena di sanalah letak fungsional semu kamus. Kamus akan memberikan banyak pengertian termasuk kata apa yang sebenarnya dibenarkan dalam pemberian imbuhan dan penggunaannya. Toh, kata-kata yang tidak sengaja meleset juga bukan murni karena kesalahan kamus yang sering tidak dibuka atau kamus yang tidak melengkapi kata-kata tersebut.
"Tualang" di dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) diartikan sebagai orang yang tidak tentu tempat tinggalnya. Petualang adalah orang yang melakukan kegiatan tualang. Bertualang adalah kegiatan melakukan pengembaraan. Bagaimana dengan berpetualang itu sendiri? Apakah kegiatan seseorang melakukan petualangan?
Seperti kata "ubah" yang sering dituliskan merubah dan perubah. Padahal imbuhan di dalam tata Bahasa Indonesia tidak pernah menghadirkan imbuhan mer- dan per-. Pernah seorang guru bertanya kepada saya: "yang benar 'perubah' atau 'peubah'?" Dan banyak dari kami yang menjawab "perubah".
Bagaimana dengan "perhatikan"? Seperti Bahasa Inggris, jika memberikan imbuhan pada kata "swim" dan "-ing", akan ada penambahan kata "m" sebagai membantu kata tersebut sehingga akan membentuk kata "swimming". Demikian juga dengan kata "perhatikan". Itu tidaklah dapat disalahkan karena ada penambahan huruf "r" sebagai pembantu pembentukkan kata.
Sebenarnya masih banyak kata yang sering salah dalam menggunakannya karena pola berbahasa kita yang lebih mudah dan lebih terdengar tidak asing di telinga kita karena faktor kebiasaan seperti kata "lalat" yang sering terucap "lalet" atau "lelat". Juga ada "apel" yang memiliki definisi berbeda. "Apel" memiliki definisi pertama sebagai bagian dari jenis buah-buahan dan definisi kedua sebagai upacara.
Memang tidak pernah ada pelarangan untuk berbahasa atau menambahkan imbuhan. Tetapi baiknya diarahkan lebih tepat sebagaimana mestinya. Bahasa Indonesia memang memiliki banyak sekali aturan main di dalamnya dan dapatlah kita akui sering kali ada kata yang tidak sengaja diubah karena penuturan dan faktor kebiasaan berbahasa yang salah.
Masih pedulikah kita untuk berbahasa dengan baik?
Jakarta, 1 April 2010 | 08.51
A. A. - dalam sebuah inisial
Pagi ini, saya disuguhkan bacaan menarik dari Harian Kompas pada halaman 9 edisi Kamis, 1 April 2010. Entah sebenarnya ingin menyoroti kata dari sisi mana. Di kolom "REDAKSI YTH", kita akan mendapati satu judul "Berpetualang". Seperti ini isinya:
Melihat kondisi berbahasa kita yang seringkali menggunakan kalimat asal, kita tidak pernah peduli dengan khazanah kosakata Indonesia yang ternyata juga memiliki aturan bermain di dalamnya. Ada beberapa kata yang boleh ditambahkan huruf bantuan dan tidak, ada juga yang harus menghilangkan huruf sebelumnya, atau menambahkan dua imbuhan sekaligus."Berpetualang"
Baik Kamus Umum Bahasa Indonesia maupun Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa tidak memasukkan berpetualang sebagai turunan lema tualang. Tesaurus Bahasa Indonesia karya Eko Endarmoko pun tak menyertakan kata itu. Turunan lema itu dalam Kamus Besar hanya bertualang, petualang, bertualangan, dan pertualangan. Secara morfologis bentukan tualang yang dibubuhi awalan ber- yang benar adalah bertualang. Sama halnya dengan kata juang yang menjadi berjuang, dan kata tinju yang menjadi bertinju.
Namun, sebagian kalangan masih menggunakan kata berpetualang, bukan bertualang. Hal itu juga dilakukan Kompas, Jumat (12/3/2010) halaman 52. Pada rubrik wisata tersua judul "Berpetualang di Tengah Laut". Seandainya nalar liguistik kita memaafkan judul "Berpetualang di Tengah Laut", selayaknya kita juga membolehkan "berpejuang di medan tempur" atau "berpetinju di Jakarta".
INDA SUHENDRA
Perum Lido Permai D3/3
Ciburuy, Cigombong, Bogor
Kamus memang bisa menjadi tempat pencari informasi yang sebenarnya karena di sanalah letak fungsional semu kamus. Kamus akan memberikan banyak pengertian termasuk kata apa yang sebenarnya dibenarkan dalam pemberian imbuhan dan penggunaannya. Toh, kata-kata yang tidak sengaja meleset juga bukan murni karena kesalahan kamus yang sering tidak dibuka atau kamus yang tidak melengkapi kata-kata tersebut.
"Tualang" di dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) diartikan sebagai orang yang tidak tentu tempat tinggalnya. Petualang adalah orang yang melakukan kegiatan tualang. Bertualang adalah kegiatan melakukan pengembaraan. Bagaimana dengan berpetualang itu sendiri? Apakah kegiatan seseorang melakukan petualangan?
Seperti kata "ubah" yang sering dituliskan merubah dan perubah. Padahal imbuhan di dalam tata Bahasa Indonesia tidak pernah menghadirkan imbuhan mer- dan per-. Pernah seorang guru bertanya kepada saya: "yang benar 'perubah' atau 'peubah'?" Dan banyak dari kami yang menjawab "perubah".
Bagaimana dengan "perhatikan"? Seperti Bahasa Inggris, jika memberikan imbuhan pada kata "swim" dan "-ing", akan ada penambahan kata "m" sebagai membantu kata tersebut sehingga akan membentuk kata "swimming". Demikian juga dengan kata "perhatikan". Itu tidaklah dapat disalahkan karena ada penambahan huruf "r" sebagai pembantu pembentukkan kata.
Sebenarnya masih banyak kata yang sering salah dalam menggunakannya karena pola berbahasa kita yang lebih mudah dan lebih terdengar tidak asing di telinga kita karena faktor kebiasaan seperti kata "lalat" yang sering terucap "lalet" atau "lelat". Juga ada "apel" yang memiliki definisi berbeda. "Apel" memiliki definisi pertama sebagai bagian dari jenis buah-buahan dan definisi kedua sebagai upacara.
Memang tidak pernah ada pelarangan untuk berbahasa atau menambahkan imbuhan. Tetapi baiknya diarahkan lebih tepat sebagaimana mestinya. Bahasa Indonesia memang memiliki banyak sekali aturan main di dalamnya dan dapatlah kita akui sering kali ada kata yang tidak sengaja diubah karena penuturan dan faktor kebiasaan berbahasa yang salah.
Masih pedulikah kita untuk berbahasa dengan baik?
Jakarta, 1 April 2010 | 08.51
A. A. - dalam sebuah inisial
wadoooh..... wadoooh..... wadooh.... kena jewer aku...
BalasHapusSiap Sist akan lebih memperhatikan aturan mainnya....
Terimakasih sarapan paginya...
Salam
Hahaha... Aku tidak punya wewenang untuk menjewer Mas Dhave.
BalasHapusKadang akupun sering ceroboh dalam menggunakan aturan mainnya.
= menjadi rubah atawa menyerupai rubah.
BalasHapus(rubah binatang yang oleh orang Inggris disebut fox).
Hahaha... Ini dia!
BalasHapusYang benar "mengubah" karena tidak ada imbuhan mer-.
hadoooh Ve jd inget ma guru killer bhs indo gw,,,,
BalasHapussyusah jg belajar bhs indo yah
Begitulah Indonesiaaaa... *tiup terompet*
BalasHapusBaiklah, aku akan belajar lagi :-)
BalasHapusHahaha... Aku tidak memaksa untuk belajar lho, Mbak!
BalasHapustar siang aja ah ...skrg blm nyimak banget...
BalasHapusHuahahaha... baru bangun nih ye...
BalasHapusPaksa donk :-P
BalasHapusYak ampun! Aku tidak bisa... :(
BalasHapus*Mellow mode: ON*
petulang adalah kata yg berdiri dari pe-tualan-an
BalasHapusnah sehinggan digabung dengan ber- maka tetap hasilnya berpetualangan..
karena imbuhan ber- kaidahnya tidak sama dengan kaidah me- mem- yang bisa menghilangkan huruf depan.
SABUDI (sastra budaya indonesia)
mari kita jaga bersama!
Petualang adalah orang yang melakukan tualang (pengembaraan).
BalasHapusMemang kalau dipikir-pikir berpetualang itu tidak ada sebenarnya, yang ada bertualang (ini juga tercantum di KBBI)
Tapi sekarang masih banyak yang bingung dengan awalan di, sehingga banyak yang nulis "di jual", "dijalanan" dsb., dsb.
BalasHapusmksh mbk, jd harus lebih teliti lagi nih...:))
BalasHapusHaha, ini dia nih pelajaran yang sering terlupakan.
BalasHapusSeperti yang selalu diingatkan oleh dosen Linguistik saya.
Kita semua bisa bahasa Indonesia karena itu bahasa Ibu kita, dan bahasa pergaulan sehari-hari.
Jadilah kita mampu berbahasa nativ sehari-hari, tapi belum tentu kita mampu berbahasa Indonesia dengan baik.
Bahkan pertanyaan-pertanyaan jebakan di kertas ujian Bahasa Indonesia menjadi tantangan tersendiri untuk menjawab apakah kita benar-benar sudah berbahasa Indonesia.
belajar bahasa indonesia itu tidak semenarik belajar bahasa inggris atau olahraga...
BalasHapuskan tidak ada orang yang dari sma udah bercita-cita jadi novelis terus milih jurusan bahasa di sma?
jadi.. aku pikir bila ada banyak masalah dalam menulis kata-kata yang berubah makna karena imbuhan...
seharusnya tanpa ber sudah bermakna sama..
BalasHapusPETUALANGAN.. menjelajah..
SABUDI (sastra budaya indonesia)
mari kita jaga bersama!
si ave kena dech ama eyang :D
BalasHapuswah.. wah.. malu saya, kata yang saya gunakan tidak baku
BalasHapusPenari ato Petari ? :D
BalasHapus**gak nyambung**
Tualang bukanlah orang (subyek) tapi predikat
BalasHapusItu dapat dikroscek di postingan ini
BalasHapushttp://smallnote.multiply.com/journal/item/75
Mari sama-sama belajar, Mbak
BalasHapusKita, orang Indonesia lebih piawai berbahasa Inggris :-))
BalasHapusYap, imbuhan yang acap kali menjadi permasalahan.
BalasHapusPetualangan adalah kegiatan tualang itu sendiri
BalasHapusMaksudnya?
BalasHapusHahaha... :-))
BalasHapusAdanya pengubahan huruf di sana, maka penari
BalasHapusIya, tualang itu merupakan kata kerja (verbal)
BalasHapusUdah pernah aku baca.
BalasHapusSudah dapat jawabannya 'kan, Om Amir? :-))
BalasHapus