Selasa, 12 Mei 2009

Hari Ini Sebelas Tahun Lalu

Hari ini sebelas tahun lalu:

Sedang apa kau, sayang?

aku bermain senapan di depan DPR
aku bermain orasi di atas mimbar
aku bermain gas air mata di muka MPR

siapakah perduli?

aku yang akan dijerang peluru
aku yang akan berdarah jadikan mati
aku yang tergeletak di tengah Gatot Soebroto

selamatkah engkau?

dari huru hara itu
dari amukan itu
dari atas nama reformasi

engkaukah itu?

yang menjadi jenazah
yang masih berlarian
yang berdiri di mimbar

akankah kau kenang itu?

semua kematian yang jadinya kisah
semua perjuangan kita jadinya angan
semua tragedi hidup jadinya air mata

apa yang akan diwariskan pada mereka?

sebuah cita-cita atas reformasi
sebuah kemenangan untuk demokrasi
sebuah harapan yang jadikan mimpi adanya

Hari ini sebelas tahun lalu

akankah sejarah mencatatnya?




Jakarta, 13 Mei 1998 - 13 Mei 2009

58 komentar:

  1. wah, puisi yang bagus banget,
    karya siapa nih Av ?

    BalasHapus
  2. Terima kasih Mas Utara...
    Yang menulisnya pun tak tahu siapa :-))

    BalasHapus
  3. sejarah mencatat.. mereka yang membunuhi orang pada hari itu.. akan bersiap menuju kursi kuasa dinegeri ini, sementara ibu dan anak terpisah tak jelas kemana pergi dan mengapa mati... sementara ratusan orang menjadi gila dan kehilangan segalanya, tak pernah terungkap kebenaran siapa pelakunya dan mengapa mereka diserang?

    BalasHapus
  4. Akulah yang akan mewarisi catatan sejarah itu kepada generasi-generasi berikutnya yang semakin lama akan semakin melupakan hal itu. Calon bapak mati diterjang peluru otoriter. Perempuan - perempuan terpaksa diperkosa demi nafsu pada waktu yang salah. Orasi demi kebaikan rupanya tak bisa diterima, mereka lebih memilih perang dengan senjata, dengan air mata.

    BalasHapus
  5. aku sih biasa saja soal orang orang yang mati itu, karena kalau kagak ada yang mati dalam peristiwa itu, mungkin sekarang lebih banyak lagi yang mati kelaparan karena soeharto tetap berkuasa, bahkan kita ngomong pun tidak bisa seenak seperti sekarang..

    perjuangan yang besar, selalu meminta korban yang besar juga

    yang salah itu kita semua, hasil perjuangan besar itu, tidak membawa perubahan berarti, kita semua ini adalah manusia manusia tidak tahu diri

    BalasHapus
  6. Mas Utara, sulit menyalahkan itu salah siapa. Mereka rakus harta, kita juga akan makan. Manusia itu akan selalu egois sepanjang hidupnya. Dia tak akan merasa cukup dan cukup dengan apa yang dia miliki saat ini. Mungkin mereka pikir rakyat adalah orang bodoh yang semudah itu untuk terus dikeruk demi pembangunan. Bapak pembangunan? Soeharto? Dia sutradara dan rakyat adalah pemainnya.

    BalasHapus
  7. bagus tidak nya sebuah film sangat tergantung dari sutradaranya..
    lihat aja mahatir muhammad ketika menjadi sutradara film malaysia selama 18 tahun, mampu membuat ribuan rakyat indonesia jadi babu, pelacur dan budak disana...

    BalasHapus
  8. Indonesia masih terlalu muda untuk hal ini. Indonesia merdeka lebih dahulu tetapi tak dapat mengalahkan Malaysia. Indonesia itu tak ayalnya seorang yang akan mencari matahari ketika lampu tak ada. Dia baru kalang kabut ketika semua dirajam oleh bahaya, baru peka ketika matanya akan dicucukkan timah.

    BalasHapus
  9. aarrrgghhh,...menoreh luka hati...
    kisah tentang tirani...
    semoga tidak terulang....:(

    BalasHapus
  10. btw....tulisan kamu manteb....
    keep on going...

    BalasHapus
  11. Mengerikan sekaligus memilukan jika mengingat lembaran hitam semacam itu.
    Saat itu, Mbak Re di Jakartakah? Pasti tahu hal ini yang mengguncang.

    BalasHapus
  12. Terima kasih Mbak Re...
    Tulisan ini masih sangat sederhana, tak seluruhnya sempurna

    BalasHapus
  13. ha..ha..ha..
    kamu baca buku sejarah lagi dah, 30 tahun lalu, malaysia mengemis ke indonesia minta di ajarin, bahkan sampai saat ini, malaysia masih banyak menggunakan orang indonesia yang pinter dan berkualitas untuk membangun negaranya..

    kelebihan malaysia adalah, sang Sutradara sangat tahu menempatkan setiap aktor dengan bidangnya masing masing (baca : setiap permasalahan diberikan kepada yang ahlinya)

    BalasHapus
  14. Kalau Mas Utara mau tahu, sejarah tak pernah mencatat hal semacam ini. Sebenarnya ini adalah sejarah kelam bangsa Indonesia. Pramoedya Ananta Toer pernah mengatakan dalam bukunya Jalan Pos, Jalan Daendles: "Indonesia adalah negeri budak. Budak di antara bangsa dan budak bagi bangsa-bangsa lain."
    Sejak zaman Belanda, memang rakyat Indonesia sudah diperbudaki. Jadi, maukah kita diperbudaki juga?

    BalasHapus
  15. pagi2 udah puisi
    katany mau dibuat cerpen?

    BalasHapus
  16. waktu itu gw masih di pekanbaru, blm di jakarta
    tapi gw tau kejadian ini

    BalasHapus
  17. Novelpun kalau diriku mampu akan kuhajar!!!
    Hahaha... siapkan saja waktunya.

    BalasHapus
  18. Sejarah kelam bangsa ini, masihkah akan diingat?

    BalasHapus
  19. Sudah kusiapkan senjata untuk menempurnya :-))

    BalasHapus
  20. bagus.. bagus..
    tinggal ngajarin gw

    BalasHapus
  21. Sayang ya... cita2 reformasi itu jadi begini.
    Tetap tak mampu membongkar tirani.

    BalasHapus
  22. ya aku di jkt....hmmm,secara ga terlibat langsung..
    tapi bisa merasakan perih hati mereka para ortu yang anak2 mereka jadi korban...

    BalasHapus
  23. Reformasi yang dijuangkan sebatas kematian...
    Jadikannya sia-sia saja jika tak bisa dinikmati

    BalasHapus
  24. Kalau pernah baca buku Kick Andy:Kumpulan Kisah Inspiratif (Gantyo Koespradono), itu ada serpihan cerita seorang ibu yang mencari anaknya yang terjebak di Yogya Mall. Anaknya meninggal terbakar ketika menolong orang lainnya yang sama-sama terjebak.
    Tragis!

    BalasHapus
  25. iya aku pernah baca..sekilas...ga kuat bacanya...
    astaga membayangkan perasaan mereka saat itu...sakiiiit banget yah....

    BalasHapus
  26. SEjarah mesti mencatatnya...
    tapi reformasi yg di kumandangkan tak akan menemukan makna..

    BalasHapus
  27. Sampai kapanpun... Sulit untuk mencarinya

    BalasHapus
  28. sebenarnya bisa Av... dengan jalan revolusi..

    BalasHapus
  29. Reformasi memakan korban
    Revolusi haruskah bagai Hitler?

    BalasHapus
  30. tidak harus memakan korban bila seluruh komponen legowo

    BalasHapus
  31. Kapan Om Roeb menuju jajaran kepresidenan untuk memperbaiki? :-)
    Kita butuh sesuatu yang dapat mengubah Indonesia

    BalasHapus
  32. sepertinya tinggal kenangan, gaungnya mulai melamah menuju kecarut-marutan
    banyak yang memetik buahnya, dari ladang yang mereka tanam
    sementara mereka tetap menjadi pupuknya

    celakanya,
    yang membeli buahnyapun mengamininya

    BalasHapus
  33. Ini sejarah! Ini sejarah! Sejarah yang tak pernah tercatat dalam buku sejarah...
    Catatan hitam yang paling hitam dalam reformasi

    BalasHapus
  34. 11 Tahun berlalu.
    Yang jadi tumbal cuman pelaku kelas teri doang!

    BalasHapus
  35. Kelas kakap butuh untuk digulai :-)

    BalasHapus
  36. penipuan bangsa pada generasi
    manipulasi basi

    BalasHapus
  37. Maka itu... suatu tahun nanti, ini tinggal kenangan, bukan jadi sejarah!

    BalasHapus
  38. langsung dibomb hilang semua deeh tuh orang ..haha

    BalasHapus
  39. Terima dan kasih Mbak Dewi...
    Selamat sore...

    BalasHapus
  40. jadi ingat jaman2 awal kuliah dulu...ketika musim huru hara....

    BalasHapus
  41. Mengerikan, menggetarkan, menakutkan.
    Ikut demo juga, Mbak Dessy?

    BalasHapus
  42. disadari atau tidak, sekarang yang kita tuai adalah hasil dari perjuangan saat reformasi dulu

    BalasHapus
  43. Sekarang adalah serpihannya. Catat hal itu dalam sejarah, bukan diabaikan.

    BalasHapus
  44. Jakarta mendung...

    *) Jadi reportase cuaca :-))

    BalasHapus
  45. hihihihi.....
    Hujan membawa kedamaian
    Setelah seharian panas, walo hujan sekejab rasanya memberikan kesejukan kok ^_^

    BalasHapus
  46. Itulah salah satu fungsi hujan yang tidak tercatat dalam pembelajaran IPA dan Geografi

    BalasHapus
  47. terimakasih atas kunjungannya... :)

    BalasHapus
  48. buku sejarah dicatat oleh jemari yang berkepala
    muatan sejarah dipahami oleh kepala yang berotak
    kebenaran sejarah diwadahi oleh manusia yang berhati
    jiwa-jiwa semesta bertarung mengemukakan sejarah
    dengan mengirim buku bersampul, berstempel dan penuh sumpah bebas kebohongan
    tapi sejatinya sejarah adalah apa yang dilahirkan oleh bumi dan diasuh oleh langit dan...

    dibesarkan di awang-awang.
    di awang-awang...
    mengawang
    di awang-awang...

    BalasHapus
  49. Terima kasih untuk jawabannya di FB
    Hahaha...

    BalasHapus