Rabu, 29 Februari 2012

Menggenggam Dunia

Rating:★★★
Category:Books
Genre: Biographies & Memoirs
Author:Gol A Gong
Ketika jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara, karena bila jurnalisme bersumber dari fakta, maka sastra bersumber dari kebenaran. ... Kebenaran bisa sampai apapun bentuknya. Bagi saya, dalam bentuk fakta maupun fiksi, kebenaran adalah kebenaran - yang getarannya bisa dirasakan setiap orang. - Seno Gumira Ajidarma

Membuka halaman pertama dari buku Gol A Gong ini membuat saya sempat ragu apakah saya akan berpikiran sama dengan apa yang dituliskannya. Ia menuliskan bahwa dirinya sendiri pun ragu apakah Menggenggam Dunia harus diterbitkan sebagai autobiografi dari dirinya. Apa kata orang setelah membaca buku ini? Mengecap dirinya sebagai penulis yang narsis dan angkuh? Mengecap dirinya tak berbeda dengan penulis yang membanggakan hasil kerjanya sendiri.

Nyaris saya tutup buku ini. Sudah dapat dipastikan kalau buku ini akan saya tutup dan enggan saya baca kalau bukan sedang menunggu di depan Ruang Radiologi RS Borromeus nyaris empat jam dan saya sudah membawa buku bacaan lain selain Menggenggam Dunia ini karena Gol A Gong menuliskan tentang kepercaya-diriannya untuk menggenggam dunia lewat Rumah Dunia hanya untuk mewujudkan mimpinya yang dianggap sebagian orang adalah mimpi yang konyol.

Tapi, pada akhirnya, saya habiskan juga buku ini selama enam hari. Tepat di hari terakhir bulan Februari yang kabisat ini, saya menuliskan resensi saya untuk kali pertama di tahun ini. Ha! Silakan ditertawakan betapa malasnya saya untuk menulis resensi.

Membalik halaman demi halaman, hampir habis separuh buku ini saya baca ketika menunggu tersebut. Sisanya, saya baca beberapa halaman sebelum tidur atau pagi sebelum berangkat mengikuti kuliah. Berselingan dengan buku lainnya yang saya baca. Dan saya pun candu. Gol A Gong patut menuliskan buku ini sebagai sebuah peringatan bahwa negeri ini masih butuh bacaan.

Ketidakpedulian pemerintah terhadap keberadaan literasi terungkap jelas dengan rincian yang (seharusnya) bisa dibuktikan. Gol A Gong -secara tidak langsung- menjadikan buku perjalanannya membangun Rumah Dunia dengan kata-kata sebagai pondasi dan dindingnya ini menjadi sebuah laporan betapa 'korupsinya' pemerintahan di mana Rumah Dunia berdiri dan menjadi sebuah petaka apabila pemerintah hanya memperhatikan hal-hal yang sifatnya tidaklah begitu penting bila mereka tidak memperhatikan bahwa Banten bisa menjadi provinsi yang malas membaca. Gol A Gong melakukan pergerakan untuk itu.

Dikisahkan pula mengapa Gol A Gong berani memutuskan untuk menjadi penulis, menghidupi Tias Tatanka, keempat anaknya, dan Rumah Dunia. Siapa bilang menjadi penulis tidak dapat hidup? Penulis serial Balada Si Roy ini telah membuktikannya. ia pun mengisahkan juga bagaimana ia bisa candu untuk berjalan-jalan dan melahirkan Balada Si Roy, nekat menikahi Tias, dan perkembangan Banten dengan keberadaan Rumah Dunia.

Jangan lupa, jadikan alam sahabatmu; pantai, sungai, gunung, fajar, senja, angin, hujan, laut. Dari sana kamu akan menemukan arti kehidupan sesungguhnya." - hal. 62

Kupikir Gol A Gong patut mendapatkan apa yang telah ia lakukan dan perjuangkan selama ini. Ia patut mendapatkan Rumah Dunia, rumah yang selalu diimpikannya sejak kecil. Kini, mimpi itu tergapai. Bangunan di Komplek Hegar Alam, Serang, tersebut sudah terbangun sedikit demi sedikit. Dari berbagai bantuan, dari berbagai kucuran dana, dari setiap tetes darah Gol A Gong dan Tias Tatanka. Gol A Gong dan Tias boleh berbangga di sebelah rumahnya untuk tinggal ada rumah lain untuk membuat Banten lebih bertumbuh besar dan dewasa lewat bacaan dan media lainnya.

Kupikir terlalu berlebihan Gol A Gong itu di dalam kata pengantarnya. Ia bukanlah penulis yang angkuh, yang membangga-banggakan prestasinya dalam membangun Rumah Dunia. Ia hanya bercerita apa adanya. Ia telah berhasil menggenggam dunia dengan caranya sendiri, dengan mimpinya sendiri, dengan perjuangannya sendiri. Ia mengungkapkan apa yang jarang ditulis di dalam media massa. Ia mengungkapkan kebenaran yang sesungguhnya ketika jurnalisme tidak bisa menuliskannya.

Adalah hal yang tepat -kupikir- bila aku mencantumkan kutipan dari Seno Gumira Ajidarma itu sebagai prolog dari resensiku terhadap buku ini. Gol A Gong akan semakin kuat dengan bukti-bukti tersebut bila ia berani memasukkan artikel atau sekadar cuplikan atau kutipan dari apa yang telah dipublikasikan kepada media massa, terutama di bagian-bagian yang berbau dengan ketidakpedulian pemerintah itu.

Kini, Gol A Gong telah menggenggam mimpinya, menggenggam dunianya. Rumah Dunia menjadi bukti bahwa mimpi masa kecil yang dibangun dalam pikirannya bisa berdiri di halaman rumahnya di kota yang selalu dinantikannya untuk bergerak lebih baik.


Bandung, 29 Februari 2012
A.A.- dalam sebuah inisial



PS: Kalau buku ini cetak ulang, berani kusarankan kepada Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) untuk melakukan penyelarasan aksara berkali-kali terhadap buku ini. Maka, penilaian terhadap buku ini pun kuturunkan dari empat menjadi tiga karena untuk penerbit sebesar KPG, aku keberatan menemukan kesalahan eja yang banyak.

5 komentar: