Kamis, 15 September 2011

Sebuah Kotak Pandora

G,

Mungkin, hanyalah sebuah kemungkinan dari ribuan kemungkinan lain yang tak pernah bisa kita duga sebelumnya. Seperti tak seorang pun yang tahu tentang masa depan seperti apa, seperti sedang membaca sebuah buku. Kita tak pernah tahu apa yang ada di halama berikutnya. Seperti sedang menonton sebuah opera, kita tak tahu akan ada kejutan macam apa dalam adegan berikutnya.

Akhirnya, ada cerita yang membuat kita kembali merasa akan pulang. Aku bagai membungkus rindu yang tiada mengenal tepi. Ada fase di mana aku cuma bermain-main dalam ranah yang tak tahu akan seperti apa. Cerita-cerita di dalam kebisuan hanya sanggup teruntai manis sampai ke ujung hati. Seketika itu, masih ada harap dan pilu yang datang saling berkejar ke garis akhir.

Kadang, kuinsafi sebuah hal yang kumengerti tentang kamu. Tentang sebuah kotak pandora yang tak pernah berdebu untuk menyimpan kenangan kita. Siapa yang menjaganya, aku pun tak tahu, pula dengan kamu. Kita tak pernah tahu. Tapi, sungguhlah berterima kasih, kotak itu tetap tersimpan rapi dan tetap tak terlupakan untuk singgah kepadanya.

Masih ada catatan tentang aku yang menulis usia. Kita tak pernah menginginkan mati di usia tua, bukan? Terbahak seketika itu, aku berdiam di dalam permainan waktu. Usia yang bertambah bukan menjadi sebuah beban bagiku, tetapi menjadi sebuah refleksi yang menarik untuk disimak bagai buku yang begitu menarik dari anyaman aksara, seperti lagu yang begitu nyaman didengar dari denting melodi, dan seperti petualangan yang kuharap tak habis-habisnya untuk dilewati.

Ada kalanya, aku rindu akan kotak pandora itu. Ingin aku masuk ke dalamnya, bermain di sana dan menikmati hidup. Tapi inilah dunia, di mana semuanya butuh dengan perjuangan. Tak ada satu pun yang didapat secara cuma-cuma atau berdasarkan belas kasih.


G,

Benarkah rindu yang membuat kita tidak bisa berpaling dari kenyataan? Seandainya kita tahu jawaban sesungguhnya.




Jakarta, 15 September 2011 | 22.30
A.A. - dalam sebuah inisial

9 komentar: