Senin, 21 Desember 2009

Kasih Ibu Itu Tidak Sepanjang Jalan

Saya tak tahu peribahasa mana yang mengatakan "kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah" apakahbenar atau tidak. Di dalam dinamika sosial, apakah kasih dapat diukur dengan mistar, jangka sorong, neraca, atau sebagainya? Kasih -sepanjang yang saya tahu- adalah soal rasa, soal perasaan, dan kepekaan seseorang untuk menilai sisi penyayangan umat manusia.

Bagaimana kasih ibu sepanjang jalan? Apa ukurannya? Saya pernah bertanya kepada nenek saya mengenai hal ini. Mengapa kasih ibu sepanjang jalan? Apakah tidak ada yang lain sebagai dasar ukuran? Hanya sepanjang jalan sajakah? Nenek saya menjawab sangat mudah: karena kasih seorang ibu itu tidak ada batasannya.

Sejenak saya berpikir benarkah tiada batasannya jika diukur dengan acuan jalan? Dengan mengandung, tergopoh-gopoh berjalan dengan perut yang semakin besar, semakin menua, bisa diukur dengan jalan. Melahirkan, menyusui, dan menjaga sampai anak itu bisa melepaskan diri dari ibunya. Menjaga ketika sakit, mengajarkan, dan memberi makan.  Menjadi teman curhat, teman perjalanan, teman suka dan duka. Banyak hal yang ibu berikan kepada seorang anak tetapi hanya diukur dengan sepanjang jalan. Lantas, jalan yang manakah yang menjadi pondasi ukuran tersebut?

Sewaktu SD, guru saya pernah menyinggung hal ini. Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah. Guru saya mendeskripsikan kasih ibu itu seperti jalan tol, terus mengalir tiada henti. Saya sempat protes kepada beliau: "Pak, jalan tol juga macet, Pak!" Balasannya adalah: "macet itu ketika ibumu sakit atau sedang bersedih." Baiklah, persepsi itu saya terima. Kemudian beliau membentangkan mistar 30 sentimeter dan berkata: "nak, kasih anak itu sepanjang galah. Galah itu sepanjang ini!" Saya hanya diam dan berpikir saja mengenai jalan dan galah itu.

Semenjak saat itu, saya tak pernah menerima bahwa kasih ibu itu sepanjang jalan. Saya tidak pernah setuju dengan pepatah itu. Mana bisa kita menyatakan kasih ibu itu sepanjang jalan? Kemudian pertanyaan selanjutnya adalah: apa balasan anak kepada ibunya sehingga bisa diukur sepanjang galah?

Kembali lagi kepada nenek saya. Saya bertanya mengapa hanya sepanjang galah. Apakah tidak ada yang lebih panjang atau lebih pendek lagi? Jawabannya: karena galah itu benda yang pendek, kadang kedua ujungnya bisa dipegang oleh satu orang. Lho, bukannya masih banyak benda yang bisa semacam itu? Lalu, memang tidak sepanjang jalankah? Bukannya mereka juga tidak pernah dituntut untuk dilahirkan?

Abraham Lincoln sebagai anak pernah menulis:

I remember my mother's prayers and they have always followed me.  They have clung to me all my life. (Saya mengingat doa-doa ibu saya dan doa itu selalu mengikuti saya. Doa-doa itu melekat kepada saya sepanjang hidup saya)

Apakah ibu bahagia ketika kasihnya diukur hanya dengan jalan? Apakah ibu puas kasihnya hanya sepanjang jalan? Apakah ibu senang kasihnya sebatas jalan semata? Apakah anak bangga kasihnya sepanjang galah? Apakah anak merasa lega kasihnya yang diberikan hanya sebatas galah?

Uang bisa dinilai, harta bisa diukur. Sekaya apapun ibu kita, semiskin apapun ibu kita. Material bisa dijumlahkan, dikurangi, dikali, dan dibagi. Bagaimana dengan kasih? Apa ukuran dasar untuk sebuah kasih sehingga Abraham Lincoln bisa menulis demikian?

Banyak pertanyaan di dalam benak saya. Saya tidak pernah mengamini bahwa kasih ibu sepanjang jalan. Saya tidak pernah setuju dan saya acap kali memberontak dengan keadaan itu. Kasih itu soal rasa, soal hati. Kalau diukur seperti jalan, seperti galah, saya tak akan pernah mampu mengukurnya. Kasih ibu itu tidak sepanjang jalan dan kasih anak itu tidak sepanjang galah.

Saya mengukurnya dengan rasa, bukan dengan satuan semacam itu. Kasih ibu yang saya rasakan selama saya hidup itu tidak ada batasannya. Tidak terdefinisi. Tidak terhingga. Dan kasih yang saya balaskan kepada ibu saya adalah kasih yang tidak ada bedanya dengan isapan jempol semata. Itulah yang membuat saya tetap bertahan mengapa kasih anak itu bukan sepanjang galah, ketika saya merasa kasih saya sudah di seberang galah, saya merasa: cukup. Dan itu tidaklah cukup untuk membahagiakan seorang ibu. Ibu yang pernah ada di dunia ini. Ibu yang tak pernah menuntut banyak dari anaknya. Ibu yang menilai semua hal secara: gratis. Ibu yang paling saya muliakan di dunia.


Selamat pagi! Selamat hari ibu!


Jakarta, 22 Desember 2009 | 7.39




The mother is everything - she is our consolation in sorrow, our hope in misery, and our strength in weakness. She is the source of love, mercy, sympathy, and forgiveness. He who loses his mother loses a pure soul who blesses and guards him constantly. - Kahlil Gibran

62 komentar:

  1. good post :) good morning and happy mom's day .

    BalasHapus
  2. Selamat hari ibu, Mbak Nana... Lekaslah menjadi ibu... Hahaha... :-))

    BalasHapus
  3. Apakah ibu bahagia ketika kasihnya diukur hanya dengan jalan? Apakah ibu puas kasihnya hanya sepanjang jalan? Apakah ibu senang kasihnya sebatas jalan semata? Apakah anak bangga kasihnya sepanjang galah? Apakah anak merasa lega kasihnya yang diberikan hanya sebatas galah?

    suka kalimat ini
    kadang aku juga bertanya - tanya seperti itu
    jadiin status fb ah buat renungan
    boleh ya??

    BalasHapus
  4. Ayo, Mbak Laras!!! Cepatlah menjadi ibu... Hahaha...
    Selamat hari (calon) ibu...

    BalasHapus
  5. Silahkan Mbak Hani, dengan senang hati :-)

    BalasHapus
  6. hahahaha....baru kali ini Aveline memanggil nama saya Mba Larass :D

    doain ajah Ave, kalau perlu carikan!! hehehehehehe *ngareeeeeeeeppp*

    BalasHapus
  7. Oh ya, Mbak Laras? Coba cari di postingan saya, sudah pernah! Hahahaha...
    Mau tipe seperti apa? Seperti saya? :P

    BalasHapus
  8. duh hari ibu ya... kasih ibu sepanjang masa...

    BalasHapus
  9. hahahaha yoyoyoyo.....

    hmmm seperti Ave?? cool dan maskulin?? waduh bisa mati kedinginan saya hehehehehe

    yang baik ajah Ave, mo nerima apa adanya saya *halah kek beneran ajah*

    BalasHapus
  10. Ibu, adalah kosakata cinta paling indah yg pernah ada.

    BalasHapus
  11. huuuaahahahahahaha...........kau ini, perlu diragukan :p

    hmmmm kok gak sekolah yah??

    BalasHapus
  12. kemarin hari minggu saya ada di WTC Serpong loh, seharian penuh :)

    *nungguin Aveline tapi gak ada jawaban*

    BalasHapus
  13. hmm... galak jg ya tulisannya :-)

    bg saya sndiri, ibu (dan jg ayah) adalah wakil Tuhan di dunia, jd bs diartikan sndiri apa dan bagaimana ttg org tua dan saya

    Ibu bagi saya adalah kasih tiada akhir, bagai refrain yg tiada henti, bahkan ketika kita sdh tdk hidup

    BalasHapus
  14. Hahaha... Silahkan diragukan, tapi jangan meragu :P

    BalasHapus
  15. Duh! Sabtu Minggu dihabiskan di wilayah kebon yang berpanen jeruk :-))

    BalasHapus
  16. Seperti litani-nya di kala malam, ada nama yang selalu disebutnya dan tak dilupakan

    BalasHapus
  17. renungan yg bagus dan kritis..
    terima kasih ya ve..
    ibu tak pernah ingin punya hari ibu
    karena ibu ingin semua hari menjadi hari
    baginya dan anak2nya




    SABUDI (sastra budaya indonesia)
    mari kita jaga bersama!

    BalasHapus
  18. Dan sebenarnya hari - hari itu adalah dirinya sendiri....
    Tiada yang lebih mulia dari itu semua
    Tabik!

    BalasHapus
  19. selamat hari ibu ave
    kapan kau nyusul
    wakakaka :)
    one day hehehe

    BalasHapus
  20. yups..
    dan kau pasti kan jadi seperti ibumu




    SABUDI (sastra budaya indonesia)
    mari kita jaga bersama!

    BalasHapus
  21. Untuk kita tepatnya: Selamat hari (calon) ibu...
    Hahahaha... :-))

    BalasHapus
  22. Semoga doamu itu teramini, Mas Mus..
    Terima kasih sekali untukmu

    BalasHapus
  23. seumpama kartu kredit, kasih ibu itu kartu kredit warna hitam yg unlimited. klo menurut pengusaha waralb OK, ibu itu siap dan buka 24 jam. hehe..

    BalasHapus
  24. selamat hari ibu ave....salam hormat untuk ibunda tercintanya ya :))

    BalasHapus
  25. Gimana kalo bilang: "Kasih ibu sebanyak 6,7 T"?

    BalasHapus
  26. Ada. Tetapi di Indonesia kurang perhatian dengan hal itu.
    Kalau tak salah 19 Juni

    BalasHapus
  27. hehehehehe sudah dibahas tuntas tadi sore :)

    your nice persone Aveline, persahabatan dua jaman, mungkinkah??

    BalasHapus
  28. kali ajah kau mendapatkan apa yang kuinginkan huehehehehe ingat yah!! bukan setipe ma Ave :D

    BalasHapus
  29. hehehehehehe...............kau ini bisa ajah buat aku tertawa :)

    BalasHapus
  30. Tunggu aku berkelana lagi, nanti kucarikan :-))

    BalasHapus
  31. haruskah ku menunggu 1000 tahun lagi???
    atau menunggu samapi kita mati dan bertemu di surga sana??
    terlalu lama kurasa



    hehehehehehe......HS nya cute Ave *ngeles dari topic*

    BalasHapus
  32. Aih, bersabarlah boi... Kau dapatkan dio nantinya!
    *Gaya Arai =)) *

    BalasHapus
  33. ah kau boi, tahulah gimana perasaan awak neh menahan nafsu. sudah tak tahan lah awak neh...




    *gaya Ikal :p

    BalasHapus
  34. huhahahahahahahahahha...............

    BalasHapus
  35. Kasih ibu adalah harta yang sangat berharga untukku Ave :-)

    BalasHapus
  36. Dan tiada yang paling mulia di antara itu semua

    BalasHapus
  37. Av...meski telat baca...aku salut ma kamu....

    BalasHapus