Sabtu, 16 Oktober 2010

Riwayat Blog

Dalam sebuah obrolan panjang, saya berdiskusi dengan karib saya di mana kami berdua memang akrab di dunia maya dan dunia nyata. Sebenarnya hanya sekadar senda gurau saja tentang profesi kita masing-masing. Saya yang menangani blog pribadi dan salah sebuah blog lain yang kini saya pun menganggapnya rumah saya sendiri dan dia menangani banyak sekali website. Kami bekerja pada ranah yang sama: status online.

Cukup lama sudah saya mulai menulis catatan di blog. Untuk yang sudah dekat dengan saya, tentu tahu berapa lama dan berapa banyak blog saya di jagat maya ini. Tahu berapa banyak tulisan yang sudah saya tuliskan dan pikiran saya sudah tertumpah di dalamnya. Suatu jagat maya memberikan fasilitas menampung memori otak yang kadang kita sendiri tak sanggup lagi menampungnya.

Blog menjadi sebuah ranah yang membuat kita bisa mengenang masa lalu, siapa diri kita, dan kelak kita akan menjadi apa. Dia menjadi sebuah catatan pribadi di mana semua orang bisa membuka dan membacanya. Catatan pribadi tak selamanya harus bersifat privasi. Kita juga bisa belajar dari pengalaman seseorang berdasarkan catatan yang ada di dalam teknologi digital kini.

Saya memulai blog dengan iseng-iseng. Hanya dengan tujuan awal: ingin bercanda saja dengan diri sendiri. Menertawakan hidup. Saya menganggap bahwa hidup adalah sebuah film yang hanya patut ditertawakan karena kita tidak berperan sebagai figuran, tetapi pemain utama. Kita yang disorot langsung dalam kamera kehidupan. Untuk itu, saya hanya ingin selalu mengenang dan dikenang sebagai seorang pemain yang suka tertawa dalam sebuah film, di mana saya sedang menertawakan diri saya sendiri.

Lama-lama blog menjadi sebuah rutinitas bagi kehidupan saya. Saya menulis di sini. Saya berbagi di sini. Saya pula mendokumentasikan tulisan saya di sini. Dalam waktu sekejap, saya sudah mengarsip tulisan saya dengan rapi. Nilai tambahnya adalah saya bisa dikritik dan mendapatkan asupan saran yang semakin baik untuk diri saya.

“Saya berhenti nge-blog.”

Kata karib saya sambil berhenti mengetik di depan notebook-nya. Saya terdiam dan tersenyum saja. Saya berpikir bahwa dia hanya bercanda. “Blog saya sudah mati. Saya berhenti.”

Saya memandangnya serius kali ini. Mungkin dia adalah salah seorang yang membuat saya tertarik membangun rumah di dunia maya. Sekalipun rumah itu hanyalah rumah sederhana. Rumah yang saya bangun kini tidaklah mewah. Terdiri dari ruang arsip tulisan, koleksi-koleksi pribadi saya, lagu-lagu kegemaran saya, dan kala saya berkesempatan untuk pergi sambil mengambil gambar dan menyimpannya di sini.

Saya pernah berpikiran bahwa suatu hari nanti pasti saya akan meninggalkan dunia maya selamanya. Teman saya tetap tidak dapat jauh dari dunia maya sekalipun ia berhenti menulis blog. Mungkin saya tak akan seperti teman saya itu.

Riwayat blog ini kelak ketika saya memutuskan untuk berhenti nge-blog. Saya sudah memiliki keputusan bahwa blog ini masih akan terus berjalan sampai saya memang tidak bisa lagi menulis blog. Entah mau berapa lama blog ini mengendap, sampai benar-benar tak ada lagi yang dapat saya bagikan dalam dunia maya ini, sampai rumah saya ini tak memberikan dokumentasi cerita lagi.

Saya tidak tahu jelas kapan saya akan berhenti nge-blog. Cepat atau lambat. Jauh atau dekat. Blog ini akan tetap saya wariskan kepada seseorang yang saya percaya untuk memegang dan menggantikan saya bercerita di sini. Entah apapun kelak ceritanya, ini tetap rumah saya, rumah yang saya bangun dengan penuh cinta. Saya pernah tinggal dan berdiam di dalamnya dalam waktu yang lama.

Meski kelak bukan lagi saya yang bercerita di blog ini, saya tetap tidak menginginkan blog ini sebagai “rumah berhantu”. Saya ingin blog ini tetap menjadi blog yang berisi. Blog yang terbuka bagi semua orang, rumah yang selalu terbuka bagi siapa saja. Dokumentasi tulisan saya tak melulu harus dibuka dengan masuk ke dalamnya. Cukup Anda menuliskan alamat blog saya, maka masuklah Anda di rumah saya.

Rumah sederhana ini masih menjadi milik saya. Walaupun kepada siapa blog ini akan terwariskan, dokumentasinya tak akan berubah. Blog menjadi rumah bagi saya. Sebagaimana fungsi rumah adalah memberikan rasa nyaman dan kebebasan, blog ini seharusnya juga demikian bagi saya.

Mungkin suatu hari nanti saya memutuskan kepada siapa blog ini akan terwariskan dan pada akhirnya saya akan rindu, saya akan masuk ke dalam rumah saya di mana nanti bukan lagi rumah saya. Tapi saya pernah berdiam di dalamnya.

Saya tak akan pernah mematikan blog ini, entah riwayat blog ini akan seperti apa kelak.

 

 

Jakarta, 10 Oktober 2010 | 02.51
A.A. – dalam sebuah inisial

19 komentar:

  1. dear Ave,
    datanglah jika kau mau, menghilanglah jika itu harus
    kapan pun kau datang, aku akan menyambutmu
    just anytime Ave, bahkan ahli warismu sekalipun

    jabat erat :)

    BalasHapus
  2. Sepertinya, aku juga tidak bisa berhenti ngeblog...

    BalasHapus
  3. aku lagi butuh nafas tambahan untuk lebih bisa ngeblog, bebrapa minggu ini hanya cuman baca2 dan sekedar kuiknote

    BalasHapus
  4. urusan banyak... Avelin no wahid...
    sukses dech buat Avelin

    BalasHapus
  5. wah, Ave, aku suka caramu becerita.. asyik.. hehehe
    n_nb

    BalasHapus
  6. seharusnya memang begitu ... dan harus begitu ..

    BalasHapus
  7. sy blm lama kenal mbk ave, tp sy suka cr mbk ave bercerita ttg panggung sandiwara ini.....

    BalasHapus
  8. saya pernah berhenti tapi nggak betah nggak curhat pada diri sendiri di blog terutama MP ini. semoga hingga kapan pun blog saya lestari. mungkin ahli warismu dan ahli warisku akan saling mengenal seperti kita saling kenal ya, pon... btw, sekarang aku kalau komen ndak bisa mencantumkan emoticon yang goyang2 atau gambar monyet soalnya file-nya ilang... *sedih*

    BalasHapus
  9. Blog ini tak akan mati... dan aku akan tetap menulis sampai mati.

    BalasHapus
  10. Apa kabar, Pak Guru? Bagaimana persiapan sekolahnya menjelang UN 4 bulan lagi? :D

    BalasHapus
  11. Aku hanya pencerita saja, namun tak ulung seperti Mbak Fajar :-)

    BalasHapus
  12. Rumah menjadi tempat untuk kembali berpulang

    BalasHapus
  13. Aku banyak belajar dari Mbak Dwi... Terima kasih :-)

    BalasHapus
  14. Seperti aku terhibur dan menyukai Mbak Rien bercerita.... Semua ada timbal baliknya, Mbak :-)

    BalasHapus
  15. Hahaha... Aku hanya mampu mewariskan blog ini kelak aku mati.

    BalasHapus
  16. Thanks for being there whenever I come back. :-)

    BalasHapus
  17. tetaplah berkarya ve..


    SABUDI (sastra budaya indonesia)
    mari kita jaga bersama!

    BalasHapus