Cukup lama sudah saya mulai menulis catatan di blog. Untuk yang sudah dekat dengan saya, tentu tahu berapa lama dan berapa banyak blog saya di jagat maya ini. Tahu berapa banyak tulisan yang sudah saya tuliskan dan pikiran saya sudah tertumpah di dalamnya. Suatu jagat maya memberikan fasilitas menampung memori otak yang kadang kita sendiri tak sanggup lagi menampungnya.
Blog menjadi sebuah ranah yang membuat kita bisa mengenang masa lalu, siapa diri kita, dan kelak kita akan menjadi apa. Dia menjadi sebuah catatan pribadi di mana semua orang bisa membuka dan membacanya. Catatan pribadi tak selamanya harus bersifat privasi. Kita juga bisa belajar dari pengalaman seseorang berdasarkan catatan yang ada di dalam teknologi digital kini.
Saya memulai blog dengan iseng-iseng. Hanya dengan tujuan awal: ingin bercanda saja dengan diri sendiri. Menertawakan hidup. Saya menganggap bahwa hidup adalah sebuah film yang hanya patut ditertawakan karena kita tidak berperan sebagai figuran, tetapi pemain utama. Kita yang disorot langsung dalam kamera kehidupan. Untuk itu, saya hanya ingin selalu mengenang dan dikenang sebagai seorang pemain yang suka tertawa dalam sebuah film, di mana saya sedang menertawakan diri saya sendiri.
Lama-lama blog menjadi sebuah rutinitas bagi kehidupan saya. Saya menulis di sini. Saya berbagi di sini. Saya pula mendokumentasikan tulisan saya di sini. Dalam waktu sekejap, saya sudah mengarsip tulisan saya dengan rapi. Nilai tambahnya adalah saya bisa dikritik dan mendapatkan asupan saran yang semakin baik untuk diri saya.
“Saya berhenti nge-blog.”
Kata karib saya sambil berhenti mengetik di depan notebook-nya. Saya terdiam dan tersenyum saja. Saya berpikir bahwa dia hanya bercanda. “Blog saya sudah mati. Saya berhenti.”
Saya memandangnya serius kali ini. Mungkin dia adalah salah seorang yang membuat saya tertarik membangun rumah di dunia maya. Sekalipun rumah itu hanyalah rumah sederhana. Rumah yang saya bangun kini tidaklah mewah. Terdiri dari ruang arsip tulisan, koleksi-koleksi pribadi saya, lagu-lagu kegemaran saya, dan kala saya berkesempatan untuk pergi sambil mengambil gambar dan menyimpannya di sini.
Saya pernah berpikiran bahwa suatu hari nanti pasti saya akan meninggalkan dunia maya selamanya. Teman saya tetap tidak dapat jauh dari dunia maya sekalipun ia berhenti menulis blog. Mungkin saya tak akan seperti teman saya itu.
Riwayat blog ini kelak ketika saya memutuskan untuk berhenti nge-blog. Saya sudah memiliki keputusan bahwa blog ini masih akan terus berjalan sampai saya memang tidak bisa lagi menulis blog. Entah mau berapa lama blog ini mengendap, sampai benar-benar tak ada lagi yang dapat saya bagikan dalam dunia maya ini, sampai rumah saya ini tak memberikan dokumentasi cerita lagi.
Saya tidak tahu jelas kapan saya akan berhenti nge-blog. Cepat atau lambat. Jauh atau dekat. Blog ini akan tetap saya wariskan kepada seseorang yang saya percaya untuk memegang dan menggantikan saya bercerita di sini. Entah apapun kelak ceritanya, ini tetap rumah saya, rumah yang saya bangun dengan penuh cinta. Saya pernah tinggal dan berdiam di dalamnya dalam waktu yang lama.
Meski kelak bukan lagi saya yang bercerita di blog ini, saya tetap tidak menginginkan blog ini sebagai “rumah berhantu”. Saya ingin blog ini tetap menjadi blog yang berisi. Blog yang terbuka bagi semua orang, rumah yang selalu terbuka bagi siapa saja. Dokumentasi tulisan saya tak melulu harus dibuka dengan masuk ke dalamnya. Cukup Anda menuliskan alamat blog saya, maka masuklah Anda di rumah saya.
Rumah sederhana ini masih menjadi milik saya. Walaupun kepada siapa blog ini akan terwariskan, dokumentasinya tak akan berubah. Blog menjadi rumah bagi saya. Sebagaimana fungsi rumah adalah memberikan rasa nyaman dan kebebasan, blog ini seharusnya juga demikian bagi saya.
Mungkin suatu hari nanti saya memutuskan kepada siapa blog ini akan terwariskan dan pada akhirnya saya akan rindu, saya akan masuk ke dalam rumah saya di mana nanti bukan lagi rumah saya. Tapi saya pernah berdiam di dalamnya.
Saya tak akan pernah mematikan blog ini, entah riwayat blog ini akan seperti apa kelak.
Jakarta, 10 Oktober 2010 | 02.51
A.A. – dalam sebuah inisial
dear Ave,
BalasHapusdatanglah jika kau mau, menghilanglah jika itu harus
kapan pun kau datang, aku akan menyambutmu
just anytime Ave, bahkan ahli warismu sekalipun
jabat erat :)
Sepertinya, aku juga tidak bisa berhenti ngeblog...
BalasHapusaku lagi butuh nafas tambahan untuk lebih bisa ngeblog, bebrapa minggu ini hanya cuman baca2 dan sekedar kuiknote
BalasHapusurusan banyak... Avelin no wahid...
BalasHapussukses dech buat Avelin
wah, Ave, aku suka caramu becerita.. asyik.. hehehe
BalasHapusn_nb
seharusnya memang begitu ... dan harus begitu ..
BalasHapussy blm lama kenal mbk ave, tp sy suka cr mbk ave bercerita ttg panggung sandiwara ini.....
BalasHapussaya pernah berhenti tapi nggak betah nggak curhat pada diri sendiri di blog terutama MP ini. semoga hingga kapan pun blog saya lestari. mungkin ahli warismu dan ahli warisku akan saling mengenal seperti kita saling kenal ya, pon... btw, sekarang aku kalau komen ndak bisa mencantumkan emoticon yang goyang2 atau gambar monyet soalnya file-nya ilang... *sedih*
BalasHapusBlog ini tak akan mati... dan aku akan tetap menulis sampai mati.
BalasHapusBlog adalah candu :-))
BalasHapusAyo, Mas... Menulis!
BalasHapusApa kabar, Pak Guru? Bagaimana persiapan sekolahnya menjelang UN 4 bulan lagi? :D
BalasHapusAku hanya pencerita saja, namun tak ulung seperti Mbak Fajar :-)
BalasHapusRumah menjadi tempat untuk kembali berpulang
BalasHapusAku banyak belajar dari Mbak Dwi... Terima kasih :-)
BalasHapusSeperti aku terhibur dan menyukai Mbak Rien bercerita.... Semua ada timbal baliknya, Mbak :-)
BalasHapusHahaha... Aku hanya mampu mewariskan blog ini kelak aku mati.
BalasHapusThanks for being there whenever I come back. :-)
BalasHapustetaplah berkarya ve..
BalasHapusSABUDI (sastra budaya indonesia)
mari kita jaga bersama!