Sabtu, 02 Oktober 2010

Membahagiakan dari Eulogi

Kemarin lusa, saya mendapatkan kabar bahwa ayah teman kecil saya sudah pergi. Saya cukup dekat dengan anak-anaknya. Tiap kali bermain dengan anaknya ketika kecil, saya sering menyapa beliau. Ada saja hal-hal kecil yang kami obrolkan secara singkat. Tentang diri saya dan tentang anak-anaknya.

Ketika saya berpindah rumah, frekuensi saya bermain dengan anak-anaknya juga berkurang. Saya yang dalam proses bertumbuh dewasa lebih banyak menghabiskan waktu di lingkungan saya yang baru, beradaptasi dengan keadaan sekitar. Tetapi saya tidak langsung meninggalkan teman-teman kecil saya. Saya masih sering mampir ke rumahnya.

Ibu teman sepermainan saya itu seorang penjual makanan. Saya sering membelinya. Kadang saya memesan nasi kuning buatannya. Sejak kanak-kanak saya sering menikmati nasi kuningnya pada saat istirahat di jam sekolah. Ya, saya membawanya pergi ke sekolah. Saya memang sering membuat iri teman-teman saya. Mereka yang sering membeli makanan di sekolah yang itu-itu saja, saya bisa membawa makanan yang saya suka. Pernah suatu ketika, saya memesan nasi goreng buatannya, habis diminta teman-teman saya.

Saya yang bertumbuh dewasa menemukan tubuh yang semakin menua itu beranjak sakit. Saya tahu paman itu sudah sakit sejak lama. Saya berdiri di muka halamannya untuk membayar pesanan makanan yang saya makan siang tadi.

"Om..." sapa saya.
"Eh, kamu! Masuk!" balasnya.

Saya masuk ke dalam rumahnya. Tersenyum kecil. Beliau membalasnya juga dengan senyum kecil. Saya tahu perjuangannya melawan rasa sakitnya itu. Tetapi saya tak pernah ingin mengatakan kabarnya, saya tak mau beliau merasakan sesuatu dari pertanyaan saya.

Lagi dan lagi, saya terlibat diskusi kecil dengannya. Seperti pada masa sebelum saya berpindah. Yang membuat saya tersenyuh adalah: "om cuma ingin melihat anak-anak menikah sebelum om meninggal." Saya mendesahkan nafas. Tak sanggup berkata apapun dari perkataan itu.

Lama tak bertemu dengannya, tak berbincang dengan anak-anaknya pula, kemarin saya mendapatkan kabar bahwa beliau sudah berpulang. Terlalu cepat, ya, terlalu cepat. Impiannya untuk melihat anak-anaknya bahagia tidaklah tercapai. Lagi, saya mendesahkan nafas.

Kabar itu membuat saya berpikir: pernahkah saya membahagiakan orangtua saya?

Orang tua saya tak pernah membicarakan apa yang membuat mereka bahagia, apa yang harus saya berikan kepada mereka agar mereka dapat berbahagia. Mungkin saya harus menebak-nebaknya sendiri. Saya berada di dalam sebuah permainan yang saya tak tahu pasti jawaban sebenarnya apa.

Ketika saya lulus sekolah, saya dinyatakan naik kelas, saya mendapatkan kemenangan, saya terpilih menjadi orang-orang pilihan, atau apapun, saya tidak tahu apakah mereka bahagia dengan pemberian saya itu. Saya tak yakin mereka cukup bahagia dengan hal itu.

Sebenarnya ada sesuatu yang ingin saya katakan kepada mereka bahwa saya ingin membahagiakan mereka, itulah cita-cita saya. Saya rela mengorbankan apapun demi sebuah kebahagiaan yang lahir untuk mereka. Saya menyayangi mereka, simpel dan mudah bukan?

Namun membuat kebahagiaan bukanlah turun dari langit, ia harus diperjuangkan. Begitu kata Pram. Saya selalu berusaha membuat kebahagiaan itu lahir, meski kecil. Saya memperjuangkan kebahagiaan.

"Apakah kalian bahagia?"

Itu pertanyaan yang ingin saya ajukan kepada mereka.

"Apakah kalian bahagia memiliki saya?"

Itu pertanyaan yang ingin saya ajukan kepada mereka.

"I love you more than you know, more than you feel..."

Itu pernyataan yang ingin saya katakan kepada mereka.

Tapi saya tak pernah sanggup, tak pernah ada nyali untuk mengatakan kepada mereka semua hal tentang cinta, semua hal tentang bahagia. Sebelum kematian yang menjadi lubang besar pemisah, ingin saya ungkapkan semua itu. Tapi...

"Apakah saya pernah membahagiakan mereka?"

Itu pertanyaannya kini.



Jakarta, 3 Oktober 2010 | 12.12
A.A. - Pejuang Kebahagiaan

23 komentar:

  1. Kebahagian itu yang dicari :)

    Orangtua akan bahagia jika anak-anaknya tidak kelihatan sedih *sok tau ya padahal belum jadi orangtua

    BalasHapus
  2. kebahagiaan orang tua itu adalah seorang anak yang menajaga kepercayaan orang tuanya.
    dan melakukan keinginan orang tua dengan ikhlas..
    hahax.. sok tau juga nich diriku..

    BalasHapus
  3. wah udah bersiap merit nie yew.....
    cerita yang bagus dan sekaligus renungan....

    ''kalo sist Ave merit..kado nanas yah wuhehehehe ''

    BalasHapus
  4. rasanya iya... Ave orang yg sangat baik...
    hehe... pipinya memerah nggak nih

    BalasHapus
  5. Ehehehehehw... Belum, bahkan sama sekali tak siap! Hahaha...

    BalasHapus
  6. Orang tua tidak akan pernah mengumumkan kebahagiaan apa yang mereka inginkan dari anak2nya.

    Kita memang harus memahaminya. Pelajari bahasa diamnya tiap kali kita mengukur pemberian kita pada mereka

    BalasHapus
  7. pertanyaan yg blm aq tmukan jawabnya...

    BalasHapus
  8. kita memang belum terlalu melakukan hal2 yg membuat ortu kita bhgia, tp kesungguhan kita dlm mlkakukan apapun, sudah cukup utk membuat mrk tahu; bahwa kita berusaha melakukannya.....

    BalasHapus
  9. jadi inget ama pasien anak2 yang meninggal semalam.....dengan tumor otak yang baru ketauan (padahal ukurannya udah gedhe banget di otak belakang)


    sungguh.....orang tua sangat menyangi semua anak2nya...dan rasanya mereka memang RELA menukar nyawa dengan nyawa anak2nya bila itu bisa....

    dan rasanya...jadi gak tega...tangisan anak untuk orang tuanya yang meninggal bisa dihitung hari tapi doa orang tua buat anak2nya yang meninggal duluan tidak pernah lepas dari lisan mereka

    setuju ama ave....gw jg blm bikin ortu bahagia....huhuhuh....V_V

    BalasHapus
  10. Pakarnya orang tua, mungkin karena sudah tua ya? Hahaha... *kabuuuuuuuuur*

    BalasHapus
  11. Terima kasih, Mbak. Saya percaya akan hal sederhana itu

    BalasHapus
  12. Kapan nih ke Jakarta lagi untuk membuat saya bereuforia?

    BalasHapus
  13. wah...ada undangan langsung brarti ada launching2 neh....capcusss....datengnya klo ada special lanching ya ve...

    *biar ada alsan buat kabur koas...hahaha^_^

    BalasHapus
  14. Doakan saja kalau saya mau menulis novel :D

    BalasHapus
  15. jiakakakakaaaaaaaaaaaaaaaaa entar ya kalau dah jadi orang tua bakalan tahu rasa deh!!!!

    BalasHapus
  16. Saya bahagia membaca tulisanmu Ave :-)
    dan selalu ada inspirasi dari apa yang kubaca darimu, tengkyu ^^

    BalasHapus