Jumat, 20 Agustus 2010

Menyakiti Raga

Sebab, hidup dengan seseorang yang dicinta memang tidak sunyi dari sakit di raga. - Remy Sylado

 

Ketika seseorang memutuskan bahwa ia layak dan siap mendapatkan apa yang dinamakannya dengan cinta, maka ia harus juga siap dengan satu resiko yang dinamakannya dengan derita. Cinta dan derita tak bisa dipisahkan begitu saja sama halnya dengan jiwa dengan raga. Mungkin -ya mungkin- aku dan kau memang tidak dapat merasakan hangatnya matahari saat ini kalau kita tidak merasakan cinta. Kadang aku sendiri berpikir untuk apa Tuhan menciptakan cinta dengan segala retorika dan definisi yang sebenarnya tidak bisa dinikmati secara instan oleh manusia sementara hidup manusia terlalu singkat jika hanya dilalui dengan proses mencintai.

 

Kemudian lahir pula pertanyaan selanjutnya, lagi-lagi tentang cinta. Kadang tak kumengerti juga untuk apa semua ini? Bahagiakah kita dengan kehadiran cinta yang senantiasa berputar di dalam rotasi kehidupan kita sementara banyak hal yang perlu kita rapikan sebelum kita beranjak untuk pergi ke negeri yang jauh, menikmati hembusan panas matahari dari sisi yang lain dan kita mencobai sesuatu dengan rasa yang pulalah ingin saling mengerti dan dimengerti.

 

Aku tahu bahwa mencintai seseorang butuh keberanian, butuh resiko, dan butuh pengorbanan. Ketika kau memutuskan untuk jatuh cinta, maka terimalah itu semua sebagai pahala atas dasar cinta itu sendiri. Kemudian cobalah kau nikmati sebagai sebuah permainan yang rapi. Memang cinta butuh sebuah tanda bukti bahwa kau dan dia, dia dan kau sudah memilih jalur bahwa kita saling mencintai, namun itu semua tak selamanya indah. Kecaplah indah atau tidaknya itu semua.

 

Cinta adalah sebuah esensi, sebuah keindahan yang akan kau rasakan jatuh bangunnya kemarin, hari ini, dan esok. Mungkin juga selamanya. Dari sana, kau akan mengerti mengapa cinta membutuhkan proses panjang. Kemudian bisikkan kepadaku perlahan jawaban atas pertanyaanku tadi.

 

Jadilah ilalang yang merasa sendiri jika kau merasa sendiri dan jadilah ilalang yang berirama jika kau tidak lagi sendiri. Karena sejatinya cinta, ia tidak akan menyakiti pasangannya seorang diri melainkan membahagiakannya walau ia merasa sendiri.

 

 

Jakarta, 21 Agustus 2010 | 11.43
A.A. - dalam sebuah inisial

 

22 komentar:

  1. sejak dulu begitulah cinta, deritanya tiada akhir... hehehe...

    BalasHapus
  2. Hahaha... Kalau sudah terlanjur, apa boleh buat

    BalasHapus
  3. itulah asyiknya cinta..
    bagaikan cabai.. walau pedes.. tetep aja sedaaaaaaaaaaaaap

    BalasHapus
  4. Hahahaha... Cinta emangnya cabai rawit :P

    BalasHapus
  5. @mas dhave : kata2 mas danang itu mirip kata2 dari cut pat kai dalam film sungokong-kera sakti :D

    BalasHapus
  6. Cinta memang derita tiada akhir :-))

    BalasHapus
  7. Kadang bisa seperti bunga mawar ya indah, kadang bisa menyakitkan kalau tidak hati2, Seperti itulah cinta :D

    BalasHapus
  8. Seperti mawar dan melati? Hahaha... :-))

    BalasHapus
  9. jadilah ilalang?
    thats so sweet mbak Av... : )

    BalasHapus
  10. Aku tahu bahwa mencintai seseorang butuh keberanian, butuh resiko, dan butuh pengorbanan. Ketika kau memutuskan untuk jatuh cinta, maka terimalah itu semua sebagai pahala atas dasar cinta itu sendiri. Kemudian cobalah kau nikmati sebagai sebuah permainan yang rapi. Memang cinta butuh sebuah tanda bukti bahwa kau dan dia, dia dan kau sudah memilih jalur bahwa kita saling mencintai, namun itu semua tak selamanya indah. Kecaplah indah atau tidaknya itu semua.

    boleh ngutip?
    hihihi like it like it like it bgttt.....^_^

    BalasHapus
  11. tp sering juga bila cinta tak sampai, rela membuntuh pasangannya atas nama cinta

    BalasHapus
  12. asyik2...langsung di fb ku...hohoho...dah dari kemaren pengenmasangnya ^_^

    BalasHapus
  13. Di luar cakupan perasaan egois manusia

    BalasHapus