Senin, 07 Juni 2010

Adrenalin Membaca

Catatan: tulisan ini dibuat untuk seorang kawan. Maaf kalau kelamaan, hehehe...

“Semakin aku banyak membaca, semakin aku banyak berpikir; semakin aku banyak belajar, semakin aku sadar bahwa aku tak mengetahui apa pun”  — Voltaire

Bagi mereka yang bergantung pada mood, membaca akanlah menjadi sesuatu yang akan sulit dijalankan ketika situasi hati mereka tidak bisa berdamai dengan tulisan yang mereka lihat. Mood menjadi pengancam utama hancurnya situasi hati mereka dalam membaca.  Apa yang mereka baca akan menjadi lenyap ketika suasana hati sedang berada pada posisi yang paling bawah.

Saya adalah orang yang moody. Saya sangat tergantung pada situasi hati saya. Emosional hati, tepatnya. Kadang saya harus membaca berulang-ulang kali ketika saya sedang down. Tetapi ketika saya sedang dalam posisi atas, saya bisa kalap dengan buku. Menghabiskannya semalam suntuk.

Saya biasa membaca di manapun. Di atas ranjang atau di atas meja. Di kafe atau di kendaraan. Soal tempat bagi saya adalah hal yang relatif. Saya bisa membaca di mana saja asal tempat tersebut adalah nyaman bagi saya. Itu sudah lebih dari cukup. Saya akan membuka buku saya dan saya nikmati.

Soal membaca adalah soal waktu. Ketika sedang terdesak dengan agenda yang padat, saya menyempatkan diri untuk membaca sejenak. Tentu hal itu pasti di atas kendaraan. Ketika agenda saya amatlah renggang, saya duduk seorang diri di kafe sambil mendengarkan musik, mata saya menelusuri setiap jejak kata. Ketika menjelang tidur, saya sempatkan lima sampai sepuluh menit untuk membaca. (Kadang kalap lagi sampai pagi menuntaskannya).

Lalu? Bagaimana menikmati membaca?

Saya sendiri tak tahu bagaimana menikmatinya. Soal tempat? Soal waktu? Soal suasana hati? Atau ada yang lain?

Sewaktu saya bekerja di sebuah penerbitan, saya disodorkan berbagai macam naskah dari berbagai genre cerita. Kadang saya harus melahap semua naskah yang tak pernah saya sukai. Saya ingin mengumpat ceritanya atau saya ingin cepat-cepat menuntaskannya. Manalagi saya membaca selalu diburu oleh deadline yang tak pernah saya sukai.

Ketika lahir naskah dengan genre yang saya nantikan, saya melahapnya langsung. Saya menikmatinya dan saya menyukainya.

Lha? Kalau begitu, soal apalagi ini?

Membangun minat membaca adalah hal yang terdiri dari banyak faktor. Pertama adalah faktor suasana hati. Coba kita buka suasana hati kita yang sedang dalam berbagai posisi. Kita rasakan suasana hati kita dengan membaca. Kita baca suasana hati kita. Hanyutkan semua perasaan kita dengan membaca. Ketika memang Anda sedang tidak ingin membaca,  tutuplah buku itu. Kemudian coba buka lagi ketika Anda merasa ini saatnya untuk membaca.

Soal tempat. Banyak orang yang memilih membaca dalam kesendirian. Begitu juga dengan saya. Saya lebih suka membaca seorang diri dibandingkan membaca di tengah keramaian. Saya bisa memusatkan pikiran saya kepada apa yang saya baca. Dengan demikian, saya menemukan apa yang ingin dikatakan penulis lewat keheningan tersebut. Nah, ini soal relatif. Teman saya lebih suka membaca di tengah keramaian. Katanya, dia langsung bisa mencerna. (Nah lho!) Saya sendiri lebih memadukan membaca dengan musik. Kadang saya menikmati itu.

Soal waktu. Setidaksempatnya saya membaca, saya tetap memberikan sedikit porsi waktu saya untuk membaca. Saya tetap membaca ketika saya sedang sibuk atau saya begitu renggang terhadap waktu. Ini tergantung seseorang bagaimana ingin mengelola waktunya untuk membaca atau tidak.

Nah, ini yang begitu sulit, soal genre. Saya suka genre yang berbau sastra dibandingkan dengan fantasi. Maka, saya akan menjaga kegiatan membaca saya agar tetap aktif dengan membaca sastra. Ketika saya disodorkan fantasi, kadang saya membacanya tetapi ketika saya merasa tidak bisa menikmatinya, saya menutup buku itu dan mengendapkannya sampai saya berniat kembali menuntaskannya (bukan membacanya).

4 hal soal membangun minat membaca: suasana hati, tempat, waktu, dan genre.

Namun ada satu hal lagi yang lebih terutama: tetap memaksakan diri untuk membaca!

Selamat membaca!


Jakarta, 13 Mei 2010 | 7.21
A.A. - dalam sebuah inisial

28 komentar:

  1. mantabs nie ve pengalamannya
    bisa ditiru dikit2 hehehe



    SABUDI (sastra budaya indonesia)
    mari kita jaga bersama!

    BalasHapus
  2. Susah banget sekarang untuk membaca, apa mungkin karena banyak yang ingin dibaca jadi males baca ya ave :D
    Tapi sekalinya baca, harus mengerti dan hafal (maksudnya tau jalan ceritanya) isi bukunya :)

    Selamat datang kembali ^_^

    BalasHapus
  3. Silahkan Mas Mus, tak perlu menyebutkan sumbernya :-))

    BalasHapus
  4. Dieja... Dieja... Hahaha...
    Tak selamanya kita harus mengerti, cukuplah sebagai penikmat cerita :-)

    BalasHapus
  5. aaah tyt kita mahkluk yg sama .. moody ...
    toss'lah kalo gt...

    BalasHapus
  6. Membaca buku semalam suntuk? Asyik bgt tuh, daku sgt suka itu.. Jadi kangen pengen baca dgn semangat seperti itu lagi..

    BalasHapus
  7. Aku jadi terpaksa ngebaca tulisan ini.

    BalasHapus
  8. Hahaha... ditutup saja halaman ini, Om Amir

    BalasHapus
  9. baca..baca..baca......
    "hehehee... ada tetralogi laskar pelangi, tak baca ulang-ulang tetep ndak bosen"

    BalasHapus
  10. betullll
    lagi mendalami buku2 reliji
    so touching

    BalasHapus
  11. Kenapa ya diciptakan si "moody"? Hahaha...

    BalasHapus
  12. bagus jadi petugas perpustakaan.. ehehc

    BalasHapus
  13. Hallo, Mas Anto. Sehat 'kan?
    Sibuk mencari hujan bulan Juni. Hahaha...

    BalasHapus
  14. Saya mungkin (bisa disebut) pencuri kelas kakap perpustakaan. Jangan ah!

    BalasHapus
  15. Paksa aku buat baca dong
    :-)

    BalasHapus
  16. Mbak Mary, pilih baca atau tidur?! *pemaksaan yang salah, hahaha...*

    BalasHapus
  17. Mau baca lagi ah :)
    hari ini lagi baca The SOLOIST, ada yang tau? :)

    BalasHapus
  18. Aku pernah denger buku itu, tapi lupa. Hahaha...

    BalasHapus