Pro Mena Larasati
"Terasa pendeknya hidup memandang sejarah. Tapi terasa panjangnya karena derita. Maut, tempat perhentian terakhir. Nikmat datangnya dan selalu diberi salam." - Soe Hok Gie
Mungkin ini sudah menjadi yang ketiga aku menghapus tulisan ini dan keempat kalinya aku kembali menuliskannya. Aku tak tahu mengapa aku harus menuliskannya. Ketika tak menuliskannya, aku merasakan sesuatu yang sangat hambar. Begitu hambarnya ketika aku mengingat namamu. Aku tak tahu harus mengawali tulisan ini dari mana. Aku bagai orang sakau, ingin narkoba tetapi tak tahu harus mencarinya di mana.
Aku sengaja mengawali tulisanku ini dengan "sebuah pesan" dari Soe Hok Gie. Terlintas kubaca memang sederhana sekali puisi yang diberinya judul "Hidup" ini. Ketika kubaca pertama kali, tak tersirat makna sama sekali. Ketika kali kedua kubaca, kutemui arti dari apa yang Gie maksudkan di dalam puisi tersebut. Aku tergagap. Bergetar tanganku memegang buku yang kubaca kala itu.
Jujur, aku memang manusia yang setidaknya sedikit terinspirasi oleh kehidupan Gie dan Pram. Aku menyukai kata-kata yang mereka bentuk baik dalam esai, prosa, maupun sampai catatan hariannya. Aku menyetujui beberapa poin yang Gie utarakan dan aku mengamini beberapa quotes yang Pram tulis di dalam bukunya. Aku tak bisa lari dari kedua hal itu. Mungkin karena hobiku yang sama dengan Gie dan Pram, candu menulis tengah malam.
Aku selalu percaya di dalam setiap kehidupan manusia, Tuhan sudah menciptakan relnya masing-masing untuk manusia yang akan datang melaluinya dan melintasinya. Hanyalah manusia bandel yang terpaksa menyerong dari lintasan relnya. Ibarat kereta, datang dan pergi. Silih berganti kehidupan ini. Melintasi waktu dan setiap dinamikanya sepanjang jalan. Siapa nyana, ketika kita larut di dalam suka dan tawa, kita akan tiba di stasiun berikutnya kemudian pergi lagi. Kala duka dan nestapa merundung hari, semua itu terlepas dari kita.
Kadang jua manusia butuh satu hal untuk bermetamorfosa di dalam kehidupannya. Dia butuh perenungan lebih untuk mengenal seutuhnya siapa dirinya itu. Apa tujuan Tuhan mendatangkannya ke muka bumi ini tanpa kehendaknya dan apa yang harus dicari dari dunia yang sangatlah fana ini? Pernahkah terpikir demikian?
Buddha butuh perenungan, dia bertapa untuk mengenal jauh siapa dirinya. Nabi Isa, sebelum wafat, mencari tempat yang paling hening untuk tahu apakah dunia mengenalnya selama ini. Mungkin aku butuh hal itu, dan kurasa setiap manusia yang akan melanjutkan sisa kehidupannya pasti butuh perenungan. Metamorfosa untuk kedewasaan dan persiapan yang matang. Seutuhnya.
Kuhanturkan terima kasih yang sangatlah tak terhingga untuk perhatianmu. Sungguh, kutepati janjiku kembali dan nyatanya adalah aku menuliskan ini untukmu. Mulai dari SMS sampai merepotkanmu untuk posting yang membuatku geli sendiri kala membacanya. Segitunyakah aku? - tanyaku suatu ketika. Akan kukabulkan suatu ketika Jakarta mempertemukan kita entah di mana tempat dan waktunya yang masih dirahasiakan angin. Mungkin juga akan kubawa merpati putih itu.
Adalah seperti yang pernah kukatakan kepadamu secara tak langsung, aku menghargai semua yang kalian tuliskan di manapun. Aku sangat mengapresiasi semua karya imajinatif. Hanyalah manusia yang bodoh yang tak ingin berkarya. Apapun karyanya, itulah hasilnya. Suka dan tidak suka adalah hal yang sangatlah primitif menurutku. Sangat subyektif. Jadi, jangan pernah katakan bahwa semua hal yang kau anggap itu sangatlah benar. Aku tak mengamininya seluruh.
Kadang aku merasa bahagia, tetapi aku juga merasa sedih. Kadang aku merasa sedih, sisi lain aku dapat tertawa. Hidup sangatlah berkelindan dan seperti sudah tertata rapi jadwalnya. Aku juga manusia biasa yang berhak dan berkewajiban merasa marah, sedih, kesal, bahagia, dan aku juga berhak memilih karakter apa yang akan kukembangkan di dalam hidupku. Tawaku adalah hidupku dan dukaku adalah matiku. Ketika itu kuputuskan untuk berkarya agar aku tak tetap mati melainkan hidup baik secara rohani maupun jasmani.
Baik dua zaman atau apapun, bukanlah halangan untuk berkawan. Menjamu tamu dalam anjangsana. Senantiasa kubukakan pintu selebar-lebarnya bagi semua yang ingin berkawan dan aku juga berharap dibukakan pintu ketika kuketuk untuk menjadi teman. Jangan pernah menjadikan zaman sebagai alasan, kita semua pasti akan menjadi tua entah kapan.
Mungkin masih banyak lagi yang harus kuutarakan tetapi tak dapat lagi kutuliskan dengan kata per kata. Ada baiknya ketika kita bertemu dalam sebuah anjangsana, kita saling mengenal. Begitu juga dalam hidup, ketika kau menemukan pertapaanmu, selepas dari itu kau akan mampu mengatakan: c'est la vie.**
Jakarta, 7 Februari 2010 | 22.17
AA - dalam sebuah inisial
* Cakra: dari bahasa Sansekerta yang berarti roda kehidupan.
** C'est la vie: dari Pepatah Perancis yang berarti begitulah hidup.
Aku sengaja mengawali tulisanku ini dengan "sebuah pesan" dari Soe Hok Gie. Terlintas kubaca memang sederhana sekali puisi yang diberinya judul "Hidup" ini. Ketika kubaca pertama kali, tak tersirat makna sama sekali. Ketika kali kedua kubaca, kutemui arti dari apa yang Gie maksudkan di dalam puisi tersebut. Aku tergagap. Bergetar tanganku memegang buku yang kubaca kala itu.
Jujur, aku memang manusia yang setidaknya sedikit terinspirasi oleh kehidupan Gie dan Pram. Aku menyukai kata-kata yang mereka bentuk baik dalam esai, prosa, maupun sampai catatan hariannya. Aku menyetujui beberapa poin yang Gie utarakan dan aku mengamini beberapa quotes yang Pram tulis di dalam bukunya. Aku tak bisa lari dari kedua hal itu. Mungkin karena hobiku yang sama dengan Gie dan Pram, candu menulis tengah malam.
Aku selalu percaya di dalam setiap kehidupan manusia, Tuhan sudah menciptakan relnya masing-masing untuk manusia yang akan datang melaluinya dan melintasinya. Hanyalah manusia bandel yang terpaksa menyerong dari lintasan relnya. Ibarat kereta, datang dan pergi. Silih berganti kehidupan ini. Melintasi waktu dan setiap dinamikanya sepanjang jalan. Siapa nyana, ketika kita larut di dalam suka dan tawa, kita akan tiba di stasiun berikutnya kemudian pergi lagi. Kala duka dan nestapa merundung hari, semua itu terlepas dari kita.
Kadang jua manusia butuh satu hal untuk bermetamorfosa di dalam kehidupannya. Dia butuh perenungan lebih untuk mengenal seutuhnya siapa dirinya itu. Apa tujuan Tuhan mendatangkannya ke muka bumi ini tanpa kehendaknya dan apa yang harus dicari dari dunia yang sangatlah fana ini? Pernahkah terpikir demikian?
Buddha butuh perenungan, dia bertapa untuk mengenal jauh siapa dirinya. Nabi Isa, sebelum wafat, mencari tempat yang paling hening untuk tahu apakah dunia mengenalnya selama ini. Mungkin aku butuh hal itu, dan kurasa setiap manusia yang akan melanjutkan sisa kehidupannya pasti butuh perenungan. Metamorfosa untuk kedewasaan dan persiapan yang matang. Seutuhnya.
Kuhanturkan terima kasih yang sangatlah tak terhingga untuk perhatianmu. Sungguh, kutepati janjiku kembali dan nyatanya adalah aku menuliskan ini untukmu. Mulai dari SMS sampai merepotkanmu untuk posting yang membuatku geli sendiri kala membacanya. Segitunyakah aku? - tanyaku suatu ketika. Akan kukabulkan suatu ketika Jakarta mempertemukan kita entah di mana tempat dan waktunya yang masih dirahasiakan angin. Mungkin juga akan kubawa merpati putih itu.
Adalah seperti yang pernah kukatakan kepadamu secara tak langsung, aku menghargai semua yang kalian tuliskan di manapun. Aku sangat mengapresiasi semua karya imajinatif. Hanyalah manusia yang bodoh yang tak ingin berkarya. Apapun karyanya, itulah hasilnya. Suka dan tidak suka adalah hal yang sangatlah primitif menurutku. Sangat subyektif. Jadi, jangan pernah katakan bahwa semua hal yang kau anggap itu sangatlah benar. Aku tak mengamininya seluruh.
Kadang aku merasa bahagia, tetapi aku juga merasa sedih. Kadang aku merasa sedih, sisi lain aku dapat tertawa. Hidup sangatlah berkelindan dan seperti sudah tertata rapi jadwalnya. Aku juga manusia biasa yang berhak dan berkewajiban merasa marah, sedih, kesal, bahagia, dan aku juga berhak memilih karakter apa yang akan kukembangkan di dalam hidupku. Tawaku adalah hidupku dan dukaku adalah matiku. Ketika itu kuputuskan untuk berkarya agar aku tak tetap mati melainkan hidup baik secara rohani maupun jasmani.
Baik dua zaman atau apapun, bukanlah halangan untuk berkawan. Menjamu tamu dalam anjangsana. Senantiasa kubukakan pintu selebar-lebarnya bagi semua yang ingin berkawan dan aku juga berharap dibukakan pintu ketika kuketuk untuk menjadi teman. Jangan pernah menjadikan zaman sebagai alasan, kita semua pasti akan menjadi tua entah kapan.
Mungkin masih banyak lagi yang harus kuutarakan tetapi tak dapat lagi kutuliskan dengan kata per kata. Ada baiknya ketika kita bertemu dalam sebuah anjangsana, kita saling mengenal. Begitu juga dalam hidup, ketika kau menemukan pertapaanmu, selepas dari itu kau akan mampu mengatakan: c'est la vie.**
Jakarta, 7 Februari 2010 | 22.17
AA - dalam sebuah inisial
* Cakra: dari bahasa Sansekerta yang berarti roda kehidupan.
** C'est la vie: dari Pepatah Perancis yang berarti begitulah hidup.
Mena larasati :)
BalasHapusbegitulah hidup seharusnya
BalasHapusseperti itulah persahabatan
dan hanya itu yang bisa dilakukan oleh seorang teman didunia maya
dimana saat tangan tak bisa memeluk, mata tak dapat memandang maka hanya ini yang bisa dipersembahkan.
welcome back sista
seperti yang selalu kau degungkan padaku ketika aku terkapar
kini ucapan itu kukembalikan padamu
seperti yg Pram bilang : "Menulislah biarpun tak ada orang yang mau membacanya. Karena suatu saat ada orang yang akan membacanya"
BalasHapusOk pak pram, baik avlin, dan teman2 ku akan selalu menulis bagian dari proses hidupku. proses menjadi kata alfin toffler biarpun itu hanya tentang masalah sepele misalnya tentang "angkot" atau "kopi susu". dan percaya deh pasti ada yg meng-apresiasi.
Terima kasih kawan.
Aku tak akan banyak berkata Ave, sudah terlalu berlebihan kata hingga membuih. Barangkali demikian. Thanks Ave, kau sudah membangunkanku dgn nada sms ketika ku tlah terlelap. Dengan mata berat dan kepala pening 7 keliling, kuucap terimakasih kawan. Dan maaf nama yang kau tuliskan salah :)
BalasHapussalam persahabatan!
@all
BalasHapuspersahabatan adalah seperti ini .... dan kalian sahabat terbaikku
ave untuk senyumnya
mas fitrah untuk kopi susunya
laras unutk kesetiannya
mengapa seakan akan aku pemilik rumah ya
wakakaka maaf ave
Tau neh kemana dia ya? Msh semedi kali yah bwt nyari kata2 lagi, oh ya tuh nama diganti dong krn di akte Mena Larasati bkan Meta Larasati
BalasHapus*protes mode on
@laras
BalasHapustuh sudah kubenerin koq
hmmmmm tidur yuk ras
Tau neh bisa tidur lg gak yah, setelah terbangun td. Pdhal td ak lg mimpi seru ma tom cruisse huehehe. Met tidur Elok, mimpi yg indah dan buat Ave, tidurlah kau nak. Jangan begadang melulu, tak baek bwt kesehatan *halah sok bener ye hihihi, kabur ah :p
BalasHapuskukatakan pada kertas putih
BalasHapussejak kapan kau ternodai tinta hitam?
dan diapun tersenyum dalam lusutnya
aku bahagia dengan tinta
walau akhirnya kita dibuang disampahh
aku dan tinta hanyalah benda
kau yang membaca adalah manusia
SABUDI (sastra budaya indonesia)
mari kita jaga bersama!
@laras
BalasHapusyuuuuk tidur
aveeeeeeee meth tidur
@mus
met malam
Gak bisa komen. Tp seneng bacanya.
BalasHapusaku juga percaya :-)
BalasHapusterimakasih juga untuk ave, mba elok, mba laras, mas fitrah, eyang, semua teman-teman multiply, tanpa kalian aku tak tahu mesti belajar mengenai hidup seperti apa :)
termangu membacanya...
BalasHapusAv...
BalasHapussudah ku baca abis tu...
aku sepakat dech.. hehehe
gimana kabarnya..?
Jalani...jangan pernah menyesal dan selesaikan perjalanan ini.... jangan istirahat saat lelah, istirahatlah jika sudah sampai...
BalasHapusnice posting..
salam
Hiyaaaaaaaah... Makasih ralatnya :-D
BalasHapusIni bagian yang kusuka :-)
BalasHapusAku mengamini kata - kata Pram bahwa menulis adalah pekerjaan menuju kepada keabadian.
BalasHapusTerima kasih sekali, Mas Fitrah
Setitik noktah akan membentuk garis membawa hari-hari depan yang lebih baik.
BalasHapusSuatu hari nanti, kita bertemu dengan nama sebenarnya.
Maaf, jarinya kepleset di keyboard hahaha
Terkeluh aku!
BalasHapusBeginilah dampak dari 2 malam tanpa tidur, aku tak konsen menulis. Butuh apologiku?
BalasHapusDuh, protes sana sini!
BalasHapus*pletaks!
Banyak sekali dosaku, duh, bagaimana aku menebusnya?!
BalasHapusPada akhirnya manusia akan lahir lagi secara rohaniah untuk tahu apa yang harus dilakukannya kini.
BalasHapusAku? Hoi, aku sudah bangun! Hahaha
BalasHapusTak komen dan hanya sekadar membaca adalah apresiasi untukku, maturnuwun
BalasHapusAku merasa halaman ini seperti naskah pembagian piala Citra. Banyak ucapan terima kasihnya hahaha...
BalasHapusTerbelenggu juga?
BalasHapusHaloha, Om Roeb. Kabarnya sangat menarik, Om. Hahaha... Surabaya sejahtera?
BalasHapusBukankah itu hal yang lumrah, bagai kereta yang mengikuti alur dan jadwalnya.
BalasHapusTerima kasih Mas Dhave
Ya begitulah idup kata orang Betawi.
BalasHapusSurabaya masih kurang sejahtera..
BalasHapusApa lagi saat ulang tahun.. tidak ada perayaan maupun kado dari Av.. hehehe
Karya saya imajinatif tidak, Av? Hihi.
BalasHapusHape ku eror td, ngintip ajah ah :p
BalasHapusthanks buat apologi nya, ak lg blank
:)
BalasHapusdan mmpertanggung jawabkan apa yang telah ia perbuat
SABUDI (sastra budaya indonesia)
mari kita jaga bersama!
C'est la vie kata orang Perancis :-)
BalasHapusAlamatnya, Om... Alamatnya....
BalasHapusAku selalu mengapresiasi karya kawan-kawan, Mbak Eka. Imajinatif atau tidak itu sekadar subyektif semata.
BalasHapusSama kayak HPnya :-))
BalasHapusIni kewajiban yang harga mati!
BalasHapus