Kamis, 09 Juli 2009

Ketika Ada Kata "Perpisahan"

Bagaimana mendeskripsikan kata perpisahan? Saya rasa semua orang juga bisa. Mendeskripsikan kata perpisahan adalah sebuah hal yang mudah. Begitu mudahnya. Mereka mendeskripsikan lebih menjurus pada sesuatu rasa luka, pedih, kehilangan, dan air mata. Eh, air mata? Rasanya belum tentu kalau ada air mata.

Adakah perpisahan yang bernada kegembiraan? Saya tak pernah yakin untuk hal itu. Setiap kali saya menuju bandara, melihat kerabat salah seorang penumpang menangis ketika sang penumpang hendak pergi. Ketika saya di stasiun, mereka rela berbondong-bondong mengantar kepergian. Dan yang paling pasti adalah ketika saya berada di pemakaman, mengantar jenazah. Adakah pemakaman seorang keluarga tanpa air mata? Tak ada. Walau dia seorang pembunuh sekalipun, seorang teroris atau perusak nama baik keluarga, ketika berpulang, pasti akan ada air mata yang mengantarkannya.

Ketika ada perpisahan, lantas bagaimana? Akankah kita terus berkeluh kesah?

Mengapa kalau perpisahan adalah sebuah lambang kedukaan, dia tetap dibiarkan ada?

Seperti inilah aku bercerita kepadamu, kawan. Seorang lahir memang sendiri-sendiri. Dia harus belajar bernafas dan berjuang melawan arus gelombang hidup. Siapa yang gagal, dia akan tersingkir dari permainan. Nah, ketika seseorang lahir dan belajar, dia telah mengenal yang namanya pertemuan. Pada suatu hari nanti, seorang itu pasti akan tersingkir dari permainan. Entah karena usia atau hal lainnya. Dan di sanalah proses perpisahan terjadi.

Maka, ketika ada pertanyaan. Mengapa ada pertemuan dan ada perpisahan? Karena itulah hukum alam. Semua orang tidak bisa melawannya. Mengapa ada kata perpisahan? Karena kata hanyalah sebuah simbolik dari sebuah makna. Hanya saja, ketika bagaimana kita merasakan, semua sudah terangkum dari sebuah kata: perpisahan.

Seperti halnya ada kelahiran, tentu ada kematian. Tak ada awal yang tanpa akhir. Tak ada cinta tanpa benci. Semua itu adalah sebuah proses yang diciptakan oleh alam dengan sendirinya. Tak ada yang dapat melawan semua proses-proses itu dan semua orang akan menjalaninya. Bukan semua orang, semua makhluk yang tanpa sengaja terlahir di dunia ini.

Ketika jarak begitu sangat jauh, ketika kita merasa kehilangan, maka ketika itulah kita tahu sebuah makna dari kata perpisahan. Sayapun sampai sekarang masih bertanya mengapa kata itu ada. Ketika perpisahan hanyalah membuat orang menjadi dirundung duka nestapa, terasa tanpa akhir. Dan semua orang juga akan menjalaninya, cepat atau lambat, tua atau muda, awal atau akhir. Bagaimana caranya, Tuhan memang punya rahasia besar, termasuk dengan perpisahan ini.

Nah, postingan ini memang tertuju untuk seorang karib yang akan berangkat menuju dunianya yang baru dan menjadi pertanyaannya pula: “mengapa harus ada kata 'farewell'?” ketika sedang berbincang di Yahoo! Mesengger, Astrid Camilla. Seperti itulah kawanmu ini menjawabnya. Saya sudah menjanjikannya dan patutnya juga saya menggenapi seperti sebuah pasangan yang tak dapat lagi dipisahkan. Tak akan ada kematian tanpa kelahiran, begitu pula ketika pertemuan ada, maka perpisahanpun menjadi epilognya. Kawan, berbahagialah di duniamu yang baru.

(Aku benci sebuah pertemuan, karena aku tahu akhirnya adalah perpisahan...)


Jakarta, 9 Juli 2009 | 10.31

52 komentar:

  1. duuuh ...
    Sampe hari ini , inilah yang sll menjadi bunga pikiran : Perpisahan
    Just a while or Long time .. i dont like.
    Tanpa ato dengan airmata Perpisahan tetaplah menjadi hal yang harus dihadapi kan Av ? Suka tidak suka ...

    Tapi siapa yg bisa menyalahkan " Pertemuan " ? Gak ada tho ? Bahkan sering itulah yg di harapkan..dan tak pernah berharap ada Perpisahan...

    ( curhat )

    BalasHapus
  2. Yes, really with me. Bagaimanapun, hal pertama yang dihadapi manusia sejak dilahirkan adalah pertemuan. Bukan suka tidak suka, melainkan mau dan tak mau. Dan hukum alam yang sudah pasti adalah perpisahan. Bagaimanapun caranya, pasti akan ada perpisahan. Cepat atau lambat, hari ini atau esok...

    BalasHapus
  3. makin mendalam..berusaha menyelami makna dari setiap gejala dalam hidup...tetaplah berusaha menyelam di ke dalaman...

    BalasHapus
  4. Itu adalah sesuatu yang wajib. Bagaimanapun semua harus diterima...

    BalasHapus
  5. yang datang pasti pergi yang lahir pasti kembali....

    BalasHapus
  6. Seperti dirimu :-))
    Datang dari Multiply, kembali ke Facebook...
    Huahahahaha...

    BalasHapus
  7. Sore katanya, jam berapa belum tahu...
    Mau nganterin?

    BalasHapus
  8. klo sempet
    kan gw jrg ketmu dy
    hiks

    BalasHapus
  9. Jarang???
    Rumah dia di Slipi dan sampeyan di Grogol. Betapa dekatnya itu, kawan!
    Kunjungilah, dia sedang di rumah...

    BalasHapus
  10. wkwkwkwkwk
    iya c
    tp kan gw sringny k rumah u
    wkwkwkwk swt

    BalasHapus
  11. Walaupun sudah diusir, tetap aja datang. Pinjam bukulah, pinjam novel-lah, minta lagu-lah...
    Haish...

    BalasHapus
  12. Yeee... Jangan ngambek dong... Hahaha...

    BalasHapus
  13. Ga bisa kayaknya. Besok ke Ancol (Dufan-tepatnya-), ada saudara datang dari Surabaya. Sudah buat janji sama dia.
    Pengen sih ikut mengantarkannya :((

    BalasHapus
  14. g ikut u ap astrid aj ya?
    enak u wkwkwkwkwk

    BalasHapus
  15. Males juga sih sejujurnya...
    Eh, kok jadi chat di sini?

    BalasHapus
  16. g off dl y
    mo nonton
    bubye
    cekakakakak

    BalasHapus
  17. sedangkan ini adalah salah satu basic hidup...

    sama seperti ada siang ada malam...ada laki2 ada perempuan..

    klu ga melewati tahap itu sama artinya kita hidup dititik NOL...

    dan hidup akan sempurna klu bisa merasakan juga plus minusnya yah

    BalasHapus
  18. Apa boleh buat, siapa yang bisa melawan hierarki semacam itu? Akupun tak berdaya dibuatnya ketika sebuah pertemuan harus terjadi, dan akhirnya tak dapat menyangkalnya...

    BalasHapus
  19. wakakakakaka....emang gitu..sambil intip2 friendster dikitan...:D

    BalasHapus
  20. Jiah! Masih main FS juga rupanya? Masih zaman gitu, Bu?

    BalasHapus
  21. ave.. saya jg pamit ya! hiks...

    BalasHapus
  22. nothing last forever my dear....

    BalasHapus
  23. (Aku benci sebuah pertemuan, karena aku tahu akhirnya adalah perpisahan...)

    BalasHapus
  24. Yes, I know about that... Just receive the reality

    BalasHapus
  25. bukan perpisahan yang aku sayangkan...tapi pertemuan yang aku sesalkan

    btw...Ave...gak salah minum kelereng kan...berat kali tulisan kau kali ini
    come on...nanti bisa jalan2 lagi klo gak betah di alam sana

    BalasHapus
  26. udeh kaga...cuma kadang ngintip duang....rumah tua...takut ditinggali hantu..:P

    BalasHapus
  27. Hahaha... Kemarin minum bola bekel, makanya otaknya jadi berat gini...
    Alam sana gimana? Hahaha... cuma sampai Pekanbaru saja kok :-))

    BalasHapus
  28. Paling digentayangi Jacko... Masuk Youtube, terkenal!

    BalasHapus
  29. Tenang saja, Kita belum pernah bertemu kan Ave :-D

    BalasHapus
  30. Setidaknya perpisahan belum menyakitkan kita
    Hahaha...

    BalasHapus
  31. Begitukah? Aku tak sepenuhnya mengamini hal keseimbangan, kadang lebih mengarah menyakitkan daripada keestetikaan itu sendiri

    BalasHapus
  32. sakit hanya permainan rasa belaka, ini bukan masalah mengamini, tapi lebih pada "kesadaran"

    BalasHapus
  33. Kesadaran juga sebuah rasa estetika kehidupan, aku lebih mengamini bahwa perpisahan adalah hukum mutlak dari sebuah pertemuan...

    BalasHapus
  34. semua itu hanya dapat timbul dari sebuah kesadaran, bukan masalah estetika

    BalasHapus
  35. Estetika adalah bagaimana cara kita memaknai kehidupan... Seperti itulah gelombangnya...

    BalasHapus
  36. kehidupan bukan hanya untuk dimaknai, labih dari itu harus dijalani dengan kesadaran, tanpa kesadaran maka tak akan pernah tahu arti perpisahan dan pertemuan

    BalasHapus
  37. Untuk apa dijalani tapi tak dimaknai? Klise!

    BalasHapus
  38. untuk apa memaknai, jika tak menyadarinya?

    BalasHapus
  39. Karena memaknai dimulai dari kesadaran

    BalasHapus
  40. wah belum tau dia....ave itu....titt......SENSOR

    BalasHapus