Rabu, 02 Mei 2012

Sajak Cinta di Tengah Hujan

G,

Hari Rabu terasa begitu kelabu. Seharian langit berwarna abu-abu, pertanda sendu dibawa oleh rindu. Beku, di dalam hampa yang begitu sunyi karena risau. Aku tahu ada kekosongan yang berbicara di antara kita karena jarak yang begitu jauh. Seorang musafir pun mengerti bagaimana perpisahan itu terjadi karena waktu. Tapi biarkan cinta yang bersemayam di dalam hati setiap orang yang merasa kelu.

Kalau memang kamu menyebutnya cinta, rindu itu biarkan melebur bersama waktu. Bagai es yang tak lagi bisa mempertahankan kebekuannya karena semua di dunia ini seperti bersifat semu. Pula duka itu bersifat bayang-bayang seperti bahagia yang bisa berganti bagaikan musim sepanjang waktu.

G,

Mencintaimu adalah menjadi bahagiaku. Mencintaimu adalah tugasku yang tidak mengenal perhentian akhir. Demikian semestinya terjadi, karena cinta itu yang membuat seseorang begitu berarti. Aku mengerti bagaimana rasanya jatuh cinta, terluka di dalamnya, terpisah karenanya, dan terobati deminya. Ada pengorbanan yang harus diberikan untuk menerima yang lain. Tapi, mencintaimu adalah suatu kewajiban yang tidak boleh kuhentikan begitu saja.

G,

Bahagiaku adalah mencintaimu. Meski di dalam dukaku ada rasa rindu yang meletup, ada gerimis air mata yang membentuk aliran sungai di pipi. Secangkir kopi sebagai penawar perih rasa kangen yang mencabik-cabik membuatku mengerti ada kenangan yang tidak akan pernah hilang ditarik oleh waktu. Kenangan yang membuat seseorang berani untuk melihat cinta itu selalu ada, di dalam ketiadaan sekalipun.

Dan aku selalu percaya.



Bandung, 2 Mei 2012 | 22.00
A.A. - dalam sebuah inisial

Tidak ada komentar:

Posting Komentar