Kamis, 17 Mei 2012

Dream Catcher

Rating:★★★
Category:Books
Genre: Nonfiction
Author:Alanda Kariza
Mimpi: Sekadar Diciptakan atau Diejawantahkan?

Mungkin –sekali lagi, mungkin- Alanda Kariza menggeleng-gelengkan kepalanya ketika melihat seseorang yang berpenampilan tak sewajarnya di dalam talkshow Dream Catcher-nya kali pertama di Bandung. Seseorang yang memakai jaket hitam dan bersandal jepit, tergesa di antara orang-orang yang mengantre untuk booksigning. Baru datang. Fatalnya adalah ia bukan menyapa Alanda yang di hari Sabtu itu menjadi idola, melainkan menyapa seseorang yang lain dan tertawa-tawa bersamanya. Kemudian, orang itu ikut serta santap malam bersama Alanda. Haks!

Iya, itu saya. Dan saya memang bukan menyambut Alanda, mengajaknya berkenalan. Malah saya menyapa seorang teman yang terlebih dahulu sudah saya kenal -tepatnya seminggu sebelum bertemu Alanda, saya sudah berkenalan dengan teman saya itu-. Awalnya, memang saya tidak ingin ikut serta di dalam antrean itu karena dua hal: Alanda sedang repot dengan para teman barunya di ITB dan kebetulan pula saya belum membaca buku Alanda yang satu ini.

Mengetahui siapa Alanda memang bukanlah hal yang baru untuk saya. Dengan segala cita-citanya dan apa yang telah ia dapatkan selama ini, bagi saya memang sudah menjadi hal yang selayaknya atas apa yang ia perjuangkan. Saya percaya akan keberadaan semesta yang akan memberikan hal-hal baik bagi mereka yang mau memperjuangkan mimpi-mimpinya. Bahkan, memang sudah selayaknya bagi seluruh manusia yang bertumbuh dewasa untuk memiliki mimpi. Memiliki cita-cita.

Bagi saya, sesungguhnya tidak ada yang spesial dengan apa yang ditulis oleh Alanda setelah saya mengetahui seperti apa konsep buku Dream Catcher ini. Saya lebih berharap bahwa Alanda menerbitkan novel atau kumpulan cerpen terbarunya. Hal ini terjadi karena memang saya tidak pernah menyukai buku yang berbau motivasi. Jujur saja, saya anti akan Mario Teguh dan kawan-kawannya. Saya hanya percaya satu hal: motivasi lahir dari diri sendiri, bukan dari (kata-kata mutiara) seorang motivator.

Selepas menemaninya wawancara di sebuah radio di Bandung, saya diberikan sebuah buku Dream Catcher beserta tanda tangannya. Ampun! Begitulah pekerjaan pemburu tanda tangan ini. Buku gratis saja dimintai tanda tangan. "Jangan lupa review ya!" pesannya sebelum kami berpisah. Saya tersenyum simpul. Pesan yang membuat saya harus berteori apa lagi untuk menjawabnya (dan untuk menghindarinya karena genre buku ini yang menjadi masalah bagi saya).

Setiap orang memang harus memiliki mimpi. Itu bukan hak, melainkan kewajiban. Mimpi akan menjadikan seseorang memiliki tujuan. Mimpi harus dibangun sejak muda. Tak mengherankan apabila orang tua kita dengan sigap membangun pondasi untuk mewujudkan mimpi kita lewat apa saja yang dapat mereka berikan. Mimpi akan menjadikan seseorang memiliki target apa yang harus dicapainya. Kalau kata teman saya, mimpi itu seperti utang yang harus dibayar kepada diri sendiri.


Tapi, ada mimpi yang tinggal mimpi. Ada pula mimpi yang bisa terwujudkan. Menurut saya, itu kembali lagi kepada diri masing-masing: apakah ia menginginkan mimpi hanya sekadar mimpi atau diejawantahkan. Seseorang harus memilih untuk berjuang untuk mimpi-mimpinya atau duduk manis menunggu mimpi itu terwujud sendiri. Keberhasilan untuk mengejawantahkan mimpi tidaklah jatuh dari langit.

Mungkin, dengan maksud yang mulia itu, Alanda mengajak kaum muda untuk mengejawantahkan mimpinya. Menyadarkan satu hal: mimpi tidak akan pernah terwujud apabila mimpi hanya ditunggu untuk menjadi nyata. Pengalaman hidupnya yang sudah menuai banyak pujian itulah yang menjadi landasan bagaimana ia berani untuk menuliskan buku ini.

Saya percaya, di dunia ini ada pilihan-pilihan yang tidaklah kita kehendaki, tetapi kita dipaksa untuk memilih. Demikian pula dengan Alanda. Ia pernah diharuskan memilih, menghadapi mimpi yang mana yang harus diejawantahkan. Pengalamannya itu yang membuatnya lebih berada. Kini, ia tidak pernah menyesali dengan keputusan yang sempat membuatnya bimbang.

Dengan konsep yang sedikit berbeda dari buku motivasi lainnya yang pernah saya baca, ditambah dengan pengalaman dan halaman di mana kita diajak untuk lebih berusaha mewujudkan mimpi-mimpi kita, Alanda mengundang kita untuk masuk ke dalam dunia mimpi. Dunia mimpi yang harus diwujudkan, bukan hanya ditunggu begitu saja.

Ya, berbagi justru bisa membuat kita lebih kaya.


Ya, dengan berbagi, kita bisa lebih kaya, Alanda. Jangan pernah lelah untuk berbagi pengalamanmu. Mimpi yang telah kau harapkan dulu setidaknya sudah banyak yang diraih dengan apa yang dinamakan dengan 'berjuang'. Dan lewat karya terbarumu, kau berbagi untuk mengundang kaum muda untuk mengejawantahkan mimpi.

Selamat berbagi!

Malam ini, kulunasi utangku kepadamu untuk meresensi karyamu.




Jakarta, 17 Mei 2012 | 18.17
A.A. - dalam sebuah inisial

1 komentar: