Senin, 05 Maret 2012

[Resensi] 'Menuju Timur' dari Rike Jokanan


http://rikejokanan.multiply.com/reviews/item/13/MENUJU_TIMUR_Aveline_Agrippina_Tando
Oleh: Rike Jokanan

MENUJU TIMUR


Buku ini sudah saya tunggu terbitnya sejak lama. Bahkan saya bisa dibilang berjasa karena saya tidak bosan-bosan ngoprak-oprak (mengingatkan dengan semangat, Bahasa Jawa) si penulis untuk sesegera mungkin menelorkan karyanya. Ada saja alasannya: yang naskahnya kebakar bareng hard disk lah, yang sibuk lah, yang ini lah, yang itu lah…

Ok, buku ini jelas diluar dugaan saya. Saya berpikir akan menemukan cerita panjang berbentuk prosa. Ternyata buku ini berisi puisi-puisi dan nukilan-nukilan kata yang saya yakin pasti diharapkan penulisnya menjadikannya abadi.

Saya penyuka puisi walau tak pernah merasa akurat mengupas puisi. Puisi Aveline kadang bisa saya pahami kadang tidak. walau begitu puisi yang menurut saya dapat dipahami dengan mudah bukan jaminan kupahami secara tepat.

Dari sekian banyak ada satu yang sangat berkesan di hati yaitu sebuah kata bijak Aveline di halaman 45 yang bunyinya sebagai berikut:

Membaca adalah anugrah yang biasa.
Memahami bacaan adalah anugrah yang luar biasa.

Saya suka membaca tapi mungkin kemampuan saya hanya membaca dalam artian merangkai huruf menjadi kata, kata menjadi kalimat yang bermakna, namun makna yang saya tangkap hanya sekedar permukaan luar saja. Anggapan saya jika membaca tak mendapatkan makna yang lebih dalam maka itu belum membaca dan itulah yang membuat saya MALAS menulis review buku. Keinginan saya tentunya bisa memahami bacaan dan dua larik kalimat tentang membaca di buku Ave sangat menohok batin saya.

Satu lagi yang menjadi perhatian saya adalah puisi berjulul Boarding. Saya ingat benar ini adalah judul novel Ave yang naskahnya terbakar di hard disk komputer dia dan batal terbit hingga sekarang.

Ada satu lagi puisi yang berjudul Pagi di Ciumbuleuit. Isinya membuatku bersemangat menjalani hari karena isinya menceritakan seseorang (saya rasa ini Ave karena dia mondok di daerah Ciumbuleuit) yang kesepian di pagi hari lalu menemukan makna hidup di siang dan sore hari karena memang hidup ini tak bisa berhenti baik sendiri maupun ramai-ramai. Tapi ada satu kalimat yang menurut saya agak aneh: keringat siap berpeluh. Apa maksudnya ini? Masa kan keringat berpeluh? Bukankah keringat adalah peluh itu sendiri?

Yah begitu saja review saya. Sederhana sesuai dengan pemahaman saya terhadap tulisan Ave yang dalam tapi tak menjemukan. Semoga bermanfaat sebagai semacam bocoran tentang buku ini.

seperti janjiku,
aku akan tetap belajar

Terima kasih Ave, telah mengingatkanku untuk tetap membaca, belajar dan bersemangat dalam hidup seberat apapun beban itu kurasa…

Tangerang – 5 Maret 2012 – 9:09 malam

14 komentar:

  1. :)

    SABUDI (sastra budaya indonesia)
    mari kia jaga bersama!

    BalasHapus
  2. kapan aku bisa menelorkan sebuah buku a....
    btw sukse buat avelinne ya...

    BalasHapus
  3. Terima kasih loh untuk resensinya yang jujur, seperti apa yang kuharapkan.
    Jangan kapok. :-)

    BalasHapus
  4. Kapan ya, Bung? Aku sendiri banyak belajar darimu.
    Terima kasih untuk dukungan apik selama ini.

    BalasHapus
  5. *menyimak*

    bukan masalah menulis yang panjang. Tapi, berkarya dan bermakna dan bermanfaat :)

    BalasHapus
  6. Saya jga suka membaca seperti yg penulis review tulis. . . :)) selamat ya Ave. . . :)

    BalasHapus
  7. Hahaha... Siap!
    Via PM aja ya, Kak Helvry. :-)

    BalasHapus