Selasa, 05 Januari 2010

Kala Hidup Seperti Menyaksikan Monolog

Aku sering bertanya kepada teman-temanku ketika sedang dalam meja diskusi di dalam kedai kopi sambil membahas buku atau soal blog atau malah soal pacar. "Apa definisi hidup menurut Anda, Bung?" Untuk teman-teman diskusiku yang lama mungkin tak asing lagi dengan pertanyaan ini. Nah, kalau yang baru mereka akan merasa tercekat dengan pertanyaan ini. Mengapa? Karena aku akan memberikan pertanyaan-pertanyaan selanjutnya dari jawaban mereka itu.

Sebelum meracau kepada pertanyaan yang lebih jauh, saya pernah mengatakan kepada seorang teman baik saya yang sekarang terdampar di Pekanbaru seperti ini:
"Hidup itu sesingkat ketika kita menyaksikan pentas monolog. Hidup itu prolog dan epilog. Hidup itu sebuah drama. Bisa semuanya terjadi tinggal menunggu respon penonton: diberikan stand applause atau malah harus turun dengan cerca dan lemparan kekecewaan."

Baiklah, tulisan ini saya tujukan sebagai hadiah ulang tahun Mbak Nurina Utami yang berusia 32 tahun. *Eh.... 23 yah? Hihihi...* yang pada akhirnya menyodorkan saya pertanyaan "apa arti hidup menurutmu, Ave?" lewat SMS kala suatu malam di penghujung 2009. Kalau di awal saya bercerita bahwa saya sering membuat orang harus memutar otaknya berkali-kali untuk menjawab sebuah pertanyaan sederhana ini, kali ini saya yang harus berada di posisi itu.

Anggap saja kali ini Anda menjadi saya dan saya menjadi orang-orang yang bernasib mujur terimbas pertanyaan sederhana saya itu. Dua gelas kopi sudah tersaji dan kita akan berdiskusi mengenai hidup sampai tengah malam. Sampai tengah malam, sekali lagi kucatatakan dengan sengaja. (Kalau di kedai kopi sampai diusir kalau bisa)

Baiklah, kita mulai saja. Mengapa aku bisa mengatakan hidup itu sesingkat kita menonton monolog? Seperti ini gambarannya, cobalah kau masuk ke dalam sebuah ruangan teater. kau saksikan monolog. Ketika engkau menikmatinya, kau akan saksikan sampai selesai dan pulang dengan rasa kagum dan puas walau berpaa harga tiket yang kau kucurkan demi itu semua, menikmati monolog itu. Atau malah sebaliknya, ketika harga tiket yang kau genggam itu tidaklah sebanding dengan apa yang harusnya kau terima. Kau memutuskan pulang dan penuh kekesalan dan kekecewaan. Kau harus menegak ludah karena pulang lebih awal. Seperti itulah hidup kalau kuanalogikan: manusia datang seorang diri, pulang juga seorang diri dalam pentas monolog. Hidup manusia adalah sebuah monolog dan improvisasi. Nah, sekarang tinggal memilih mana, menikmati monolog itu sampai selesai atau menyelesaikan monolog itu sebelum waktunya?

Adalah awal dan akhir. Prolog dan epilog. Bagaimana membuka hidup seorang diri dan pulang hendaknya jua seorang diri pula. Pramoedya Ananta Toer pernah menulis demikian di dalam bukunya, Bukan PasarMalam "Dan di dunia ini, manusia bukan berduyun-duyun lahir di dunia dan berduyun-duyun pula kembali pulang… seperti dunia dalam pasar malam. Seorang-seorang mereka datang… dan pergi. Dan yang belum pergi dengan cemas-cemas menunggu saat nyawanya terbang entah ke mana.” Hidup manusia memang membutuhkan prolog dan epilog. Harus menerima keduanya itu. Tinggallah kita sendiri untuk merancang bagaimana membentuk sebuah prolog yang menaarik agar kita tetap bertahan hidup sampai pada epilog yang indah. Ketika kita salah membentuk prolog, maka epilognya pun akan tertebak sebelum drama itu berakhir.

Yang kumaksudkan dari respon penonton adalah kala kita harus bersosialisasi dengan lingkungan kita. Diterima atau malah ditolak. Bagaimana kita menerima dan memberi. Itu yang sangat penting. Maka ketika kita menyaksikan drama, penonton adalah yang berperan dominan. Mereka bagaimana merespon sesuatu  yang baik atau malah pemain harus kembali ke belakang panggung dengan kuyu karena dicerca.

Itulah analogi hidupku. Ada gejolak-gejolak hidup yang harus dijalankan, dilepaskan, dan dibiarkan begitu saja. Ada masing-masing cara membentuk kehidupannya sendiri. Atau kita malah tidak mendapatkan peran di dalam dunia Bagaimana kita memiliah dan pandai-pandai memikirkan jalan yang jauh.

Arti hidup untukku sendiri adalah drama. Di mana kita butuh dialog, monolog, prolog, epilog, improvisasi, blocking, bahkan turun dari panggung dengan bangga penuh stand applause dari penonton. Hidup itu bukan semata menggunakan kostum dan melakukan akting di atas panggung, di luar itu semua bagaimana kita memuaskan pentonton sampai akhir pementasan. Itu yang sulit. Itu mengapa kuanalogikan hidup seperti monolog.

Nah, sobat... Sepertinya kopi yang kita pesan sudah habis dan pelayan-pelayanpun sudah bersiap untuk menutup kedainya. Pertanda juga sudah larut dan waktunya kita pulang. Jawabanku rasanya cukup sudah. Semoga melepaskan dahagamu untuk pertanyaanku tadi dan semoga puas dengan analogiku.


How simple life is. It's as simple as this: you're hungry and you eat, you're full and you shit. Between eating and shitting, that's where human life is found - Pramoedya Ananta Toer (Tales From Jakarta)


Sahabatmu selalu,

A.A. - dalam sebuah inisial
Jakarta, 5 Januari 2010| 20.40

41 komentar:

  1. kalau saya, prinsip/pandangan hidup tak lepas dr keyakinan, 'wama kholaqtu jinni wal insyi, illa liya'buduun...'

    Hidup adalah bagian dr ibadah, sebagai pengabdian atas rasa syukur pd Tuhan yg telah mencipta dg sebaik2 rupa. KepadaNya adalah sebaik2 tempat kembali. 'irjii ilaa robbiki roodiyatan mardiyah. Fadhuuli fii ibadi, wadhuli jannati...'

    BalasHapus
  2. Hidup sekali, lalu berarti....

    Setuju sm kyai suga al mukarrom......

    BalasHapus
  3. Saya baru merasakan hidup 23 tahun :)
    Hidup oh hidup, analoginya menjelaskan seperti lirik 'dunia ini panggung sandiwara ceritanya mudah berubah.....'
    Tapi terkadang kita lupa peran apa yg kita jalankan, dan ketika lupa itu kita mengalami kesulitan.dan harus bagaimana menghadapinya

    Makasih banyak ave, ada quote dari pramoedya ananta toer juga... Hadiah yg indah ^_^

    BalasHapus
  4. life isnt about finding your life, its about creating your life


    nyooo...bikin hidup lebih hidup !

    BalasHapus
  5. Hidup ...
    bagiku hidup adalah bagaimana kita bisa menghargai diri sendiri sebagai pelakon peran, kemudian merembet ke ranah keluarga, lingkungan.

    Mungkin benar kata diatas hiduplah dengan sederhana, kata kata yang bagus yang memacu saya untuk menghargai diri saya sendiri sebelum saya menghargai dan menyayangi orang lain.

    BalasHapus
  6. Hidup itu ibarat suatu permaenan.
    Hasilnya akan tergantung dari cara seseorang memaenkannya.

    BalasHapus
  7. maap monolog itu apa..
    apa pentas drama secara solo (sendirian) gitu..

    BalasHapus
  8. sephh..

    Tp jangan tanya sama aku skrg ya ?
    Bingung jawabnya apa ntar..

    wkk..

    BalasHapus
  9. hidup adalah pangung sandiwara.....semoga dapat peran yg baik aja

    BalasHapus
  10. keren tlsn mar... smp bingung mo komen but gw mo nanya monolog apa ya?

    BalasHapus
  11. ga semudah yang kita inginkan tapi buatlah semudah mungkin ;) ( sok tau.com ) ;)) thanx tuk renungan yang indah ini Aveline.

    BalasHapus
  12. Kuaminkan, Mas...
    Pandangan hidupnya dishare dong hihihi...

    BalasHapus
  13. Sekali berarti sesudah itu mati - Chairil Anwar

    BalasHapus
  14. Hahaha... Bukan 32 ya? Hihihi... *iseng*
    Nah, semoga puas dengan analogi yang kuberikan untuk menjawab pertanyaan Mbak Nur...

    BalasHapus
  15. Jadi ingat iklan rokok: enjoy aja! Hehehe...

    BalasHapus
  16. Ah, ini dia ibu filsuf kita. Pertanyaan ini seharusnya diajukan kepada ibu filsuf, bukan saya. Saya belum punya pengalaman hidup yang melimpah ruah.

    Tangkup sepuluh jari kepada ibu filsuf!

    BalasHapus
  17. Ah, Om Amir...
    Lantas, hidup ini hanyalah fiksi.

    BalasHapus
  18. Monolog adalah drama yang hanya dimainkan oleh satu orang saja.

    BalasHapus
  19. Kapan-kapan saja dijawabnya hihihi...

    BalasHapus
  20. Mar? Maaf, aku bukan Mar.. Ini Aveline :-)

    Monolog adalah pemainan drama yang hanya dimainkan oleh satu orang saja. Termasuk berdialog dengan diri sendiri.

    BalasHapus
  21. Ini adalah pelajaran hidup yang saya petik dan saya bagikan. Terima kasih Mas Koranpagi telah sudi membaca :-)

    BalasHapus
  22. Ibu filsufffffffff
    sejak kapak aku jadi IBU
    waaaa masa mudaku terenggut wekekeke

    BalasHapus
  23. kapaknya jangan dibawa mba el, salah nulis yach :)

    BalasHapus
  24. Lho? Bukannya surat undangan pernikahannya sudah sampai di atas meja kerja saya? Hahaha...

    BalasHapus
  25. Lho... Koq aku ga dpt surat undangannnya *biar tambah seru, xixixi :D

    BalasHapus
  26. Hahaha... Pak posnya nyasar kali? :P

    BalasHapus
  27. "How simple life is. It's as simple as this: you're hungry and you eat, you're full and you shit. Between eating and shitting, that's where human life is found - Pramoedya Ananta Toer (Tales From Jakarta)"

    Ave,aku kurang ngerti dengan persepsi pak pramoedya di quote itu.bisa kamu jelasin?

    BalasHapus
  28. "How simple life is. It's as simple as this: you're hungry and you eat, you're full and you shit. Between eating and shitting, that's where human life is found - Pramoedya Ananta Toer (Tales From Jakarta)"

    Ave,aku kurang ngerti dengan persepsi pak pramoedya di quote itu.bisa kamu jelasin?

    BalasHapus
  29. Bukan.. Cuman blum minum obat.. Xixi..

    BalasHapus
  30. hidup......bagai jalan berkelok lalu lurus lalu berjumpalah pada persimpangan

    hidup....bagai menaiki anak tangga, satu per satu teraih hingga sampai pada tingkat tertinggi tapi kawan berhati2lah ketika sampai pada ketinggian, bisa jatuh nantinya dan itu sakitnya melebihi sakit karena kehilangan kekasih

    hidup....berputar seperti roda, mengalir laksana air, membara bagai nyala lilin lalu padam ketika kita sampai pada kematian, dan selembar amalan yang menemani kita

    hidup.....aku sedang belajar mengeja makna setiap serpihan hidup yang tercecer pada jalanan mimpi, dan ingin sekali mewujudkan mimpi itu menjadi nyata

    hidup.....kita ikuti saja peraturan Tuhan yang telah tergaris sempurna pada setiap kaki kita melangkah, tapi ingat bukan berarti kita pasrah melainkan tak mengenal menyerah

    BalasHapus
  31. Baiklah... Menurut Pram dalam bukunya Cerita dari Jakarta, hidup seseorang itu sangatlah mudah, simpel. Seperti ketika kita lapar, maka tentu kita akan makan. Ketika kenyang, maka akanlah kita membuang hajat. Antara kedua itu, manusia telah menemukan siapa dirinya. Di antara aktivitas-aktivitas yang ada di dalam hidupnya itu. Hidup itu terus berputar pada porosnya, berotasi sesuai jalannya sendiri. Tidak ada yang bisa menentang itu semua, termasuk dirinya sendiri.

    BalasHapus
  32. Seperti yang kukatakan tadi: hidup hanyalah seperti berputar pada porosnya

    BalasHapus
  33. yang penting kita nikmati, rasakan dan hayati setiap perputaran pada porosnya......proses itu lebih berasa ketika sampai pada titik kepuasan :)

    BalasHapus
  34. after all you do or you feel... what's a life?
    it's about to thanks for whom bring life

    BalasHapus