Kamis, 20 Agustus 2009

Percakapan di Bawah Tiang Bendera

Dua insan terduduk di bawah kibaran kain yang menari-nari di awan-awan. Mereka menegakkan kepala menuju ke arah kibaran kain terbelah dua dengan arah hendak menantang terik matahari. Begitu menyengat, panas, sambil menyekah peluh yang mengalir sendirinya di pori-pori kulit mereka. Dua insan berbeda kulit.

Kulit putih:
Kau bangga jadi orang di tanah ini?

Kulit hitam:
Bangga! Aku sangat bangga sekali dengan diriku yang bisa lahir di tanah ini.

Kulit putih:
Aku malah merasa malu. Sumpah, betapa malunya aku menjadi orang di tanah ini!

Kulit hitam:
Lho?! Kenapa?

Kulit putih:
Aku malu dengan keadaannya. Pemerintah berteriak jangan korupsi, tetapi mereka yang menjadi pelakunya. Kesuburan tanah mulai tak ada. Ini bukan tanah agraris karena berasnya pun bukan asli dari negeri ini. Negeri maritim? Juga bukan lagi. Ikan-ikan dan isi lautnya ditelan oleh bangsa lain.

Kulit hitam:
Lalu? Kenapa harus malu? Aku yang sebagai orang yang lahir dan keturunan bangsa ini sejak nenek moyang juga tak mengenal malu. Aku tetaplah berjalan dan bangga karena bukan aku yang bertindak.

Kulit putih:
Mungkin itu kamu, aku sebagai bagian dari negara ini, walau bukanlah penuh berdarah dari tanah ini, aku merasa malu. Kita yang dulu dikenal sebagai negara kaya raya akan semuanya sekarang menjadi jatuh melarat karena ketamakan dan keegoisan semata.

Kulit hitam:
Ah, kamu...

Kedua insan kembali menatap kibaran bendera. Merah menginjak kepala putih membentuk dan terbentang di atas tiang. Angin menampar pipi mereka, melayangkan bendera. Kedua insan itu masih memukaukan diri di bawah kibaran.


Jakarta, 20 - 21 Agustus 2009 | 7.47
A.A. - dalam sebuah inisial

60 komentar:

  1. lo bangga ga jd org indo?

    lg pk pc neh... wkwkwkwk

    BalasHapus
  2. Entahlah, kawan... Di sisi lain, aku bisa menjadi kulit putih. Di situasi lain aku bisa menjadi kulit hitam.

    BalasHapus
  3. iyaaaaaaaaaaaa
    yg buat g remediaaaaaal

    BalasHapus
  4. Jadi, siapa yang bertanggung jawab atas semuanya itu ?
    Tuhankah? Pemimpin bangsa? Atau kita?

    BalasHapus
  5. Semua yang telah menginjak tanah ini, Van...

    BalasHapus
  6. Sabtu? Belum pasti...
    Ada rapat untuk Jumat depan di A4

    BalasHapus
  7. kisah yg apik...sangat kontemplatif, bagi anak bangsa...yg masih peduli pada bangsanya

    BalasHapus
  8. aha...gak perlu terlalu malu...yg perlu adalah dg upaya apapun yg dpt kita sumbangkan, mari perbaiki keadaan..mulai dari yg kecil..

    *aku gak pake inisial, ah

    BalasHapus
  9. Lanjutkan, seperti slogan capres terpilih...

    Hahaha... Tak pakai juga tak masalah :-))

    BalasHapus
  10. Kasihan ya negri ini. dia dibenci sebagian penghuninya. Tak ada yg salah dg tanah air kita. Yg ada hanyalah pemimpin2 serakah tak amanah yg sdg menikmati ketamakannya.

    BalasHapus
  11. Menyedihkan... Begitu mirisnya dia hidup, diperjuangkan dengan darah dan kematian...

    BalasHapus
  12. sepertinya sudah tak indah lagi negeriku!

    ayo, tulis yang posisitif, sebarkan virus positif.....

    BalasHapus
  13. Kulit abu-abu: Sebodo ah. Emangnya gue pikirin?
    Gitu-gitu aja kok repot!

    BalasHapus
  14. Bukan virus flu burung 'kan, Om Damuh? Hahaha...

    BalasHapus
  15. sepertinya flu itu sudah tak keren lagi

    BalasHapus
  16. Hahaha... Flu apa itu, Om Damuh?
    Kedengarannya unik... :D

    BalasHapus
  17. aku tidak malu tapi malu-maluin...

    BalasHapus
  18. Perasaanku kok biasa-biasa saja yak
    Tergantung sikon kali ya Ave :-D

    BalasHapus
  19. Saya juga bisa menjadi orang kulit hitam dan kulit putih...
    Hahaha...

    BalasHapus
  20. nice..
    dulu waktu aku juga bikin seperti ini, di bawah tiang bendera..
    entah kemana puisi itu?

    BalasHapus
  21. klo dibikin pilm elok mo ikut casting
    wakkakakakka

    jadi benderanya kaleeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee

    BalasHapus
  22. Terima kasih, Mbak Tia
    Tolong di-tags kalau puisinya sudah ketemu :-))

    *Pletaks!!! Ini bukan FB*

    BalasHapus
  23. Casting? Saya jadi tiangnya saja :-))

    BalasHapus
  24. Hahaha... Apa kabar Mbak Elok? Tetap elok 'kan? :-D

    BalasHapus
  25. Kayaknya MP memang lagi error deh.
    Tadi post comment juga susah masuk

    BalasHapus
  26. baik
    masih tetep wanita
    masih tetep centil
    ceroboh
    dan sedikit lebih pintar dari kemarin

    BalasHapus
  27. yeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee

    BalasHapus
  28. kasian si kulit putih... terlalu ingin putih barangkali.. padahal masih ada cara pandang lain tentang negerinya itu..

    BalasHapus
  29. ga bakal ketemu... dulu buatnya di buku bekas..
    oh iya.. you can call me mas Tiar, rather than Mbak Tia :P

    BalasHapus
  30. Ada yang dapat kita banggakan, di sisi lain sepatutnya ada juga yang perlu menyadarkan kita...

    BalasHapus