Sabtu, 06 November 2010

Kepergian Seorang Penyair


tak lagi kudengarkan asamu, hai penyair
tak juga berhembus asap dari mulutmu
melepas hari demi hari dengan aksara
lanyau di mejamu hanyut diombang waktu

jingga langit mengantar memendam jasadmu
meski puisi masih bergayung di mesin percetakan
kobar namamu tak dipadamkan badai

apa? kamu masih ingin menulis
yang benar saja dirimu itu, hai penyair
apa Tuhan menyediakan kertas dan pena?
atau mesin tik yang terbaru?
atau pula komputer yang mengerti isi otakmu?

hatif dari rantai bergema mencambuk huruf yang nakal
enggan untuk diam, aku tahu itu ulahmu, hai penyair
mengapa kau masih enggan untuk menerima mati
jasadmu sudah disadap tanah, bung penyair

ha? kau mengatakan aku hanya suka bercerabih?
hai penyair, sampai kapan kau menolak mati?
sudahlah, kau sudah mati, penyair!


tapi, kamu masih berpuisi di surga 'kan?





Jakarta, 7 November 2010 | 12.43
A.A. - dalam sebuah inisial

17 komentar:

  1. hmm.. sudah mati kok masih bisa nulis ve?
    wekekek


    SABUDI (sastra budaya indonesia)
    mari kita jaga bersama!

    BalasHapus
  2. jiwa penyair gak pernah mati, menyebar dan tersebar

    BalasHapus
  3. Aksara tak akan mati meski ia diliputi kematian

    BalasHapus
  4. Hatif adalah gema, gaung
    Bercerabih adalah berkata-kata atau bergumam yang tak jelas maksudnya

    BalasHapus
  5. tolong sampaikan salamku ya...
    ingat itu. sampaikan!

    BalasHapus
  6. Kala kita berjumpa dengan Rendra kelak :-)

    BalasHapus