Jumat, 13 Februari 2009

Tikil

Rating:★★★
Category:Books
Genre: Teens
Author:Iwok Abqary
Kadang humor amat dibutuhkan untuk menghibur orang. Tetapi tidak semua humor itu berhasil menghibur. Malah ada humor yang ingin menghibur jadi tersesat. Maksudnya, tersesat dalam arti humornya ada tetapi yang ingin dihibur malah tidak bisa menerjemahkan apa yang ingin dihibur.

Kalau humor Indonesia lebih identik dengan unsur sindiran dan gaya sinisme. Mungkin kalau diterjemahkan dalam bahasa mudahnya seperti ini.
A: ”Gue cinta sama dia, tapi...”
B: ”Tapi tampang lo terlalu jelek makanya ga laku.”
Pembaca atau penonton biasanya langsung tertawa. Unsur sindiran itu (katanya) yang bikin menarik.

Yap, menceritakan sebuah perusahaan jasa yang nyaris gulung tikar karena keempat karyawannya yang jauh dari seorang karyawan. Lilis yang fans berat Adjie Massaid. Dasep yang tukang ngebut. Dirman yang mengantar dengan modal sepeda. Dan Kusmin yang berevolusi ketika harus bertugas ke Damkar. Dengan bos baru, TIKIL mencoba untuk bangkit. Tetapi bos baru, Pak Pri malah lebih senang memasak. Bahkan memasak di kantor. Semakin hari TIKIL semakin kacau. Sampai ada kesadaran untuk bangkit dari keterpurukan itu yang dimulai dari karyawan – karyawannya.

Konflik – konflik yang dihadirkan cukup menarik tetapi kurang terarah. Misalnya pada bagian Lilis, Dasep, dan Dirman yang sedang berlari dari ”racun” Pak Pri dan mencoba memecahkan masalah yang dialami TIKIL tiba-tiba terputus dengan alur Kusmin.

Apa hubungan dengan tulisan pengantar? Ada!

Pada awal tadi saya mengatakan bahwa Humor Indonesia mengandung unsur indiran, TIKIL membawa nuansa baru, membuat pembaca tertawa tanpa menyindir. Seperti pada halaman 20, 114, 149, dan 189. Tetapi tetap masih ada unsur sindiran tetapi tak begitu banyak.

Keterlibatan penulis dalam penceritaan juga masih terlihat. Mungkin ini yang menjadi ciri khas seorang Iwok Abqary. (Bisa dibandingkan dengan review saya di sini).Not creative idea, but character of writing.

Kalau menulis humor itu susah, memang benar! Membuat orang tertawa sama saja sesulit membuat orang menangis. Beberapa bagian yang (saya tahu pada bagian ini) harusnya saya tertawa, malah gagal. Bahkan di mata saya menjadi bagian yang tak diperlukan. (Sekali lagi, ini soal selera...)


Satu lagi, pada bagian pegawai TIKIL yang saling mengirim surat ke sesamanya patut diacungkan jempol. Saya berhasil besimpati dengan situasi yang sedang dialami TIKIL. Bukan dalam bentuk candaan, melainkan dalam bentuk perenungan bahwa mencari pekerjaan itu susah...

Over all, warna baru dalam dunia humor Indonesia yang cukup jenius.

PS:

Hal. 31 - ”Tangan kanannya memberi tanda hormat…”: bukannya Kusmin mengepit pigura di tangan kiri? Maka kalau piguranya jatuh, artinya dia memberi hormat dengan tangan kiri. (Baca paragraf sebelumnya)

Hal 95 - ”... kelangsungan kantor caban,” : seharusnya ”cabang”

Hal 191 - ”… ada lancar tancep nanti…” : seharusnya “layar tancep”.



Aveline Agrippina Tando

33 komentar:

  1. sampai sekarng belum baca yang ini. selalu batal untuk memebelinya, selalu keduluan yang lainnya...hehehehe

    Humor indonesia lebih pada memperolok-olok obyek lain. Hampir semua pelaku homor di Indonesia memperlakukan hal yang sama, jadi terlihat tidak cerdas.

    BalasHapus
  2. Itulah yang selalu kulihat, Om Damuh. Tapi novel ini masih kubilang cukup baik dibanding novel humor yang mengandalkan sesuatu yang sinisme dan sarkasme agar pembaca tertawa. Coba kalau dibandingkan dengan Raditya Dika pada bukunya yang Babi Ngesot, novel ini masih kuberi nilai antara 7-8, sedangkan buku Raditya Dika hanya kuberi nilai 4-6, rentang yang amat jauh. Padahal penulisnya ini baru menerbitkan sedikit buku humor dibanding Raditya Dika.

    BalasHapus
  3. gaya bertutur mas Iwok cukup menarik sepertinya, kan sempat membaca juga di karya baren dan beberapa review dari temen-temen, tapi ya itu dia, lantaran ketakutan pada pola humor indonesia yang selalu mengurungkan niatan untuk membeli dan membaca karya sejenis, termasuk suster negoknya.

    Tidak berani berpendatap, karena belum membacanya

    BalasHapus
  4. Review yang simpel namun jeli, Av. Memang label humor dan komedi itu kerap membebani..

    BalasHapus
  5. pinjem bukunya! pinjem bukunya!!!
    kirim pentungan 3 haha

    BalasHapus
  6. Mungkin bisa kubilang kreativitas dalam humor benar-benar digunakan di sini. Si penulis benar-benar bersimpati pada pembaca seperti saya yang selalu bosan dengan humor yang menggunakan sindiran baik secara fisik ataupun kelemahan karakter ciptaan lainnya.

    Bukan berarti di dalam novel ini tidak ada unsur mengejek, masih ada. Tetapi tidak sepenuhnya ledekan. Bahkan aku pernah membaca buku humor, kucing yang hewan saja bisa menjadi bahan ledekan. Cerita ini lebih baik dibanding buku (yang tak akan kusebutkan) yang menjadikan hewan menjadi bahan ledekannya selain manusia.

    Kreatif boleh, tetapi jangan sampai membuat orang menjadi gila untuk mengejek.

    BalasHapus
  7. Saya memang tidak suka menulis review secara bertele-tele. Cukup blak-blakkan dan singkat, yang penting apa yang saya rasakan ketika saya baca ada pada tulisan saya. Label yang membebani? Hehehe... Kurasa label itu tak perlu ditempelkan pada buku karena dari judulnya saja, orang sudah bisa menilai bahwa ini buku humor. Di sini lebih ditekankan bahwa bagaimana kita bisa membuat orang tertawa tanpa unsur sinisme.

    BalasHapus
  8. Ambil saja di rak buku! Kapan mau pinjam?

    BalasHapus
  9. entar sore abis les, kan lewat rumah lo, gw ambil ya

    BalasHapus
  10. ini sebenarnya gambaran tingkat kerendahan kearifan manusia Indonesia, hanya lebih merujuk pada tampilan luar bukan isinya.

    Ini juga gambaran moral bangsa ini.

    BalasHapus
  11. Orang Indonesia sebenarnya banyak yang kreatif, tetapi mereka sudah dikalahkan oleh westernisasi - ini bukan tulisan asing, asli Bahasa Indonesia -. Budaya Barat yang lebih mendomininasi menjadi masalah tersendiri untuk bangsa ini yang lebih cinta pada budaya barat padahal kita ada di negeri timur

    BalasHapus
  12. ya karena orang Indonesia banyak yang krisis kepercayaan diri, berfikirnya luaran itu lebih bagus!

    BalasHapus
  13. Hahaha... semoga kita bukan termasuk golongan orang itu. Bahkan petinggi telekomunikasi Indonesia saja menyebutkan seorang blogger adalah hacker. Memang kacau bangsa ini!

    BalasHapus
  14. hihihihi...semoga saja dik.

    otaknya tak setereo itu namanya dik! itu istilahnya otak mono!

    BalasHapus
  15. Otak mono.poli. Hahaha...
    Harus diadakan rehabilitasi nama seorang blogger.
    Kita blogger kan, Om Damuh?

    BalasHapus
  16. iya lah, pengguna Blog..ya Blogger kat orang...

    ayo kandangkan biar bisa di rehabilitasi
    kikikikiki

    BalasHapus
  17. Kalau kita blogger artinya kita juga hacker, menurut petinggi telekomunikasi itu. Hahaha... gelar boleh banyak, tetapi kalau isinya tetap saja seperti anak kecil, untuk apa sekolah sampai ke ujung barat?

    BalasHapus
  18. nah di Bali ada sindiran seperti ini..."Gelar! hanya untuk gelar-gelur"............

    pada kata "gelar-gelur" itu bahasa bali= sesumbaran teriak sana-sini tapi tak ada arti dan isi.

    BalasHapus
  19. Ya sudah, nanti saya pasang gelar 1 saja. Yang penting ada isinya.
    Pas sudah mati gelarnya akan menjadi dua. (Gelar Alm. -red-)Hahaha...

    BalasHapus
  20. Tengkyu dear Ave.
    Duh terharu karena dijadikan bahan diskusi panjang dengan mas Damuh.
    Salut, dikau jeli sekali Ave. Bahkan pembaca lain sering tidak terpengaruh meski kesalahan itu sudah terbaca jelas.Makasih koreksinya. Mudah2an aku bisa lebih hati-hati lagi pas nulis naskah lainnya.

    Ijin copas yaaa ...

    BalasHapus
  21. belum baca nih. lagi males ketawa dengan buku. bukunya lagi agak serius dikit he he... thanks review-nya. kayaknya masih daftar tunggu palng jauh deh, Pon.

    BalasHapus
  22. Mungkin kesalahan kecil yang sebenarnya belum tentu Om Iwok sengaja atau Om Iwok yang perbuat, bisa jadi karena ketika salah dalam pengeditannya. Agak jarang memang buku hasil cetakan GagasMedia yang melakukan kesalahan dalam pengetikan. Toh, penulis, editor, dan orang - orang di balik buku (karena novel, kalau di balik layar jadi film :-)) ) juga bisa melakukan kesalahan walau itu kecil. Hehehe... :-)

    Silahkan, Om Iwok. Dengan senang hati...

    BalasHapus
  23. Minimal punya bukunya... Nanti aku kirim :-))

    BalasHapus
  24. Wow, ternyata Ave seorang "pengamat buku" yang baik hati he...he...

    BalasHapus
  25. Wow, ternyata Ave seorang "pengamat buku" yang baik hati he...he...

    BalasHapus
  26. Pengamat seperti saya biasanya dicari untuk dimarahi sama penulisnya karena lebih banyak menulis yang buruk diabnding yang baik. Hahaha...

    BalasHapus
  27. Kadang Tuhan pun juga bisa melalukan humor. :-)
    Humor menarik ketika kita bisa memanjakan diri sekaligus menjadi ajang intropeksi diri.
    Dulu sewaktu blog saya yang di sebelah masih sering saya update dengan gaya humor, saya menikmati setiap humor itu sendiri. Saya berbagi kebahagiaan dengan sesama. Banyak hal yang dpaat diambil dari humor :-)

    BalasHapus