tak lagi kudengarkan asamu, hai penyair
tak juga berhembus asap dari mulutmu
melepas hari demi hari dengan aksara
lanyau di mejamu hanyut diombang waktu
jingga langit mengantar memendam jasadmu
meski puisi masih bergayung di mesin percetakan
kobar namamu tak dipadamkan badai
apa? kamu masih ingin menulis
yang benar saja dirimu itu, hai penyair
apa Tuhan menyediakan kertas dan pena?
atau mesin tik yang terbaru?
atau pula komputer yang mengerti isi otakmu?
hatif dari rantai bergema mencambuk huruf yang nakal
enggan untuk diam, aku tahu itu ulahmu, hai penyair
mengapa kau masih enggan untuk menerima mati
jasadmu sudah disadap tanah, bung penyair
ha? kau mengatakan aku hanya suka bercerabih?
hai penyair, sampai kapan kau menolak mati?
sudahlah, kau sudah mati, penyair!
tapi, kamu masih berpuisi di surga 'kan?
Jakarta, 7 November 2010 | 12.43
A.A. - dalam sebuah inisial
gasik banget. :d
BalasHapusTunggu edisi yang lebih asik :p
BalasHapushmm.. sudah mati kok masih bisa nulis ve?
BalasHapuswekekek
SABUDI (sastra budaya indonesia)
mari kita jaga bersama!
Aku juga heran, Mas :-))
BalasHapusjiwa penyair gak pernah mati, menyebar dan tersebar
BalasHapusserem akh
BalasHapusHatif ama bercerabih itu apa?
BalasHapusAksara tak akan mati meski ia diliputi kematian
BalasHapusHahaha...
BalasHapusHatif adalah gema, gaung
BalasHapusBercerabih adalah berkata-kata atau bergumam yang tak jelas maksudnya
*horor*
BalasHapushehehehe..
Sekali-kali berdimensi lain :p
BalasHapustolong sampaikan salamku ya...
BalasHapusingat itu. sampaikan!
Insya allah :-)
BalasHapushiiiiiiiii.......
BalasHapusttg rendra?
Kala kita berjumpa dengan Rendra kelak :-)
BalasHapusYap, dalam dirgahayu untuknya :-)
BalasHapus