Sabtu, 31 Desember 2011

Hujan Bulan Januari

tak akan ada rintik hujan yang tak jatuh
di mana pertama kali langit bersua dengan bumi
air menjadi penopang untuk jembatan
saat Tuhan ingin menyentuh manusia

tak akan ada rintik hujan yang tak jatuh
menghapus jejak yang direkam setiap jalan
dan kau akan tahu bagaimana menikmati peluk dingin
pada awal yang baik, yang tak pernah cacat

tak akan ada rintik hujan yang tak jatuh
membasahi tanah yang lupa akan air
duduk di atas dahan-dahan yang hijau
menusuk ke dalam bumi, di titik terjauh

tak akan ada rintik hujan yang tak jatuh
ketika orang bisa mengeluh kedatangannya
atau juga orang bisa jatuh cinta kepada rintik
lalu, keduanya tak bisa abadi karena musim berganti

tak akan ada rintik hujan yang tak jatuh
ketika orang bisa membenci akan basah
ketika orang bisa marah ternodai bercak jalan
ketika orang bisa jatuh cinta di bawahnya


tak akan ada rintik hujan yang tak jatuh
dan masih kau ingat tentang genang hujan
di jalan yang menatap setiap gandeng tangan
pula cinta yang tak sekadar itu-itu saja


Jakarta, 1 Januari 2012 | 09.26
A.A. - dalam sebuah inisial

Prolog Januari

adakah yang kau kenang dari tahun kemarin
lalu apa yang akan kau tanam di awal ini
kemudian pernah kau berpikir akan sama lagi
situasi ini, suasana ini, dan kembalilah berulang
bersulang bersama waktu, di dalam segelas keadaan
dan hari-hari tak dapat kunafikan



Jakarta, 1 Januari 2012 | 09.14
A.A. - dalam sebuah inisial

Rabu, 21 Desember 2011

Peluk

ingin aku kembali ke dalam peluk kali pertamamu, ibu. di dalam dekap itu, aku diam-diam merayap ke dadamu, mengisap puting kasihmu, mengalirlah aku oleh cintamu yang membuatku tumbuh. di labirin kasih itu, kau lengkapkan aku dengan nutrisi yang cukup untuk aku melawan masa yang akan kuhadapi kelak, saat itu kau sudah menghitung uban di kepalamu dan lelah menggerogoti tubuhmu.

ingin aku kembali ke dalam peluk kali keduamu, ibu. di dalam dekap itu, aku mendengar tangisku sendiri, kau tersenyum bahagia kala itu. tanda-tanda kehidupan dimulai dari sana. sesederhana itu. lalu aku sandarkan kepalaku di dadamu, membiarkan aku dibelai oleh keping-keping sayang yang ada di sisi-sisi kecil yang membuatku semakin tahu untuk menghadapi masa yang semakin kejam.

sesederhana itu kau mengajarkan aku adalah manusia, dan menjadi manusia itu harus berjuang. bahkan sekadar bernapas. itu harus kujalani sampai nanti, di masa aku akan menjadi letih dan aku pun akan mengajarkan hal serupa kepada generasimu.



Jakarta, 22 Desember 2011 | 04.44
A.A.- dalam sebuah inisial

Minggu, 18 Desember 2011

Puncak di Atas Segala Puncak

Catatan penutup tahun 2011 ini memang saya angkat dari topik yang berbeda. Catatan ini pun ditulis dari tempat yang berbeda dari biasanya dan waktu yang benar-benar singkat karena saya pun diterpa deadline yang bertubi-tubi. Tentunya kawan-kawan yang mengikuti lini masa di Twitter saya pasti tahu kapan saya tidur, kapan saya bangun, berapa jam saya tidur, atau aktivitas lannya dari ceracauan saya itu. Ya, mungkin saya masih menulis blog, tetapi tahun ini cukuplah rajin saya meng-update-nya dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Topik yang saya angkat tahun ini adalah puncak di atas segala puncak. Saya rasa pencapaian saya untuk tahun 2011 ini cukup dahsyat. Bagaimana tidak, di dalam waktu setahun saya sudah bisa berproduktif berkarya sepanjang hari, sepanjang bulan, sepanjang waktu. Ada rasa kepuasan batin tersendiri ketika seluruh karya kita diapresiasi dengan baik.

Seperti di sebuah pendakian, kita pun dari bawah ingin sekali menuju ke atas. Itulah yang saya lakukan untuk 2011 ini. Diawali dari bulan Januari yang kita tempuh. Pendakian menuju ke puncak pun terasa begitu sulit. Ada terpaan yang selalu menjadi penghadang. Saya pun tidak dapat menafikan terpaan itu, mau tidak mau maka kita harus melawannya. Awal tahun ini cukup sulit bagi saya untuk menemukan pola menulis-membaca-belajar-bekerja. Setidaknya di awal tahun dapat dilihat bahwa saya tidaklah terlalu produktif berkarya.

Kemudian, selepas dari awal tahun, saya mulai menemukan ritme bagaimana mendaki tahun ini untuk semakin menikmati setiap langkahnya. Di punggung pun sudah ada ransel yang berisi tugas-tugas yang cukup berat untuk saya pikul, tetapi dengan menikmati setiap langkahnya saya pun ikut di dalam bahagia. Saya tahu tugas itu dan saya mencintainya. Bagi saya, bekerja yang paling menyenangkan adalah bekerja karena kau mencintai pekerjaanmu, bukan mencintai yang lain. Maka, berbahagialah mereka yang mencintai pekerjaannya.

Totalitas saya untuk berkarya pun selalu menjadi pemicu untuk saya mencintai kehidupan ini. Nyatanya ada satu puisi saya yang tersangkut di dalam buku, serta ada dua buku yang saya bantu untuk proses kelahirannya. Ini sudah lebih dari cukup bagi saya. Bahkan yang lebih membuat saya bahagia adalah keberhasilan di tahun 2009 pun kembali terulang. Nah, penasaran keberhasilan apa? Silakan dicari sendiri. Hahaha...

Adapun saya merasakan ‘kembali pulang’ setelah cukup lama tidak mampir di tempat yang saya cintai, bertemu dengan sahabat-sahabat yang menyenangkan. Bahkan di kota yang baru pun, saya sempat bertemu dengan teman-teman baru dan teman-teman lama. Ini menjadikan kenyataan bahwa kita pun tidaklah pernah sendiri meski di dalam kesunyian. Lewat blog pula, saya bertemu dengan banyak kawan baru. Untuk itu, terima kasih bagi kalian!

Satu lagi yang membahagiakan bagi saya adalah ketika perpisahan tidak lagi begitu menikam saya di pertengahan Juli. Rasanya memang berat, seperti seorang pendaki yang berjuang mencari jalan ke puncak gunung. Itulah saya. Setidaknya perpisahan yang saya rasakan membuat saya lebih bijaksana untuk menghadapi kehidupan selanjutnya dan merekam setiap kejadian dengan lebih penuh kebajikan.

Suatu masa, seorang pendaki akan merasakan bahagia. Suatu masa pula, seorang pendaki akan merasakan duka. Setidaknya untuk mencapai ke puncak yang paling atas, ada siklus kehidupan yang harus dilewati. Keberhasilan tertinggi seorang pendaki adalah ketika mereka berhasil berdiri di puncak dalam keadaan apa pun. Atau keberhasilan lainnya adalah ketika mereka harus pergi ke puncak yang paling tinggi di dalam masa pendakian. Tak seorang pun tahu dan cukuplah bagi kita untuk tetap mendaki meski di dalam kondisi terburuk sekalipun.

Untuk itu, catatan penutup di tahun ini rasanya sudah mewakili apa yang ada di tahun 2011 bagi saya. Dengan segala kebahagiaan dan kesedihan yang silih berganti, setidaknya itu yang menjadikan perjalanan menuju ke puncak yang paling puncak yang memberikan suasana yang berbeda, meninggalkan kesan yang mengesankan, dan menciptakan bahagia yang paling bahagia.

Nah, kawan, selamat bila kau merasa 2011 adalah puncak tertinggimu sepanjang kau hidup! Selamat Natal bagi kawan-kawan yang merayakan! Selamat tahun baru untuk kalian semua!

Tetap tersenyum,

 

 

Bandung, 14 Desember 2011 | 07.59
A.A. – dalam sebuah inisial

Jumat, 16 Desember 2011

Mandalawangi - Pangrango

Senja ini, ketika matahari turun ke dalam jurang-jurang mu
aku datang kembali
kedalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu

walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
dan aku terima kau dalam keberadaanmu
seperti kau terima daku

aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
hutanmu adalah misteri segala
cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta

malam itu ketika dingin dan kebisuan menyelimuti Mandalawangi Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua

“hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya “tanpa kita mengerti,
tanpa kita bisa menawar
‘terimalah dan hadapilah

dan antara ransel-ransel kosong dan api unggun yang membara
aku terima ini semua
melampaui batas-batas hutanmu, melampaui batas-batas jurangmu

aku cinta padamu Pangrango
karena aku cinta pada keberanian hidup



Soe Hok Gie
17 Desember 1942 - 17 Desember 2011

Minggu, 11 Desember 2011

Berapa Buku yang Anda Baca di Tahun 2011?

Berapa buku yang telah Anda baca tahun ini? Seperti tahun kemarin, saya membuat daftar bacaan yang telah saya habiskan untuk tahun ini. Mungkin saja bertambah karena Desember masih memiliki19 hari lagi. Mana tahu sebuah keajaiban saya bisa menambah 19 buku lagi sampai di akhir tahun ini.

Lagi-lagi kendala saya adalah waktu di mana deadline yang tak henti-hentinya menerpa sehingga beberapa buku sempat tertunda atau tidak memiliki catatan tukang baca. Nah, berikut daftar bacaan saya untuk tahun ini. Kalau ada yang pernah membaca buku serupa dengan saya, mari kita berbagi.


Angka tidak menunjukkan peringkat.

1. Balada Ching-ching, Maggie Tiojakin
2. Leaving Microsoft to Change The World, John Wood
3. The Goddess of The Hunt, Tessa Dare
4. Selepas Bapakku Hilang, Fitri Nganti Wani
5. The Lover's Book, Kate Gribble
6. Surrender of A Siren, Tessa Dare
7. The Magicians, Lev Grossman
8. The Man Who Loved Book So Much, Allison Hoover Bartlett
9. Coming Home, Sefryana Khairil Badariah
10. Ayat-ayat Api, Sapardi Djoko Damono
11. Surat Kecil untuk Tuhan, Agnes Davonar
12. A Lady of Persuasion, Tessa Dare
13. Mati, Bertahun yang Lalu, Soe Tjen Marching
14. Selamat Datang di Pengadilan, Daniel Mahendra
15. (Cerita-cerita) dari Luar Jendela, Maestaccato
16. Eclair, Prisca Primasari
17. The Journeys, Adithya Mulya, dkk
18. Oksimoron, Isman H. Suryaman
19. Dan Saya Telah Menyelesaikan Pertandingan Ini, Ronny Pattinasarani
20. Matahari yang Mengalir, Dorothea Rosa Herliany
21. Perempuan, Langit ke Timur, Olin Monteiro
22. Tuesday with Morrie, Mitch Albom
23. The Pilgrimage, Paulo Coelho
24. Larasati, Pramoedya Ananta Toer
25. Tales From The Road, Matatita
26. Snow Country: Daerah Salju, Yasunari Kawabata
27. Karena Kita Tidak Kenal, Farida Susanty
28. Cecilia dan Malaikat Ariel, Joestin Gaarder
29. Stanza dan Blues, W.S. Rendra
30. Abad yang Berlari, Afrizal Malna
31. The Naked Traveler 3, Trinity
32. Gelang Giok Naga, Leny Helena
33. Di Mana Ada Cinta, Di Sana Tuhan Ada, Leo Tolstoy
34. Sebelas Patriot, Andrea Hirata
35. Iluminasi, Lisa Febriyanti
36. Perahu Kertas, Dee [baca ulang]
37. Madre, Dee
38. Konde Penyair Han, Hanna Fransisca
39. Kedai 1001 Mimpi, Valiant Budi
40. Love, Aubrey, Suzanne LaFleur
41. That Camden Summer, LaVyrle Spencer
42. Presiden Prawiranegara, Akmal Nasery Basral
43. Kereta Tidur, Avianti Armand
44. Meraba Indonesia, Ahmad Yunus
45. Letters To Sam, Daniel Gotlieb
46. Life Traveler, Windy Ariestanty
47. Nasional.Is.Me, Pandji
48. Poconggg Juga Pocong, @poconggg
49. Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken, Joestin Gaarder
50. Asas-asas Manajemen, Ulber Silalahi
51. Once Upon a Love, Aditia Yudis
52. Jump, Moemoe Rizal
53. Dasar-dasar Ilmu Politik, Miriam Budiardjo
54. Principles of Economic, N. Georgy Mankiw
55. Pengantar Logika, B. Arief Sidharta
56. The Windflower, Sharon dan Tom Curtis
57. Never Let Me Go, Kazuo Ishiguro



Untuk tahun ini, buku terbaik veri saya jatuh kepada Never Let Me Go dari Kazuo Ishiguro.



Untuk buku dengan gaya bahasa penceritaan menarik jatuh kepada Kedai 1001 Mimpi dari Valiant Budi.


Untuk desain sampul terbaik versi saya jatuh kepada The Journeys dari Adithya Mulya, dkk.



Untuk buku yang paling tebal yang saya baca tahun ini adalah Principles of Economic dari N. Georgy Mankiw.



Untuk penulis dengan ide paling kreatif  versi saya jatuh kepada Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken dari Joestin Gaarder.



Untuk penulis dengan tema paling menarik versi saya jatuh kepada Never Let Me Go dari Kazuo Ishiguro.



Untuk penulis terbaik tahun ini versi saya jatuh kepada Akmal Nasery Basral.



Nah, begitulah daftar bacaan saya sepanjang tahun ini. Bagaimana dengan Anda?



Bandung, 12 Desember 2011 | 07.02
A.A. - dalam sebuah inisial

Bianglala Pasar Malam



katamu sendiri:
bahagia sering diciptakan di tempat tak dikira
lucunya adalah:
aku percaya dan aku berbisik 'amin'

lalu kita pergi ke pasar malam
anak-anak dibiarkan mendahului kita
'aku ingin naik kuda itu'
perempuan kecil memasang wajah iba
kita bertatap dan membiarkan ayahnya
membawa pergi ke depan loket

'aku tak punya uang cukup'
wajah iba berubah menjadi duka temaram
segelap malam, segelap perih dua ribu
'kita pulang saja, ayah' ajaknya
kita bertatap dan mencegatnya pulang
katamu:
'naiklah, dua ribu akan kubayarkan'

lalu kau memberinya uang sepuluh ribu
'kembalinya, om, tunggu aku ya'
kau memilih untuk meninggalkannya
'jajankan saja, dan ajak ayahmu'
kau menarik jemari kelingkingku
'bianglala?'
aku mengangguk, dan kita berangkat
ke sana, ke langit
aku menyebutmu bahagia

lalu diamlah bianglala itu
ia hanya menatap kita, menemani malam
di bawah, orang-orang memilih bahagia
di atas, sepasang kekasih
kini aku kau jadikan percaya
bahagia sering diciptakan di tempat tak dikira

katamu sendiri:
bahagia sering diciptakan di tempat tak dikira
lucunya adalah:
aku percaya dan aku berbisik 'amin'




Bandung, 11 Desember 2011 | 20.22
A.A. - dalam sebuah inisial

Sabtu, 10 Desember 2011

Never Let Me Go

Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Literature & Fiction
Author:Kazuo Ishiguro
Cinta dan Persahabatan Manusia-manusia Kloning

Kerap kali saya berpikir tentang dunia dengan teknologi yang berkembang semakin maju dan perubahan yang ada akan selalu mengejutkan dan menakjubkan. Setelah saya membaca banyak hal tentang Domba Dolly -domba betina pertama yang berhasil dikloning- untuk studi saya, saya akan percaya bahwa kloning terhadap manusia pun akan selalu dilakukan dan sangatlah memungkinkan bila di tahun-tahun mendatang kita akan berinteraksi langsung dengan mereka, manusia-manusia hasil kloningan. Memikirkan hal tersebut, bergidiklah saya dengan kemampuan manusia yang ingin menciptakan segala sesuatu serupa dengan Tuhan.

Buku ini kali pertama saya lihat ketika sedang browsing untuk mencari bacaan baru dan sekalian merekomendasikan kepada teman saya yang ingin belajar menerjemahkan buku. Melihat rating yang didapat dan komentar-komentar yang terlihat cerdas untuk buku ini, langsung saja saya katakan kepada teman saya tersebut untuk menjadikan buku ini sebagai contoh terjemahannya saja. Saat itu, saya tidak tahu kalau Gramedia sedang melakukan proses penerjemahan juga. Sampai ketika, di Twitter @Gramedia menuliskan bahwa buku ini telah diterjemahkan oleh mereka pada bulan September 2011. Memang saya mengharapkan buku ini diterjemahkan lekas-lekas karena ketertarikan saya terhadap makhluk-makhluk kloning tersebut.

Cukup sulit saya mendapatkan buku ini. Di beberapa toko buku yang saya sambangi di Jakarta dan Bandung menyatakan hal yang sama: buku kosong atau buku belum masuk. Ha! Permainan macam apa pula ini? Sampai ketika saya sudah melupakan buku ini dan lebih menginginkan membelinya di Kinokuniya atau Times Bookstore saja untuk edisi berbahasa Inggris atau menitip teman saya yang ada di Singapura, saya melihat buku ini tergeletak di tumpukan buku lain. Alang-kepalang bahagianya saya malam itu. Lekas-lekaslah saya membawa buku itu ke kasir, memberinya uang sebagai ganti, dan jadilah buku itu untuk saya.

Di balik tembok Hailsham-lah, Kathy, Ruth, Tommy, dan anak-anak lainnya yang seusia dengan mereka diajarkan seni, olahraga, dan ilmu pengetahuan. Segala kelengkapan dan kecukupan mereka dapatkan di sana, tetapi mereka tidak pernah tahu dunia yang seperti apa yang ada di luar Hailsham. Mereka dilindungi sedemikian rupa karena mereka adalah manusia kloning yang akan mendonorkan organ-organ bagi penduduk dunia.

Hailsham, sebuah asrama yang lebih mendekatkan Kathy dan Ruth sebagai sahabat dan Tommy yang membentuk mereka saling berhubungan cinta segitiga. Kathy dan Tommy saling mencintai, tetapi sampai selepas meninggalkan Hailsham, mereka tak sekalipun berani mengungkapkan perasaan mereka. Ruth pun yang pada akhirnya begitu erat dengan Tommy.

Tentu saja, selepasnya mereka dari Hailsham, mereka telah melihat banyak kejadian yang begitu menyesakkan. Manusia dikloning dan disiapkan sedemikian rupa untuk mendonorkan organ-organnya kepada pemilik mereka yang membutuhkannya. Ada tujuan yang mulia akan hal tersebut, tetapi manusia-manusia kloningan tidak pernah memiliki pilihan lain selain daripada itu. Ruth pada akhirnya meninggal pada donornya yang ketiga, serta Tommy dirawat oleh Kathy yang tentunya akan pula menjadi donor dan mereka harus siap berhadapan dengan apa yang dialami oleh Ruth.

Sisi kemanusiaan yang egois begitu terlihat di dalam novel ini. Bagaimana Kazuo Ishiguro berupaya menciptakan sudut pandang manusia-manusia kloning tersebut dengan menceritakan keegoisan manusia dengan kemajuan ilmu pengetahuan membuat dunia bisa terlihat lebih baik dan pula tidak. Entah memang diciptakan oleh Ishiguro yang demikian atau memang alurnya yang membuat keadaan demikian, tokoh-tokoh yang ada di dalamnya hanya bisa mengelola pilihan yang tak ingin mereka pilih. Mereka hanya menjalani keberadaan apa adanya, tanpa mau atau bisa memperjuangkannya.

Bagiku novel ini sangatlah mengharukan. Ketika waktu begitu sempit bagi manusia-manusia kloning, setidaknya mereka masih bisa membagikan kepada kita tentang cinta, persahabatan, dan pengorbanan. Begitu sederhana konflik-konflik yang disajikan, begitu bernilai makna yang dicurahkan selepas membacanya.

Dan kupikir, inilah karya terbaik yang pernah kubaca: Never Let Me Go.




Bandung, 11 Desember 2011 - 07.50
A.A. - dalam sebuah inisial

Jumat, 09 Desember 2011

Di Masa yang Pernah Ada





:G



Kembali kepada masa lalu adalah sebuah kebahagiaan bagi mereka yang tidak pernah mendambakan dewasa, itu kataku. Dan bagiku bercerita tentang masa lalu selalu membutuhkan keberanian yang tidaklah sedikit, apalagi mengenai masa-masa yang kelam dan tak lagi ingin kau mengenangnya. Setidaknya ia telah mengajarkan kepada kita bagaimana cara mensyukuri kebahagiaan yang sifatnya hanyalah fana, sebagaimana juga ketidakbahagiaan itu.

Kerap aku tertawa ketika mengenang kembali masa-masa bahagia. Dan kerap aku merasa pilu ketika harus mengenang kembali masa-masa ketiadaan. Merapal dengan harfiah, aku kembali menuliskan tentang kamu. Ternyata tidak pernah ada kata habis untuk mengingat selalu mereka yang pernah kita kasihi. Tak perlu pula memandang bagaimana kita bertemu pula berpisah. Selalu ada jalan dan cara untuk hal tersebut.

Kemudian, berjibakulah aku dibuat oleh kenangan yang sudah-sudah. Tentang pertemuan pertama, bagaimana caramu yang menyapaku. Kita berkelibat dalam diskusi yang tidak mengenal ujung. Ada kopi, setumpuk buku, dan secengkram topik pembicaraan. Waktu kita biarkan saja bebas memilih: berlari atau berjalan. Toh, semua akan sama saja, pikirku kala itu. Biarkan saja kita dihempaskan oleh waktu sebagaimana ombak menghempas karang di lautan dan matahari menghempas bumi di langit. Tak pernah ada perih di sana.

Sangatlah tak etis bila kita hanya mau mengenang bahagia tanpa mengingat perih. Harusnya bagaimanalah kita berterima kasih kepada perih yang mengingatkan kita bahwa bahagia pun serupa dengan angin yang bisa saja berlalu demikian. Tetapi orang cenderung mengumpat perih sebagai jodoh yang tak diundang. Orang membenci kedatangannya dan mencoba meninggalkannya. Ada yang sanggup, ada pula yang tidak.

Sampailah kita pada sebuah tujuan: stasiun untuk berhenti. Punggung yang saling bertatap dan wajah yang saling berbalik. Di sudut mata, ada air yang dihapuskan oleh hujan. Awalnya kita seiringan, dan di persimpangan kita telah memutuskan untuk menjadi sendiri-sendiri. Keputusan yang tidaklah menyenangkan, tetapi harus ditelan sebagai keberadaan.

Kelak, sesampaiku di stasiun itu lagi, pasti masih ada sisa senja yang mendokumentasikan setiap bagian perpisahan itu. Sekarang terlihatlah lebih manis, dan pilihan untuk berpisah tidaklah selamanya salah. Karena dengan cara tersebut, selalu ada kehidupan yang lain setelah kehidupan hari ini.

G, aku akan pulang. Meski bukan tepat di hadapanmu, setidaknya kekayaan kata-kata sudah cukup mewakili untuk masuk kepada partikel-partikel yang hidup untuk bersenyawa di kemudian hari.





Bandung, 10 Desember 2011 | 05.02
A.A. - dalam sebuah inisial

Rabu, 07 Desember 2011

Waspadai Plagiarisme dalam Tulisanmu

Oleh: Aveline Agrippina


Bukan barang satu-dua kali kasus plagiarisme terjadi di Indonesia. Masih segar di benak kita di awal 2010, seorang profesor mempublikasikan tulisannya yang terbukti hasil plagiarisme. Setelah seorang cerpenis terbukti melakukan pragiarisme dan cerpennya berhasil terbit di salah satu koran lokal dan satu lagi terbit di koran nasional, muncul lagi kasus salah satu penerbit di Bandung yang diduga menerbitkan buku hasil dari plagiarisme karena kalimat yang ada nyaris serupa dan hanya menggunakan sudut pandang yang berbeda.


Plagiarisme bukan lagi menjadi kata-kata yang asing di dalam dunia kepenulisan. Apalagi dengan semakin canggihnya teknologi yang ada, membuat sang plagiator semakin leluasa untuk memindahkan tulisan orang lain atas namanya sendiri. Bahkan dengan mudahnya, misalnya dunia internet, membantu sistem copy-paste untuk memperlancar aksi plagiarisme.

Apa yang dimaksud dengan plagiat? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, plagiat adalah pengambilan karangan orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan sendiri, misalnya menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri atau dengan kata lain menjiplak. Yang digolongkan ke dalam kasus plagiarisme adalah mengambil tulisan orang lain tanpa menyebutkan sumber, mengutip tanpa menuliskan sumber, atau menuliskan opini dan mengganti tulisan tersebut dengan perspektif berbeda tanpa menyeburkan sumber.

Plagiarisme memang terdengar hal yang simpel, tetapi bila kita sudah masuk ke dalam lubangnya, maka hukuman pun siap menjerat. Baik hukuman berupa penarikan gelar atau pemberhentian secara tidak terhormat di dalam bidang akademis, penarikan terbit di dalam bidang fiksi dan nonfiksi, atau yang paling berat adalah hukuman penjara atau denda. Di Indonesia sendiri sudah ada undang-undang yang menetapkan hal ini yaitu Undang-undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.

Dengan melakukan plagiat, terbukti sekali bahwa kita bukanlah orang-orang yang kreatif. Ide berserakan di mana-mana dan itu bisa kita jadikan sumber untuk menulis dan tak perlu melakukan plagiat. Bila kita harus mengutip, jangan lupa menyebutkan sumber yang membuktikan bahwa pernyataan itu bukanlah milik kita. Zona plagiarisme memang mudah dilakukan, tetapi mudah juga untuk dideteksi. Jangan sampai kita pun harus menahan malu karena aksi copy-paste.






Tulisan ini pernah direncanakan untuk dipublikasikan di dalam majalah kampus, tetapi saya urungkan dengan berbagai pertimbangan yang ada dan melihat kondisi kampus saat ini. Harap maklum adanya kalau hanya terpublikasikan di sini.

Senin, 05 Desember 2011

Kamu Tahu Apa yang Kita Perbincangkan

lalu semua orang menjadi diam ketika kita bicara
membiarkan kita menjadi bebas dan liar untuk bersuara
seakan dunia memang telah menelanjangi dirinya
dan siap untuk disetubuhi dengan umpat-puja
tapi,

terkadang kritik itu perih selebih sayat dengan garam
atau puja itu manis selebih tebu yang ditunggu
orang-orang terantuk, bisa saja begitu
atau geleng-geleng karena bimbang dan ragu

ah, aku yakin:
kamu tahu apa yang kita perbincangkan




Bandung, 6 Desember 2011 | 07.29
A.A. - dalam sebuah inisial

Dan

ternyata kehidupan hanyalah sebuah perjalanan yang menyesatkan
kita tak pernah tahu kapan harus pergi, kembali, kapan waktunya
kita tak pernah tahu ke mana harus pergi, kembali, di mana tempat itu
dan tak pernah ada yang tahu, dan tak ada yang mengerti

lantas,
dengan cara tersebut kehidupan hanyalah teka-teki
sebuah misteri dengan tanda tanya yang besar
atau lingkaran amnesti yang tak tahu apa maksudnya




Bandung, 5 Desember 2011 | 18.43
A.A. - dalam sebuah inisial