Selasa, 28 Juli 2009

Ulang Tahun, Bertambah atau Berkurang Usia?

Apa arti ulang tahun bagi seseorang? Saat-saat membahagiakan pastinya, bukan? Ketika seseorang mengucapkan "selamat ulang tahun", berlonjaklah hati gembira. Datanglah kiriman kado, ucapan, dan jutaan kebahagiaan dari berbagai penjuru mata angin. Lalu apa yang akan dilakukan? Membuka kado, membalas ucapan-ucapan, atau makan-makan sekadar berbagi kebahagiaan di usia yang baru?

28 Juli 2009, seorang kawan berulang tahun. Kalau ditanya siapakah dia, sudah beberapa kali namanya kutampilkan di dalam tulisan-tulisanku yang tanpa sengaja terpatri di blogku ini. Ya, seorang kawan dan seorang saudara angkat jauh yang diangkat tanpa sengaja oleh sebuah pertemuan yang juga tanpa sengaja. Berlianevie Harjan.

Ada tiga atau sempat postingan yang kutulis dariku, olehku, dan untukku (dan untuknya). Dan kini, hari ini, halaman ini seratus persen kupersembahkan untuknya sebagai rasa persaudaraan dan rasa persahabatan kita yang tak akan pernah kubuat pudar sama sekali. Ketika rentang waktu yang kita miliki begitu jauh dan jarak yang memisahkan kita begitu terbentang luas, mungkin tulisan ini kukirimkan kepadamu sebagai ucapan terima kasih dan terpatri kata selamat untukmu.

Selamat? Selamat apa?

Selamat ulang tahun, untukmu... Untukmu kawan!

Sesungguhnya, aku tak tahu bagaimana ulang tahunmu hari ini. Apa kau masih mengingatnya atau lupa karena terlalu sibuk? Jangan seperti aku, diingatkan kawan sendiri ketika berulang tahun karena selalu lupa tanggal! Maka jangan heran kalau ada yang mengatakan: "Av, selamat ulang tahun!" Kadang aku hanya tercengang dan membalas ucapannya dengan dua kata: terima kasih. Ketika kulihat kalender di telepon genggamku, barulah kusadar bahwa hari ini memang hariku mengulang usia baru.

Kalau ditanya apakah bahagia dengan usia baru? Dengan jujur, kukatakan tidak. Aku merasa semakin tua dan tua. Rasanya kalau mau berjiwa seperti anak-anak, tak akan mungkin. Sadar diri. Padahal wahana yang paling nikmat untuk bermain dan menikmati hidup adalah ketika kita masih muda dan anak-anak. Maka berbahagialah mereka yang masih muda, nikmati masa anak-anak kalian.

Ketika seseorang telah memasuki babak pendewasaan, semakin lenyap masa-masa bermain. Mereka harus bisa mendewasakan dirinya bagaimanapun keadaannya. Sayangnya, tak sedikit orang yang tua namun tak dewasa. Mengutip perkataan kawanku Bung Galih: "tua itu pasti, dewasa itu pilihan." Dan aku mengamininya. Memang benar, tak banyak orang yang dapat berpikir dewasa.

Maka, kalau aku bertanya, patutkah berbahagia kala ulang tahun? Ketika usia bertambah menjadi tua, raut wajah akan semakin keriput, dan kita kehilangan jiwa kemenangan kita. Ketika pijakan usia di dunia semakin singkat, merunut dimakan waktu perlahan. Pada akhirnya kita akan tertuju pada satu jalan dan semua orang pasti sama-sama akan menjalaninya. Hanyalah berbeda waktu, tempat, dan caranya saja.

Ah, kawan, kalau kau baca postinganku ini, janganlah kau rasa hari ini kau tak patut bersuka cita karena umurmu bertambah atau terpelangah di depan cermin sambil memandangi wajahmu. Keriput atau tidak. Hahaha... Sebaliknya, rekoleksi diri dan persiapkan diri untuk tingkat kedewasaan lebih mendatang.

Nah, sahabat, apa alasanku membagikan tulisan ini? Itulah ungkapan perasaanku ketika aku yang mengalami ulang tahun. Aku selalu menolak untuk menjadi tua dan tua. Malah sebaliknya, aku masih ingin berpetualang dengan jiwa mudaku ini. Selalu dan selamanya. Mengutip kata Chairil Anwar dalam puisinya Aku: "Aku ingin hidup seribu tahun lagi..." Kau kan tahu sendiri jiwaku macam apa. Apa yang ingin kuraih dalam hidup dan di mana kelak aku menginginkan nyawaku melayang. Kurasa semuanya nyaris kau ketahui.

Harusnya aku menuliskannya ini kemarin, tepat di hari ulang tahunmu... Sayang, aku tak sempat untuk menuliskannya. Bukannya aku lupa, seminggu sebelumnya sudah kucatat di kalender mejaku bahwa hari ini memanglah hari yang dikhususkan untukmu.Kesibukan memenjarakanku untuk sesempat mungkin menuliskannya untukmu.

Ini kado untukmu, kawan... Sebelum kado sesungguhnya datang ke rumahmu.

Selamat ulang tahun! Dirgahayu untukmu, Nevie!











Sahabat dan saudaramu selalu,




A. A. - dalam sebuah inisial
Jakarta, 29 Juli 2009 | 20.16


PS: Itu foto kita pas kapan ya? Kalau tak salah pas kita masih di PKM sekitar tiga tahun lalu.

Jumat, 24 Juli 2009

Tuhanpun Pandai Berhumor

Saya tak mengerti ternyata Tuhan yang memiliki jarak begitu jauh dengan saya ternyata memiliki rasa humor yang tinggi. Bahkan, saya saja bingung darimana Tuhan mendapatkan ilmu-ilmu humoris yang surga tak pernah merintisnya. Pada zaman Isa lahir, humor pun rasanya belum dikenal jauh.

Tuhan memang sungguh kreatif. Dari dua ilmu yang Tuhan miliki yaitu kelahiran dan kematian, Tuhan bisa menciptakan berbagai macam pola humoristik. Naumun Tuhan lebih cenderung kreatif pada pola kematian.

Kadang kematian bagai film misteri, tetapi juga bisa menjadi film komedi.

Bisa saja ketika seseorang baru pulang atau hendak melayat karibnya yang meninggal, dia juga meninggal.

Atau ketika seseorang sedang disidang dalam pengadilan, tiba-tiba jatuh dari kursi dan meninggal.

Ketika seseorang yang bernafsu untuk menulis, tiba-tiba meninggal karena terlalu lama memikirkan tulisannya.

Ketika seseorang sedang menggoes sepedanya, tiba-tiba jatuh dan meninggal.

Ketika seseorang setelah makan sepuasnya di sebuah restauran, tiba-tiba sesak nafas dan meninggal.

Saat seseorang sedang bercocok tanam, tiba-tiba ular menggigitnya dan meninggal.

Ketika seseorang sedang menikmati makan siangnya, tiba-tiba tersedak dan meninggal.

Ketika seseorang sedang pergi berlibur dengan selingkuhannya, tiba-tiba dia terkena serangan jantung dan meninggal.

Ketika seseorang sedang menikmati memegang stick golfnya, tiba-tiba dia meninggal karena jatuh tersandung oleh stick golfnya.

Ketika seorang anak pamit kepada ibunya hendak ke sekolah, malah dia harus tertanam di makam sebelah ayahnya.

Ketika seseorang sedang menikmati film komedi, tiba-tiba ditemukan tewas dengan mulut ternganga.

Ketika seseorang sedang bermain gitar dengan kekasihnya, tiba-tiba dia meninggal tanpa sebab.

Ketika seseorang sedang dikejar untuk ke kamar kecil, tiba-tiba ditemukan tewas di depan kamar kecil.

Ada seorang anak sedang bergembira bermain di mall, tiba-tiba ditemukan tewas terjatuh dari lantai tiga.

Memang ada hal - hal yang lucu semacam itu, tetapi saya tidak tahu apakah saya harus tertawa untuk mengapresiasikan humor dari Tuhan atau bagaimana caranya untuk menertawakan humor Tuhan tersebut. Tuhan punya cara sendiri membentuk humornya, tetapi saya -yang bukan Tuhan- tidak mengerti bahwa Tuhan sedang berhumor. Bahkan karib saya terpaksa menangis ketika humor itu Tuhan berikan kepadanya.

Sampai saya menuliskan ini, saya tahu Tuhan pandai berhumor, tetapi saya tidak tahu bagaimana cara menterjemahkannya





Jakarta, 8 Mei 2009 | 20.18

PS: Awalnya tulisan ini hanya tertulis di Facebook saya, entah mengapa saya lebih ingin tulisan ini berada dalam satu arsip di sini.

Kamis, 16 Juli 2009

Add Me On Facebook

Rating:★★★
Category:Books
Genre: Computers & Internet
Author:Ali Zaenal
Siapa yang tak punya akun di Facebook di zaman terkemuka seperti ini? Semua orang yang hidup di dunia internet berbondong-bondong menciptakan akun atas nama mereka di Facebook. Semua orang yang berasal dari manapun menjadi tergoda dan mulai menuliskan alamat Facebook di alamat browser mereka. Mereka mulai meng-add teman-teman lama dan berinteraksi di dunia yang baru, Facebook.

Bukannya kalah gagap teknologi, bahkan ada orang yang sudah lanjut usia saja bermain di Facebook. Politisi mulai mengobar-obarkan namanya di Facebook. Anak muda mulai membuka halaman chat dan berinteraksi dengan kawan-kawannya. Anak SD sudah bisa bermain Mafia Wars sampai ke level 20. Pegawai kantor meluangkan waktu meng-update status. Kadang mereka mengendap-endap membuka Facebook sambil bekerja.

Facebook kini seperti candu! Saya mengakuinya.

Kalau kita menjejakkan kaki ke toko buku, begitu banyak orang berbondong-bondong menuliskan buku mengenai Facebook. Trik-triknya agar kecanduan atau berebut bermain games di Facebook. Facebook menawari begitu banyak aplikasi untuk menjadi sebuah situs jejaring sosial yang benar-benar membuat candu.

Add Me On Facebook. Siapa lagi yang tak dapat menebak isinya? Dari judulnya saja kita dapat mengetahui bahwa ini adalah buku berisi trik-trik dalam bermain Facebook. Mungkin banyak orang sudah bisa bermain Facebook secara otodidak, tetapi sering sekali saya sering ditanyai bagaimana mengutak-atik Facebook. Begitu banyaknya orang yang ingin bermain Facebook, mereka ingin ikut bergaul dalam dunia Facebook terpaksa mangkir karena tidak mengerti mengubek-ubek Facebook.

Sesungguhnya begitu banyak panduan dalam bermain Facebook. Mereka tidak memanfaatkannya. Buku ini juga dapat menjadi alternatif dalam mengutak - atik Facebook bagi pemula. Penulis memberikan secara praktis gambaran bagaimana mengutak - atik fiturnya dan menjadikan mereka yang awalnya adalah seorang pemula menjadi seorang pakar. (Dan bisa saja menyusul dalam membuat buku bagaimana bermain Facebook. Hahaha...)

Isinya yang tidak begitu banyak tetapi sebagai buku how to, buku ini saya nilai cukup lengkap dalam memberikan panduan singkat bermain Facebook secara praktis tanpa bertele-tele serta dilengkapi gambar. Bagaimana membuat akun Facebook, meng-upload foto, atau sebagainya. Termasuk mengulas bagaimana cara bermain games Mafia Wars yang menjadi sepuluh besar aplikasi games yang dimainkan oleh para Facebooker.

Sebuah buku how to terbitan Gagasmedia yang menjadi sebuah acuan baru bagi mereka untuk menerbitkan buku yang bukan hanya novel tetapi juga buku-buku lainnya. Salah satunya adalah buku ini, Add Me On Facebook. Sebagai buku panduan dan buku perdana, tiga bintang dengan skor 7,5 dengan penampilan menarik di halaman depan dan berikut isinya yang cukup lengkap. (Walau ada beberapa fitur yang tak terungkap, mungkin lupa atau entahlah...)

Rabu, 15 Juli 2009

Kesunyian

Seperti kata Chairil Anwar, nasib adalah kesunyian masing-masing
dan aku memang tak pernah merelakanmu menerima bagiannya
karena seperti katamu sendiri, kesunyian menikam begitu menyakitkan

Dan kamu tak berhak menerima kesunyian itu, nasib itu
hendaknya kamu berbagi dengan aku dalam keadaan apapun
dan ensiklopedi tak pernah menorehkan apa yang ada di hatimu

Lagi-lagi mengenai kesunyian itu yang mengembarakan hidup
kadang aku ingin bertanya pada matahari, hendaknya bagaimana
apakah dia pernah juga merasa sunyi dalam tugasnya

Agarnya hendak aku tak menjai binatang
hanya sadar dirinya hidup ataupun mati
dan mereka tak pernah berpikir tentang kesunyian

Kalau nasib adalah kesunyian masing-masing
harusnya kutolak saja nasib itu…

Jakarta, 2 Juli 2009 | 11.17

Jumat, 10 Juli 2009

Lomba Resensi Novel Bodyguard Bawel

Start:     Jul 10, '09
End:     Aug 30, '09
Lomba Resensi Novel
BODYGUARD BAWEL





Judul : Bodyguard Bawel

Penulis: Triani Retno A

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, April 2009.

Tebal : 181 halaman


Merasa bawel? Pernah dibaweli? Atau hidup bersama orang-orang bawel?



Kalau begitu, nggak ada alasan dong untuk nggak mengikuti Lomba Resensi Novel BODYGUARD BAWEL ini.



Syarat:

1. Resensi yang kamu tulis udah pernah dipublikasikan di majalah (majalah komersil, majalah komunitas, majalah sekolah) koran, e-magazine, blog, multiply, atau situs. Situs yang dimaksud di sini tentunya tidak termasuk situs purbakala…..
2. Kirim bukti pemuatan resensi itu ke email : retno_teera@ yahoo.com
3. Jangan lupa sertakan identitas lengkap kamu : nama, alamat lengkap, nomor telepon, nomor rekening (buat transfer kalo menang. Kalo gak ada rekening bank dan mau dikirim lewat wesel pos juga boleh kok.)
4. Paling lambat diterima tanggal 30 Agustus 2009. Karena dikirimnya lewat email, hingga detik-detik terakhir pergantian hari pun masih diterima .
5. Pemenangnya diumumkan tanggal 10 September 2009 di blog : www.takhanyanovel. blogspot. com dan di milis-milis.



Hadiahnya

Juara 1 : Uang Rp 250.000,- plus paket buku senilai Rp 350.000,-

Juara 2 : Uang Rp 150.000,- plus paket buku senilai Rp 250.000,-

Juara 3 : Uang Rp 100.000,- plus paket buku senilai Rp 150.000,-

3 hadiah hiburan @ 2 judul buku ku yang lain



Jadi, tunggu apa lagi?

Aku di sini duduk manis menunggu resensimu…..



Triani Retno A

Email : retno_teera@ yahoo.com

Blog : www.takhanyanovel. blogspot. com

Facebook : Triani Retno A


Dari Milis Apsas

Kamis, 09 Juli 2009

Ketika Ada Kata "Perpisahan"

Bagaimana mendeskripsikan kata perpisahan? Saya rasa semua orang juga bisa. Mendeskripsikan kata perpisahan adalah sebuah hal yang mudah. Begitu mudahnya. Mereka mendeskripsikan lebih menjurus pada sesuatu rasa luka, pedih, kehilangan, dan air mata. Eh, air mata? Rasanya belum tentu kalau ada air mata.

Adakah perpisahan yang bernada kegembiraan? Saya tak pernah yakin untuk hal itu. Setiap kali saya menuju bandara, melihat kerabat salah seorang penumpang menangis ketika sang penumpang hendak pergi. Ketika saya di stasiun, mereka rela berbondong-bondong mengantar kepergian. Dan yang paling pasti adalah ketika saya berada di pemakaman, mengantar jenazah. Adakah pemakaman seorang keluarga tanpa air mata? Tak ada. Walau dia seorang pembunuh sekalipun, seorang teroris atau perusak nama baik keluarga, ketika berpulang, pasti akan ada air mata yang mengantarkannya.

Ketika ada perpisahan, lantas bagaimana? Akankah kita terus berkeluh kesah?

Mengapa kalau perpisahan adalah sebuah lambang kedukaan, dia tetap dibiarkan ada?

Seperti inilah aku bercerita kepadamu, kawan. Seorang lahir memang sendiri-sendiri. Dia harus belajar bernafas dan berjuang melawan arus gelombang hidup. Siapa yang gagal, dia akan tersingkir dari permainan. Nah, ketika seseorang lahir dan belajar, dia telah mengenal yang namanya pertemuan. Pada suatu hari nanti, seorang itu pasti akan tersingkir dari permainan. Entah karena usia atau hal lainnya. Dan di sanalah proses perpisahan terjadi.

Maka, ketika ada pertanyaan. Mengapa ada pertemuan dan ada perpisahan? Karena itulah hukum alam. Semua orang tidak bisa melawannya. Mengapa ada kata perpisahan? Karena kata hanyalah sebuah simbolik dari sebuah makna. Hanya saja, ketika bagaimana kita merasakan, semua sudah terangkum dari sebuah kata: perpisahan.

Seperti halnya ada kelahiran, tentu ada kematian. Tak ada awal yang tanpa akhir. Tak ada cinta tanpa benci. Semua itu adalah sebuah proses yang diciptakan oleh alam dengan sendirinya. Tak ada yang dapat melawan semua proses-proses itu dan semua orang akan menjalaninya. Bukan semua orang, semua makhluk yang tanpa sengaja terlahir di dunia ini.

Ketika jarak begitu sangat jauh, ketika kita merasa kehilangan, maka ketika itulah kita tahu sebuah makna dari kata perpisahan. Sayapun sampai sekarang masih bertanya mengapa kata itu ada. Ketika perpisahan hanyalah membuat orang menjadi dirundung duka nestapa, terasa tanpa akhir. Dan semua orang juga akan menjalaninya, cepat atau lambat, tua atau muda, awal atau akhir. Bagaimana caranya, Tuhan memang punya rahasia besar, termasuk dengan perpisahan ini.

Nah, postingan ini memang tertuju untuk seorang karib yang akan berangkat menuju dunianya yang baru dan menjadi pertanyaannya pula: “mengapa harus ada kata 'farewell'?” ketika sedang berbincang di Yahoo! Mesengger, Astrid Camilla. Seperti itulah kawanmu ini menjawabnya. Saya sudah menjanjikannya dan patutnya juga saya menggenapi seperti sebuah pasangan yang tak dapat lagi dipisahkan. Tak akan ada kematian tanpa kelahiran, begitu pula ketika pertemuan ada, maka perpisahanpun menjadi epilognya. Kawan, berbahagialah di duniamu yang baru.

(Aku benci sebuah pertemuan, karena aku tahu akhirnya adalah perpisahan...)


Jakarta, 9 Juli 2009 | 10.31

Rabu, 08 Juli 2009

Jackson, In Memorial




GONE TOO SOON

Like A Comet
Blazing 'Cross The Evening Sky
Gone Too Soon

Like A Rainbow
Fading In The Twinkling Of An Eye
Gone Too Soon

Shiny And Sparkly
And Splendidly Bright
Here One Day
Gone One Night

Like The Loss Of Sunlight
On A Cloudy Afternoon
Gone Too Soon

Like A Castle
Built Upon A Sandy Beach
Gone Too Soon

Like A Perfect Flower
That Is Just Beyond Your Reach
Gone Too Soon

Born To Amuse, To Inspire, To Delight
Here One Day
Gone One Night

Like A Sunset
Dying With The Rising Of The Moon
Gone Too Soon

Gone Too Soon

Michael Jackson - Dangerous



Senin, 06 Juli 2009

Kelereng

Kelereng

“Eh… Jangan dimakan! Nanti kamu bisa sakit.”

Ibu mengambil benda bulat yang akan kumakan tadi. Ibu bilang itu namanya kelereng. Semua yang bulat dan kecil seperti itu tak boleh dimakan.

***

Suatu malam, adikku sakit. Badannya panas sekali tetapi dia menggigil kedinginan. Ibu pergi ke apotik untuk membeli obat. Ketika kembali, ibu membawa obat supaya cepat sembuh.

Aku melihat ibu mengeluarkan sesuatu yang bulat. Seperti kelereng tetapi lebih kecil. Ibu jahat! Kalau kelereng bisa membuat adik tersedak, mengapa ibu berikan ke adik? Nanti kalau adik semakin sakit, bagaimana bisa sembuh?

“Ibu… katanya ga boleh makan kelereng, kok adik dikasih minum kelereng?”

***


Cerpen yang berisi seratus kata ini ditulis atas tantangan seperti yang tertulis di sini dari Tante Ary Nilandari.

Gambar dicomot dari sini

Rectoverso

Rating:★★★
Category:Books
Genre: Literature & Fiction
Author:Dewi Lestari
Nyaris semua orang mengenal Dewi "Dee" Lestari adalah seorang penulis Karena bakat tarik suara yang lebih dahulu muncul di permukaan kemudian lahirlah Supernova yang menjadi cikal bakal kelahirannya sebagai seorang penulis.

Rectoverso yang dikatakan oleh Dee -nama pena Dewi Lestari- merupakan konsep sederhana yang memang sudah dicita-citakannya sewaktu dia menuliskan Supernova (novel fantasi pertamanya).

Sebelas cerpen dan sebelas lagu yang tercipta. Sebelas lagu yang merupakan hasil aransemen ulang dari lagu yang sudah pernah dia ciptakan sebelum Rectoverso ini lahir. Dengan sentuhan Andi Rianto, lagu - lagu menjadi terasa sesuatu yang lebih.

Namun, saya tidak membahas musik Rectoverso. Melainkan bukunya. Sebelas cerpen Dee bukanlah sesuatu yang asing untuk dibaca. Sebelum Rectoverso ini lahir, Dee juga telah menerbitkan kumpulan cerpennya, Filosofi Kopi, yang dibalut juga dengan beberapa prosanya.

Di dalam Rectoverso, Dee memang lebih menukik dalam gaya penceritaan dan caranya dalam menceritakan sesuatu yang lebih.

Sebelum membaca cerpennya, kita disuguhi dengan lirik lagu yang judulnya juga menjadi judul cerpennya. Dengan kata lain, antara lirik dan cerpen berkesinambungan. Semua cerita yang dihadirkan keseluruhannya berjalan seperti apa yang dia tulis di lirik lagunya.

Beberapa cerpen yang benar-benar menyentuh adalah "Malaikat Juga Tahu", "Peluk", "Firasat", dan "Tidur". Yang menurut versi saya tidak menarik adalah "Aku Ada", "Cicak di Dinding", dan "Back To Heaven's Light".

Di dalam cerpen "Malaikat Juga Tahu", Dee menceritakan sesuatu yang lebih dengan pendeskripsian yang kuat dan tidak terkesan terbata-bata. Juga topik yang diangkat lebih mengesankan bahwa Dee benar-benar berempati dengan tokoh yang dia ciptakan. Dengan berbagai karakter dan "keanehan yang ada".

Peluk. Mungkin topik yang diangkat oleh Dee memang tak pernaj jauh dari yang namanya cinta. Bahkan Dee sendiri mengakuinya. Di dalam cerpennya "Peluk", dia berani mengeksplorasi dirinya sendiri secara lebih mendalam dalam kisah-kisah percintaan yang dikemas lebih menarik. Walau topiknya tetaplah patah hati, dia pandai mengolah kata dan sifat keakuannya lebih dalam.

Cerpennya "Firasat" dan "Tidur" membebaskan dirinya dalam berkata-kata secara fokus dan lebih. Metafora dan puitisnya lebih terlihat kuat. Satu kalimat yang menarik yang saya kutip dari "Firasat".
"Saat kepala kita sibuk berencana dan melamun tak karuan, hati kita bicara dengan alam, dengan malaikat, dengan hati-hati lain. Petunjuk dan tuntunan hidup tersedia di mana-mana. Hanya saja kita tidak terlatih untuk membacanya"


Untuk cerpennya "Aku Ada", "Cicak di Dinding", dan "Back To Heaven's Light", Dee memang memberikan suatu nuansa baru. Gaya penceritaan yang agak lain dari Filosofi Kopi. Namun penyimpangan yang seperti itu terlalu melebar, maka kata-kata yang harusnya berkesan malah menjadi bertele-tele dan mengakibatkan menjadi tak ada kesan yang ingin tersuratkan.

Keeleganan buku terletak karena hard cover, foto-foto yang terselip, lembar-lembar hijau dan kuning yang menjadi warna dasar dari Rectoverso ini menjadi suatu nilai lebih untuk pembaca. Ditambah pula dengan tata letak kata yang cukup menarik. (Apalagi ditambah lagu, duh!)

Rasanya walau saya sudah membacanya empat bulan lalu dan baru meresensinya sekarang, ini adalah warna baru dari sastra Indonesia yang cukup menarik. Sebuah metamorfosa yang nyaris sempurna.

Minggu, 05 Juli 2009

Jawaban Setelah Berjenuh

Ya, seperti judul di atas. Lembar ini adalah sebuah jawaban atas kejenuhan menulis blog yang kualami nyaris dua minggu ini. Dan kini, semangat yang redup itu kembali sudah menjadi terang. Jemari sudah tak tahan untuk mengurai kata dan otak yang adalah produsen sudah menyalakan mesinnya untuk bergegas tancap gas kembali berproduksi di blog.

Seperti yang sudah kita ketahui bahwa pamor Facebook memang lebih tenar dibandingkan Multiply saat kini. Tetapi kuyakini semua akan kembali ke Multiply. Seperti aku. Aku menjadikan Facebook adalah tempat perselingkuhanku. Hahaha... Aku berselingkuh dengan kuis-kuis yang secara iseng mulai kuisi dan menjelajahi status kawan-kawan yang setiap harinya. Maka, jangan heran kalau nyaris setiap harinya aku pasti mengisi status kawan-kawanku. Hahaha...

Tapi, sudah sejak lama aku memang ingin mendeactivekan Facebook-ku itu. Petaka! Petaka memiliki Facebook bagiku. Katanya memang dia adalah candu. Dan aku memang menanti saat-saat aku ditegur oleh Facebook. Mungkin dipikir aku memang gila, tapi memang benar. Aku sedang menanti ditegur Facebook. Aku ingin IDku di sana dinonaktifkan karena dengan mendeactivekan secara tempo tidak menyelamatkan aku. Akhirnya, aku mendapatkannya! Mendapatkan teguran yang sangat kunantikan, tapi tidak didelete juga Facebook-ku itu. Aih!

Juga kini aku menikmati kesendirianku. Aku beralih dari Multiply dan menulis di petak lainnya. Aku punya lahan di tempat lainnya. Dan kalau aku hilang di permukaan dunia maya, artinya aku memang sedang mengurus lahanku itu. Kutanam kembali dia dengan bibit-bibit kata dan kupupuki dengan cerita-cerita yang bergemul di dalam benakku. Lahan itu memang kukhususkan untuk lahan meditasi pribadi. Hahaha... Tak terbuka untuk umum. Sangat privasi dan terpencil.

Kalau ada yang singgah, pastilah dia tersesat atau karena kuundang. Kadang aku mengundang beberapa kawan untuk mengajaknya membaca dan tentunya jangan berikan komentar. Biar lahan itu terus kutaburi dengan kata-kata sampai akhirnya musim panennya tiba. Entah kapan musim panennya tiba.

Tapi tak etis kalau Multiply di mana aku sudah bernaung dengan berbagai macam tulisan, berbagai macam orang yang berbagai macam karakter, berbagai macam kisah, berbagai macam suka dan duka. Maka Multiply adalah kekasihku. Dia adalah kekasihku seperti yang pernah kutorehkan dalam status Facebook-ku. Multiply adalah kekasihku dan Facebook adalah selingkuhanku.

Memang benar ternyata kalau selingkuh itu tak selamanya indah.

Juga tak lain adalah hadiah dari beberapa proyek dengan kawan-kawan yang kutunda sementara waktu karena tugas dan mengejar target yang lebih penting yang kini harus kubayar. Seminggu tanpa menulis di blog ini memang hambar rasanya tetapi aku berhasil menyelesaikan beberapa pekerjaan yang sempat tertunda dan melunasi hutang-hutang janji pada teman-temanku. Membaca beberapa novel kiriman dan beberapa novel hasil penjejakkan dua kali di Jakarta Book Fair dan berjanji akan kutuliskan ulasannya di blog ini.

Sesungguhnya, aku tak berhenti nge-blog. Bahkan sewaktu internet Indonesia diblokir saja, aku mencari berbagai macam celah untuk tetap nge-blog. Kini, dengan semangat yang menggebu-gebu dan kobaran semangat Diponegoro, aku akan kembali nge-blog. Dan tulisan ini menjadi bukti bahwa aku kembali.

Mungkin nukilan-nukilan yang sempat hilang dari blog ini tak akan kuposting di sini. Biarkan dia berada di tempat yang sepi sendiri, di mana hanya aku, Tuhan, dan tulisan itu sendiri yang tahu keberadaannya di mana.

Nah, selamat pagi dan selamat kembali nge-blog!



6 Juli 2009 | 10.17