Menyakitkan sekali ketika ingin bicara menjadikannya sungkan
Menyakitkan sekali ketika merasa paling sendiri di dunia ini
Keledai pun enggan untuk pergi tak bertuan
Dan ia menyapa sepi dalam sepi sendirian saja
Berkaca pada cermin, tetapi tak berbayang
Diam rasa pahit dalam kosong tanpa arwahnya
Berbayang jerit hati ingin ia lemparkan
Tetapi siapa yang akan mendengarnya
Malaikat jua tak ingin menjadi karib
Setan pun penat menatap wajah tak tampak pada cermin
Mati... tidak! Ia tidak mati
Ia masih bernyawa tetapi hanya berdiam
Dia memilih diam dalam sendirinya
Aku pun menyingkir darinya dengan jutaan alasan
"Basi! Diam kalian semua! Aku benci..."
Sudahlah... aku kembali pergi meninggalkannya
>>> Aveline Agrippina Tando
Selasa, 24 Februari 2009
Kamis, 19 Februari 2009
Mengenai Hidup - Sekali Lagi
"Hidup ini, Anakku, hidup ini tak ada harganya sama sekali. Tunggulah saatnya, dan kelak engkau akan berpikir, bahwa sia-sia saja Tuhan menciptakan manusia di dunia ini."
Pramoedya Ananta Toer - Bukan Pasarmalam
Ketika membaca kalimat di atas, aku sedang dalam perjalanan. Dalam kendaraan. Setelah membaca kalimat itu, langsung saja kualihkan padanganku ke arah luar jendela. Aku mengangguk setuju.
Mungkin hanya Tuhan yang tahu alasannya mengapa Dia menciptakan manusia. Lalu bukan membiarkannya hidup bebas, melainkan hidup dalam petualangan yang tak hanya suka, tetapi juga duka.
Menurut Djenar Maesa Ayu, dalam novelnya Nayla, bahwa kita diciptakan bagai boneka. Kita selalu ditentukan oleh orang yang memainkan boneka itu.
Entahlah, ketika aku mengalihkan pandanganku ke luar jendela, mengapa aku bisa setuju dengan semua itu karena saat itu aku melihat seorang kakek tua yang menarik gerobak dengan susah payah di pinggir jalan. Seorang ibu yang membawa tas besar sambil menggendong anaknya. Seorang pelajar yang berlari untuk berdesak dalam bus kota.
Lalu, pernah mereka pikir bahwa apa yang mereka tuju akan menjadi sebuah kesia-siaan karena ujung dari setiap hidup adalah kematian? Tak perlu Pak Pram memaksaku untuk terus memikir, aku sudah menjawabnya, Pak.
-A, dalam sebuah inisial-
Pramoedya Ananta Toer - Bukan Pasarmalam
Ketika membaca kalimat di atas, aku sedang dalam perjalanan. Dalam kendaraan. Setelah membaca kalimat itu, langsung saja kualihkan padanganku ke arah luar jendela. Aku mengangguk setuju.
Mungkin hanya Tuhan yang tahu alasannya mengapa Dia menciptakan manusia. Lalu bukan membiarkannya hidup bebas, melainkan hidup dalam petualangan yang tak hanya suka, tetapi juga duka.
Menurut Djenar Maesa Ayu, dalam novelnya Nayla, bahwa kita diciptakan bagai boneka. Kita selalu ditentukan oleh orang yang memainkan boneka itu.
Entahlah, ketika aku mengalihkan pandanganku ke luar jendela, mengapa aku bisa setuju dengan semua itu karena saat itu aku melihat seorang kakek tua yang menarik gerobak dengan susah payah di pinggir jalan. Seorang ibu yang membawa tas besar sambil menggendong anaknya. Seorang pelajar yang berlari untuk berdesak dalam bus kota.
Lalu, pernah mereka pikir bahwa apa yang mereka tuju akan menjadi sebuah kesia-siaan karena ujung dari setiap hidup adalah kematian? Tak perlu Pak Pram memaksaku untuk terus memikir, aku sudah menjawabnya, Pak.
-A, dalam sebuah inisial-
Senin, 16 Februari 2009
Billy Gilman --- Oklahoma
Car pulls up, the doorbell rings
He don't wanna go
He thought he'd found his home
But with circumstances he can't change
Waves goodbye as they pull away
From the life he's known
For the last 7 months or so
She said "we've found a man who looks like you
Who cried and said he never knew
About the boy in pictures that we showed him
A rambler in his younger days
He knew he'd made a few mistakes
But he swore he would have been there
Had he known it
Son we think we found your dad in Oklahoma
A million thoughts raced through his mind
What's his name, what's he like
And will he be
Anything like the man in his dreams
She could see the questions in his eyes
Whispered "don't be scared my child"
I will let you know
What we know
About the man we found
He looks like you
Who cried and said he never knew
About the boy in pictures that we showed him
A rambler in his younger days
He knew he'd made a few mistakes
But he swore he would have been there
Had he known it
You always said this was something that you wanted
Son it's time to meet your dad in Oklahoma
One last turn he held his breath
Till they reached the faint house on the left
And all at once the tears came rollin in
And as they pulled into the drive
The man was waiting there outside
He wiped the worry from his eyes
Smiled and took his hand
And he said
I'm the man who looks like you
Who cried because I never knew
About the boy in pictures that they showed me
Oh a rambler in my younger days
I knew I'd made a few mistakes
But I swear I would have been there
Had I known it
Never again will you ever be alone
Son welcome to your home in Oklahoma
Jumat, 13 Februari 2009
Tikil
Rating: | ★★★ |
Category: | Books |
Genre: | Teens |
Author: | Iwok Abqary |
Kalau humor Indonesia lebih identik dengan unsur sindiran dan gaya sinisme. Mungkin kalau diterjemahkan dalam bahasa mudahnya seperti ini.
A: ”Gue cinta sama dia, tapi...”
B: ”Tapi tampang lo terlalu jelek makanya ga laku.”
Pembaca atau penonton biasanya langsung tertawa. Unsur sindiran itu (katanya) yang bikin menarik.
Yap, menceritakan sebuah perusahaan jasa yang nyaris gulung tikar karena keempat karyawannya yang jauh dari seorang karyawan. Lilis yang fans berat Adjie Massaid. Dasep yang tukang ngebut. Dirman yang mengantar dengan modal sepeda. Dan Kusmin yang berevolusi ketika harus bertugas ke Damkar. Dengan bos baru, TIKIL mencoba untuk bangkit. Tetapi bos baru, Pak Pri malah lebih senang memasak. Bahkan memasak di kantor. Semakin hari TIKIL semakin kacau. Sampai ada kesadaran untuk bangkit dari keterpurukan itu yang dimulai dari karyawan – karyawannya.
Konflik – konflik yang dihadirkan cukup menarik tetapi kurang terarah. Misalnya pada bagian Lilis, Dasep, dan Dirman yang sedang berlari dari ”racun” Pak Pri dan mencoba memecahkan masalah yang dialami TIKIL tiba-tiba terputus dengan alur Kusmin.
Apa hubungan dengan tulisan pengantar? Ada!
Pada awal tadi saya mengatakan bahwa Humor Indonesia mengandung unsur indiran, TIKIL membawa nuansa baru, membuat pembaca tertawa tanpa menyindir. Seperti pada halaman 20, 114, 149, dan 189. Tetapi tetap masih ada unsur sindiran tetapi tak begitu banyak.
Keterlibatan penulis dalam penceritaan juga masih terlihat. Mungkin ini yang menjadi ciri khas seorang Iwok Abqary. (Bisa dibandingkan dengan review saya di sini).Not creative idea, but character of writing.
Kalau menulis humor itu susah, memang benar! Membuat orang tertawa sama saja sesulit membuat orang menangis. Beberapa bagian yang (saya tahu pada bagian ini) harusnya saya tertawa, malah gagal. Bahkan di mata saya menjadi bagian yang tak diperlukan. (Sekali lagi, ini soal selera...)
Satu lagi, pada bagian pegawai TIKIL yang saling mengirim surat ke sesamanya patut diacungkan jempol. Saya berhasil besimpati dengan situasi yang sedang dialami TIKIL. Bukan dalam bentuk candaan, melainkan dalam bentuk perenungan bahwa mencari pekerjaan itu susah...
Over all, warna baru dalam dunia humor Indonesia yang cukup jenius.
PS:
Hal. 31 - ”Tangan kanannya memberi tanda hormat…”: bukannya Kusmin mengepit pigura di tangan kiri? Maka kalau piguranya jatuh, artinya dia memberi hormat dengan tangan kiri. (Baca paragraf sebelumnya)
Hal 95 - ”... kelangsungan kantor caban,” : seharusnya ”cabang”
Hal 191 - ”… ada lancar tancep nanti…” : seharusnya “layar tancep”.
Aveline Agrippina Tando
Rabu, 11 Februari 2009
Pertanyaan
Ada jutaan pertanyaan yang selalu kau hanturkan padaku
Tetapi hanya dua dari jutaan yang bisa kujawab
"Apa kabar?" dan "Sedang apa?"
Sisanya adalah sebuah improvisasi hidupku
Termasuk ketika aku harus memilih mana yang baik
Untuk menentukan sebuah loyalitas
Di atas pergolakan hidup dalam pentas
Yang tak pernah tahu kapan itu berakhir
Semua adalah jalan
Semua adalah pencarian
Dan semua akan meninggalkan jejak
Ketika sulit menjadikan sebuah rangkai jawaban
Hanya bisa kujawab, "Itu proses ke depannya."
Diam. Lalu aku tak berkata-kata lagi
Sebelum kau membalas dan menanggapi jawabanku
Aku selalu hafal gaya bibirmu
Memebentuk kata "Proses apa?"
Lalu aku tertawa
Lepas
pada hari yang rasanya singkat namun tetap sama
>>> A, In An Initial
11 Februari 2009
Tetapi hanya dua dari jutaan yang bisa kujawab
"Apa kabar?" dan "Sedang apa?"
Sisanya adalah sebuah improvisasi hidupku
Termasuk ketika aku harus memilih mana yang baik
Untuk menentukan sebuah loyalitas
Di atas pergolakan hidup dalam pentas
Yang tak pernah tahu kapan itu berakhir
Semua adalah jalan
Semua adalah pencarian
Dan semua akan meninggalkan jejak
Ketika sulit menjadikan sebuah rangkai jawaban
Hanya bisa kujawab, "Itu proses ke depannya."
Diam. Lalu aku tak berkata-kata lagi
Sebelum kau membalas dan menanggapi jawabanku
Aku selalu hafal gaya bibirmu
Memebentuk kata "Proses apa?"
Lalu aku tertawa
Lepas
pada hari yang rasanya singkat namun tetap sama
>>> A, In An Initial
11 Februari 2009
Sabtu, 07 Februari 2009
Jumat, 06 Februari 2009
Rabu, 04 Februari 2009
Michael Jackson - You Are Not Alone
I'm still all alone
How could this be
You're not here with me
You never said goodbye
Someone tell me why
Did you have to go
And leave my world so cold
Everyday I sit and ask myself
How did love slip away
Something whispers in my ear and says
That you are not alone
For I am here with you
Though you're far away
I am here to stay
But you are not alone
For I am here with you
Though we're far apart
You're always in my heart
But you are not alone
'Lone, 'lone
Why, 'lone
Just the other night
I thought I heard you cry
Asking me to come
And hold you in my arms
I can hear your prayers
Your burdens I will bear
But first I need your hand
Then forever can begin
Everyday I sit and ask myself
How did love slip away
Something whispers in my ear and says
That you are not alone
For I am here with you
Though you're far away
I am here to stay
For you are not alone
For I am here with you
Though we're far apart
You're always in my heart
For you are not alone
Whisper three words and I'll come runnin'
And girl you know that I'll be there
I'll be there
You are not alone
For I am here with you
Though you're far away
I am here to stay
For you are not alone
For I am here with you
Though we're far apart
You're always in my heart
For you are not alone
For I am here with you
Though you're far away
I am here to stay
For you are not alone
For I am here with you
Though we're far apart
You're always in my heart
For you are not alone...
Michael Bublé - Lost
I watched the whole thing fall
And I never saw the writing that was on the wall
If I'd only knew
The days were slipping past
That the good things never last
That you were crying
Summer turned to winter
And the snow it turned to rain
Then the rain turned into tears upon your face
I hardly recognize the girl you are today
And God I hope it's not too late
It's not too late
'Cause you are not alone
I'm always there with you
And we'll get lost together
'Till the light comes pouring through
'Cause when you feel like you're done
And the darkness has won
Babe, you're not lost
When your world's crashing down
And you can't bear the thought
I said, babe, you're not lost
Life can show no mercy
It can tear your soul apart
It can make you feel like you've gone crazy
But you're not
Things have seemed to change
There's one thing that's still the same
In my heart you have remained
And we can fly fly fly away
'Cause you are not alone
And I am there with you
And we'll get lost together
'Till the light comes pouring through
'Cause when you feel like you're done
And the darkness has won
Babe, you're not lost
When the world's crashing down
And you can not bear to crawl
I said, baby, you're not lost
I said, baby, you're not lost
I said, baby, you're not lost
I said, baby, you're not lost
Senin, 02 Februari 2009
Surat yang (Tak) Akan Sampai
Jakarta, 2 Februari 2009
Untuk seseorang yang terlibat kesibukan Ibukota
yang sepatutnya hari ini bergembira
Entahlah ini tulisan ke berapa kalinya yang kutulis ulang. Mulai dari kertas sejak dini hari tadi sampai sekarang, surat ini tak pernah bisa kutulis. Selalu saja ada beberapa kata yang kurasa kurang pas atau tidak benar dalam penempatannya dan isinya. Gundukan kertas telah menumpuk di atas keranjang sampah. Puluhan kali aku menekan tombol backspace. Selalu saja tak ada kata yang pas untuk menggambarkan harimu pada hari ini.
Semakin yakin pula surat yang kutulis ini pada akhirnya tak akan pernah sampai di tanganmu. Mungkin kau sangka aku tak tahu alamat rumahmu? Tak mungkin untuk hal itu. Sampai berapa kali dan berapa lama kau menyikat gigimu saja aku tahu. Mungkin kau sangka aku tak tahu caranya mengirim surat? Aku mampu melipat surat dengan amat rapi ketika aku mengirimkan ratusan naskah dan mencontohkan lipatan laporan penolakan naskahku. Maka ketika kau sangka aku tak bisa mengirim surat, mungkin aku lebih pakar dan piawai mengirim surat.
Ada alasan tersendiri mengapa aku tak mampu mengirim surat ini kepadamu.
Atau pada akhirnya juga kau akan menemukan suratku ini ketika aku tiada. Ketika aku sudah tak ada lagi. Atau ketika teman-temanku bercerita tentang surat yang kutulis khusus untukmu. Atau kau menemukannya dalam arsip catatanku di dunia maya ini. Hanya itu kemungkinannya.
Tak akan mungkin bisa kau menemukan suratku di mesin pencari. Aku sudah mencarinya sendiri. Dan kubuktikan kebenarannya bahwa tak akan pernah surat ini bisa kau baca selain kau membongkar sendiri tulisanku ini.
Aku sudah berjanji pada diriku bahwa surat ini tak boleh jatuh ke tanganmu walau ini dituju untukmu.
Jutaan gelak tawa yang kudengar dari kisah kita. Jutaan air mata yang mengalir dari pipi kita. Selalu saja kurasa kurang semua hal itu. Kurang banyakkah kisah yang kita jalani bersama? Ya, aku tak pernah merasa cukup dengan hari-hari kita yang masih melewati 5.000 hari. Aku mau jutaan hari yang bisa kita lewati. Mungkin bisa saja masih kurasa kurang untuk semua itu.
Atau mungkin aku lebih mencintai alam dibanding dirimu dan semua yang selalu pagi hari kulihat. Kau mencariku. Kau menghubungi telepon selularku. Kau mengirimkan pesan singkatmu. Kau... kau... kau lainnya.
Ada banyak cerita yang kita baca. Ada banyak melodi yang kita dengar. Ada banyak klise yang kita lihat. Semua itu tak mampu untuk menggambarkan hari-hari kebersamaan kita.
Apakah aku kurang puas menaklukkan seluruh Pulau Jawa bersamamu? Bahkan kita telah melewati daratan Pulau Dewata selama 3 minggu. Apakah aku tidak puas menaklukkan Sumatera Selatan sampai ke ujung-ujungnya? Tidak akan puas.
Mengapa aku ada? Karena aku diutus untukmu. Mengapa sukacita yang ingin kuhadirkan? Karena aku ingin melihatmu selalu bahagia. Mengapa air mata yang selalu kuhapus? Karena air matamu terlalu berharga untuk menangisi semua hal yang seharusnya tak membuatmu menangis.
Apa alasanku menuliskan surat ini untukmu? Jawabannya sederhana.
Karena hari ini adalah momentum spesialmu. Sebuah harimu yang membahagiakan.
Dua minggu aku mencoba mengatakan tiga kata untukmu. Selalu saja sulit. Aku coba berbagai macam cara. Aku memikirkan teknik yang baik dalam mengucapkan pola kataku yang amat sederhana untukmu.
Kucari apa yang cocok benda yang cocok untuk mendampingiku untuk mengucapkan tiga kata itu di hadapanmu. Tetap saja tak bisa yang kurasa tepat. Semua selalu saja salah. Pasti ada yang tak pantas. Walau sudah kukatakan dan kuyakini di dunia ini adalah hanya ketidaksempurnaan itu yang paling sempurna. Tetapi entah mengapa masih saja kuyakini bahwa masih ada yang cocok untukmu.
Benar kata Dewi Lestari, bahwa mengucapkan tiga kata itu butuh perjuangan. Kata yang amat sederhana. Kata yang semua orang tahu. Kata yang semua orang mengerti artinya.
"Selamat ulang tahun..."
Tiga kata yang selalu aku usahakan untuk mengucapkannya dan mencari pendampingnya. Dan sampai saatnya hari ini tiba, aku belum menemukan pendamping tiga kata itu. Mungkin esok atau lusa atau lain hari aku akan menemukannya.
Mungkin kau sudah tahu mengapa surat ini tak akan pernah sampai ke tanganmu. Mungkin aku malu pada diriku sendiri mengapa mengucapkan hal itu saja sulit sekali. Atau mungkin sampai saat ini aku belum menemukan kado yang pas untukmu.
Mungkin surat ini akan kau baca ketika aku sedang berlari dari tiada kepada tiada. Dan aku yang akan berbahagia dalam sebuah kata, "ketiadaan".
Dan kuyakini suatu hari nanti, kita akan berkisah lebih banyak lagi. Lebih banyak.
Dari yang mengasihimu dari lubuk terdalam...
A. Ag. T. - dalam sebuah inisial
Tulisan ini khusus kutunjukkan kepada yang berulang tahun pada hari ini. Siapalah dia... Hanya aku yang tahu. Selamat ulang tahun! Dan aku yakin surat ini masih lama terbaca olehmu...
Untuk seseorang yang terlibat kesibukan Ibukota
yang sepatutnya hari ini bergembira
Entahlah ini tulisan ke berapa kalinya yang kutulis ulang. Mulai dari kertas sejak dini hari tadi sampai sekarang, surat ini tak pernah bisa kutulis. Selalu saja ada beberapa kata yang kurasa kurang pas atau tidak benar dalam penempatannya dan isinya. Gundukan kertas telah menumpuk di atas keranjang sampah. Puluhan kali aku menekan tombol backspace. Selalu saja tak ada kata yang pas untuk menggambarkan harimu pada hari ini.
Semakin yakin pula surat yang kutulis ini pada akhirnya tak akan pernah sampai di tanganmu. Mungkin kau sangka aku tak tahu alamat rumahmu? Tak mungkin untuk hal itu. Sampai berapa kali dan berapa lama kau menyikat gigimu saja aku tahu. Mungkin kau sangka aku tak tahu caranya mengirim surat? Aku mampu melipat surat dengan amat rapi ketika aku mengirimkan ratusan naskah dan mencontohkan lipatan laporan penolakan naskahku. Maka ketika kau sangka aku tak bisa mengirim surat, mungkin aku lebih pakar dan piawai mengirim surat.
Ada alasan tersendiri mengapa aku tak mampu mengirim surat ini kepadamu.
Atau pada akhirnya juga kau akan menemukan suratku ini ketika aku tiada. Ketika aku sudah tak ada lagi. Atau ketika teman-temanku bercerita tentang surat yang kutulis khusus untukmu. Atau kau menemukannya dalam arsip catatanku di dunia maya ini. Hanya itu kemungkinannya.
Tak akan mungkin bisa kau menemukan suratku di mesin pencari. Aku sudah mencarinya sendiri. Dan kubuktikan kebenarannya bahwa tak akan pernah surat ini bisa kau baca selain kau membongkar sendiri tulisanku ini.
Aku sudah berjanji pada diriku bahwa surat ini tak boleh jatuh ke tanganmu walau ini dituju untukmu.
Jutaan gelak tawa yang kudengar dari kisah kita. Jutaan air mata yang mengalir dari pipi kita. Selalu saja kurasa kurang semua hal itu. Kurang banyakkah kisah yang kita jalani bersama? Ya, aku tak pernah merasa cukup dengan hari-hari kita yang masih melewati 5.000 hari. Aku mau jutaan hari yang bisa kita lewati. Mungkin bisa saja masih kurasa kurang untuk semua itu.
Atau mungkin aku lebih mencintai alam dibanding dirimu dan semua yang selalu pagi hari kulihat. Kau mencariku. Kau menghubungi telepon selularku. Kau mengirimkan pesan singkatmu. Kau... kau... kau lainnya.
Ada banyak cerita yang kita baca. Ada banyak melodi yang kita dengar. Ada banyak klise yang kita lihat. Semua itu tak mampu untuk menggambarkan hari-hari kebersamaan kita.
Apakah aku kurang puas menaklukkan seluruh Pulau Jawa bersamamu? Bahkan kita telah melewati daratan Pulau Dewata selama 3 minggu. Apakah aku tidak puas menaklukkan Sumatera Selatan sampai ke ujung-ujungnya? Tidak akan puas.
Mengapa aku ada? Karena aku diutus untukmu. Mengapa sukacita yang ingin kuhadirkan? Karena aku ingin melihatmu selalu bahagia. Mengapa air mata yang selalu kuhapus? Karena air matamu terlalu berharga untuk menangisi semua hal yang seharusnya tak membuatmu menangis.
Apa alasanku menuliskan surat ini untukmu? Jawabannya sederhana.
Karena hari ini adalah momentum spesialmu. Sebuah harimu yang membahagiakan.
Dua minggu aku mencoba mengatakan tiga kata untukmu. Selalu saja sulit. Aku coba berbagai macam cara. Aku memikirkan teknik yang baik dalam mengucapkan pola kataku yang amat sederhana untukmu.
Kucari apa yang cocok benda yang cocok untuk mendampingiku untuk mengucapkan tiga kata itu di hadapanmu. Tetap saja tak bisa yang kurasa tepat. Semua selalu saja salah. Pasti ada yang tak pantas. Walau sudah kukatakan dan kuyakini di dunia ini adalah hanya ketidaksempurnaan itu yang paling sempurna. Tetapi entah mengapa masih saja kuyakini bahwa masih ada yang cocok untukmu.
Benar kata Dewi Lestari, bahwa mengucapkan tiga kata itu butuh perjuangan. Kata yang amat sederhana. Kata yang semua orang tahu. Kata yang semua orang mengerti artinya.
"Selamat ulang tahun..."
Tiga kata yang selalu aku usahakan untuk mengucapkannya dan mencari pendampingnya. Dan sampai saatnya hari ini tiba, aku belum menemukan pendamping tiga kata itu. Mungkin esok atau lusa atau lain hari aku akan menemukannya.
Mungkin kau sudah tahu mengapa surat ini tak akan pernah sampai ke tanganmu. Mungkin aku malu pada diriku sendiri mengapa mengucapkan hal itu saja sulit sekali. Atau mungkin sampai saat ini aku belum menemukan kado yang pas untukmu.
Mungkin surat ini akan kau baca ketika aku sedang berlari dari tiada kepada tiada. Dan aku yang akan berbahagia dalam sebuah kata, "ketiadaan".
Dan kuyakini suatu hari nanti, kita akan berkisah lebih banyak lagi. Lebih banyak.
Dari yang mengasihimu dari lubuk terdalam...
A. Ag. T. - dalam sebuah inisial
Tulisan ini khusus kutunjukkan kepada yang berulang tahun pada hari ini. Siapalah dia... Hanya aku yang tahu. Selamat ulang tahun! Dan aku yakin surat ini masih lama terbaca olehmu...
Mundurlah, wahai Waktu
Ada "Selamat ulang tahun"
Yang tertahan tuk kuucapkan
Yang harusnya tiba tepat waktunya
Dan rasa cinta yang s'lalu membara
Untuk dia yang terjaga
Menantiku
Langganan:
Postingan (Atom)