Senin, 28 Juli 2008

Akhir Dari Perjalanan - End Of The Road

End of the Road 

When I sleep and get the dream, God will take my life
In my smile, I will call your name
In my touch, you will get a piece of my happiness
And last, I want kiss you for the last time
It will make me fly in peace
Then give my pray to you and dance in night dream
Without tears, without scream
And if the time is coming, forget me
Don’t make a hurt in your heart
This will be perfect to send my soul to heaven

It’s the end of my road
Send me to the most peaceful places

01.39-12072008

***

Ketika saya tertidur dan bermimpi, Tuhan akan mengambil nyawa saya. Dalam senyum saya, saya akan memanggil namamu. Dalam sentuhan saya, kamu akan mendapatkan bagian dari kebahagiaan saya. Dan akhirnya, saya mau menciummu untuk yang terakhir kalinya. Itu akan membuat saya terbang dalam kedamaian. Lalu saya akan berdoa untukmu dan menari di mimpi malammu. Tanpa air mata, tanpa ketakutan. Dan jika waktunya telah tiba, lupakan saya. Jangan membuat luka di dalam hatimu. Itu akan terasa sempurna untuk mengirimkan jiwa saya ke surga. Itu akhir dari hidup saya. Kirimkan saya ke tempat yang paling damai.

01.39-12072008

***

Όταν κοιμάμαι και παίρνω το όνειρο, ο Θεός θα διαρκέσει τη ζωή μου στο χαμόγελό μου, θα καλέσω το όνομά σας Στην αφή μου, θα πάρετε ένα κομμάτι της ευτυχίας μου και θα διαρκέσετε, θέλω το φιλί εσείς για την τελευταία φορά Θα με κάνει να πετάξω εν την ειρήνη Κατόπιν δώστε το μου προσεύχεται σε σας και χορεύει στο όνειρο νύχτας χωρίς δάκρυα, χωρίς κραυγή Και εάν ο καιρός έρχεται, με ξεχάστε Μην κάνετε βλαμμένο στην καρδιά σας Αυτό θα είναι τέλειο για να στείλει την ψυχή μου στον ουρανό Είναι το τέλος του δρόμου μου Με στείλετε στις ειρηνικότερες θέσεις

01.39-12072008

***

Wenn ich den Traum schlafe und erhalte, nimmt Gott mein Leben in meinem Lächeln, ich benennt Ihren Namen In meiner Note erhalten Sie ein Stück meines Glückes und Letztes, wünsche ich Kuss Sie während des letzten Mal Es bildet mich Fliege im Frieden Geben Sie dann mein beten zu Ihnen und tanzen in Nachttraum ohne Risse, ohne Schrei Und wenn die Zeit kommt, vergessen Sie mich Bilden Sie nicht Schmerzen in Ihrem Herzen Dieses ist vollkommen, meine Seele zum Himmel zu schicken Es ist das Ende meiner Straße Schicken Sie mich zu den ruhigsten Plätzen

01.39-12072008

***

Wanneer ik slaap en de droom krijg, zal de God mijn leven in mijn glimlach nemen, zal ik uw naam roepen In mijn aanraking, zult u een stuk van mijn geluk krijgen en zult duren, wil ik kus u voor de laatste tijd Het zal me maken in vrede vliegen Dan geef mijn bidden aan u en dansen in nachtdroom zonder scheuren, zonder schreeuw En als de tijd komt, vergeet me Maak geen gekwetst in uw hart Dit zal perfect zijn om mijn ziel naar hemel te verzenden Het is het eind van mijn weg Stuur me naar de vreedzaamste plaatsen

01.39-12072008

***

Quand je dors et obtiens le rêve, Dieu prendra ma vie dans mon sourire, j'appellera votre nom Dans mon contact, vous obtiendrez un morceau de mon bonheur et bout, je veux le baiser vous pour la dernière fois Elle me fera la mouche dans la paix Donnez alors le mon prient à vous et dansent dans le rêve de nuit sans larmes, sans cri perçant Et si le moment vient, oubliez-moi Ne faites pas un mal à votre coeur Ce sera parfait pour envoyer mon âme au ciel C'est l'extrémité de ma route Envoyez-moi aux endroits les plus paisibles

01.39-12072008

***

Когда я посплю и получу сновидение, Бог примет мою жизнь в моей усмешке, я вызовет ваше имя В моем касании, вы получите часть моего счастья и последнее, я хочу поцелуй вы в последний раз Он сделает мной муху в мире После этого дайте мое помолите к вам и станцуйте в сновидении ночи без разрывов, без клекота И если время приходит, то, забудьте меня Не сделайте повреждение в вашем сердце Это будет совершенно для посылки моей души к раю Конец моей дороги Пошлите меня к самым мирным местам

01.39-12072008

***

Cuando duermo y consigo el sueño, dios tardará mi vida en mi sonrisa, yo llamará su nombre En mi tacto, usted conseguirá un pedazo de mi felicidad y último, quiero beso usted por la vez última Me hará la mosca en paz Entonces dé mi ruegan a usted y bailan en sueño de la noche sin los rasgones, sin grito Y si está viniendo el tiempo, olvídeme No haga un daño en su corazón Esto será perfecto enviar mi alma al cielo Es el extremo de mi camino Envíeme a los lugares más pacíficos

01.39-12072008

***

私が眠り、夢を得る場合、神は私の微笑の私の生命を、私呼ぶあなたの名前を取る 私の接触では、私の幸福の部分を得、最後、私は接吻が最後の間ほしいと思う それは私に平和のはえをする それから私を祈り、あなたに夜夢で破損なしで叫びなしで踊る、与えなさい そして時間が来たら、私を忘れなさい あなたの中心の傷を作ってはいけない これは完全天に私の精神を送るためにである それは私の道の端である 最も平和な場所に私を差し向けなさい

01.39-12072008

***

Quando dormo ed ottengo il sogno, il dio richiederà la mia vita nel mio sorriso, io denominerà il vostro nome Nel mio tocco, otterrete una parte della mia felicità ed ultimo, voglio il bacio voi per l'ultima volta Mi renderà la mosca nella pace Allora dia il mio pregano a voi e ballano nel sogno di notte senza rotture, senza grido E se il momento stia venendo, dimentichilo Non faccia una ferita nel vostro cuore Ciò sarà perfetta trasmettere la mia anima a cielo È l'estremità della mia strada Trasmettalo ai posti più pacifici

01.39-12072008

***


Aveline Agrippina Tando

 

Dalam kesesakan jiwa / Sebelum waktunya

Sabtu, 26 Juli 2008

Seribu Burung Kertas di Bawah Awan Hitam

Seribu Burung Kertas di Bawah Awan Hitam


Menurutku, orang yang paling istimewa dalam hidup adalah keluarga dan kekasih. Mereka yang menyatukan segala kebahagiaan dan kepedihan kita. Mereka yang menjadi tumpuan hidup kita di atas duka yang menyakitkan dan puncak hidup kita di atas tawa dan senyum kebahagiaan kepada dunia. Mereka yang setia, menemani badai kehidupan yang begitu ganasnya. Mereka yang menyinari kehidupan kita saat jiwa dan raga sedang meredup. Satu jalur nafas kita ada pada mereka. Dan merekalah yang akan selalu di sisi kita sampai kita menghentikan perputaran waktu kehidupan yang telah lalui.

 

Dan kini kita sedang berada di kedua orang yang spesial itu.

 

Menurut Kahlil Gibran, pahlawan cinta adalah yang selalu menemaninya sepanjang musim, bahkan harus mengorbankan kehidupannya sendiri. Hidup yang menggejolak sulit untuk dihentikan dan harus dihadapi. Dan Nidi telah menghadapinya. Dialah salah seorang pahlawan cinta.

 

Aku bukanlah tokoh utama dalam cerita ini. Dan aku bukanlah ujung pusat dari tokoh- tokoh yang kuceritakan. Aku adalah aku, angin yang berhembus dan berputar mengelilingi mereka. Aku adalah kehampaan yang terlupakan. Aku adalah jalan yang menemani mereka. Aku adalah kunci dari pertanyaan yang diajukan. Tapi aku adalah sosok yang terlupakan

 

***

Mentari pagi bersinar menandakan kehidupan hari ini harus dimulai. Tak ada pikiran untuk kembali ke masa – masa lalu ataupun memikirkan apa yang terjadi esok hari. Hari ini terlalu sibuk untuk diisi jadwal hari ini.

 

Jemari Nidi terus menekan tombol – tombol di atas meja itu sambil sesekali mengarahkan matanya ke telepon genggamnya. Entah apa yang sedang ditunggunya dari telepon itu. Pagi ini memang terlalu sibuk untuk berpikir hal – hal yang lain. Orang lainpun berjalan cepat atau menggoreskan penanya pada kertas – kertas.

 

Akhirnya telepon itu berbunyi…

 

Tak perlu ditebak lagi siapa yang menelponnya. Siapa lagi jika bukan Subagio yang selalu menyambutnya di pagi hari. Hanya dia, seseorang yang masih menyempatkan dirinya untuk menelpon sang kekasih di hari yang sangat menyita waktu ini.

 

“Naskah paling lambat jam empat sore ini!”

Suara itu selalu kudengar setiap harinya. Redaktur senior itu selalu mengumandangkan kalimat itu. Sudah kebiasaan sehari – hari di kantor untuk mengejar waktu yang semakin singkat. Nidipun meletakkan kembali teleponnya di mejanya. Jemarinya semakin cepat menekan tombol – tombol itu. Detik demi detik terus bergulir dan tak terasa tinggal beberapa menit lagi ia harus menyelesaikan tugasnya hari itu. Beban semakin terasa berat ketika tubuh meminta waktu untuk berhenti sejenak. Tapi tak ada waktu untuk permohonan yang satu ini.

 

Petangpun menjemput sudah. Tugas itu selesai sudah dikerjakannya. Tinggal serahkan saja pada si berdarah dingin itu, editor Majalah Biru. Pastilah Subagio telah menunggu di lobby kantor. Aku menemani Nidi turun ke lobby.

 

“Hai sayang, sudah selesai tugasnya?” tanya Subagio.

“Pasti dong!”

 

Tapi jangan sampai kita tertipu oleh penampilan dan cara bicara Subagio. Ini hanyalah permainan badut. Kita tak pernah tahu apakah wajah si badut benar – benar ceria seperti topengnya atau topengnya hanyalah penutup untuk perilakunya yang menggemaskan anak – anak kecil.

 

Sebenarnya Subagio adalah seorang pecandu.

 

Aku akan menceritakan karena hanya aku yang tahu segalanya tentang mereka. Subagio, lelaki yang pernah bekerja untuk Majalah Biru. Tempatnya di lantai tiga bagian personalia. Dengan berbekal seberkas lamaran, seorang gadis datang padanya. Hanya satu permintaannya, ada kursi untuknya di kantor redaksi itu. Dan benar saja, tersedia kursi khusus untuknya di lantai staff redaksi. Itu kisah pertemuan pertama mereka.

 

Pertemuan – pertemuan mereka terus berlanjut selepas pulang dari kantor yang ‘paling dingin’ itu. Tak salah jika advertensi itu bernama Biru karena pekerja – pekerjanya adalah orang – orang yang bertangan dingin. Sedingin birunya laut dengan ombaknya yang bergemuruh. Sedingin birunya udara dengan segala kehidupannya.

 

Biasanya mereka bertemu di tangga atau lobby kantor saat jam makan siang atau setelah mereka menyelesaikan tugas mereka hari itu. Dan Subagio yang selalu menjadi yang pertama membuka pembicaraan. Pembicaraan awal tak pernah jauh dari pekerjaan mereka hari itu. Tanpa mereka sadari, aku selalu mendengar pembicaraan mereka dan Subagio selalu mengantarkan aku dan Nidi pulang ke rumah tua bekas peninggalan almarhum bapaknya.

 

Kelamaan, mereka menjadi dekat dan sisanya seperti yang ada di benak anda. Subagio menjadi salah satu bagian dari hidup Nidi. Mereka selalu bersama. Seperti pasangan lain, awal perkenalan itu adalah awal yang istimewa sebelum melangkah ke perjalanan yang lebih jauh.

 

Kabar surampun menghajar mereka. Subagio menjadi salah satu dari seratus orang yang harus dirumahkan. Dan itu membuat Nidi sangat kehilangan. Ia tak bisa lagi terus bersama Subagio.

 

Ternyata air mata Nidi tak bisa terhenti sampai di sana. Cobaan lain telah siap membuat Nidi harus menguraikan air mata sedalam – dalamnya. Geram, tak lagi bisa dirasakan. Akupun mencoba menghiburnya tapi apa dayaku. Aku hanya bisa terdiam. Diam menyatu dalam butiran air mata itu. Subagio menjadi pengguna sesuatu yang haram tersebut.

 

Ada pikiran Nidi untuk memutuskan hubungannya dengan dia. Tapi perempuan selalu memainkan perasaan mereka yang sesungguhnya. Nidi membuang pikiran itu jauh – jauh. Dia masih menganggap Subagio adalah bagian dari belahan jiwanya, belahan jiwa yang masih hidup di hatinya.

 

Rencana keluarganya untuk memasukkan Subagio ke tempat rehabilitasi dapat terealisasi. Dia tak menolak dan kemauannya untuk sembuh itu semakin besar. Mungkin karena cinta yang memeluknya untuk keluar dari jeratan sang pembunuh itu.

 

Dengan dukungan yang kuat dari Nidi, akhirnya Subagio keluar dari ketergantungan itu. Hanya dua tahun, ia meninggalkan tempat yang seperti neraka dunia tersebut. Akupun dapat merasakan senyumnya yang hadir kembali bersama Nidi.

 

Mungkin hanya sebatas ini yang kuketahui mengenai hubungan mereka. Kupikir Nidi adalah wanita yang tangguh untuk mencintai lelaki dengan segala kelemahan yang dimiliki oleh pasangannya.

 

***

Ini adalah burung kertas yang keseratus di malam ini. Nidipun melanjutkan burung kertas yang keseratus satu. Kata orang, jika seseorang mampu membuat seribu burung kertas, maka semua keinginannya akan terkabul.

 

Dan harapan Nidi hanya satu, Subagio dapat keluar dari neraka dunia itu.

 

Ini bukan harapan yang pertama kali. Ini adalah yang kedua. Satu tahun sudah Subagio masuk pusat rehabilitasi setelah ketahuan memakai barang haram itu. Ia sudah melupakan janjinya pada Nidi. “Kalo aku pakai lagi, kamu boleh putusin hubungan kita!”

 

Dan sampai detik ini, Nidi belum melakukannya.

Pelajaran bermakna dari Nidi, ketabahan dan kesabaran.

 

Aku tak tahu sampai kapan Nidi sanggup menjalani ini semua. Di neraka dunia sana, ada Subagio yang sedang berteriak – teriak meronta – ronta sakit karena apa yang ia perbuat. Yang ia perbuat itu hanya membuat dirinya sendiri puas sesaat, sedangkan Nidi dan ayah – ibunya sedang was – was akan apa yang ia lakukan. Aku tahu ia depresi akan apa yang ia jalani, tapi aku pikir itu kanlah jalan yang terbaik yang dipilihnya.

 

Mataharipun jadi enggan menampakkan wajahnya di hadapan Subagio.

Langit menjadi gelap dan awanpun menghitam. Nidi telah menerbangkan burung – burung kertas itu dengan harapan yang besar agar itu terkabul. Rintik hujan turun membasahi tubuh burung – burung kertas itu. Dengan cepat burung kertas itu jatuh ke tanah.

 

Ada banyak jalan menuju ke Roma, begitu kata pepatah. Ya, masih ada jalan untuk menuju harapan yang lebih baik tanpa melakukan hal yang buruk. Ada banyak harapan yang jatuh bersama saat – saat waktu berlari tanpa mengenal lelah. Segalanya memang terlihat seperti mimpi. Walau ini adalah sebuah kenangan, itu tak dapat langsung terhapus hujan begitu saja.

 

Saat – saat terindah itu hanya menjadi cerita yang lewat begitu saja. Ada momen – momen akan satu harapan dan janji mereka di masa lalu yang belum terjawab. Air mata dan cinta yang tak mengenal lelah, itu yang diberikan oleh Nidi. Air mata yang membasuh hati Subagio untuk menjadi ‘dingin’. Cinta yang tak mengenal lelah untuk menyelimutinya di tengah jalan yang berbatu.

 

Lagu I’ll Make Love To You mengalun lembut menghantarkan cerita ini pada sosok Nidi yang masih beruntai dengan burung – burung kertasnya. Waktunya sebagai jurnalis hanya tersita untuk membuat burung – burung kertas itu. Menemani malam dingin tanpa suara.

 

Rasa haru datang menghantar Nidi yang melihat Subagio yang tergeletak tak berdaya. Hanya kulit membalut tulangnya. Aku memejamkan mataku, tak sanggup melihat keadaannya saat ini. Kugigit bibirku. Bajunya kumuh. Dan ia lebih terlihat seperti tengkorak.

 

“Aku tahu kamu datang untuk memutuskan hubungan kita, bukan begitu?” tanya Subagio ketus.

Nidi hanya menggeleng dan menarik nafas panjang untuk menjawab pertanyaan Subagio itu.

“Kamu tak usah bohong sama aku!” bentaknya menggetarkan sel itu.

 

Nidi menangis di hadapan lelaki yang baru saja membentaknya. “Aku datang untuk menjenguk kamu, itu saja. Kamu salah menduga. Aku tak akan memutuskan hubungan kita. Bahkan, aku mau kamu ada untukku selamanya!”

“PEMBOHONG!!! KAMU PEMBOHONG!!! Munafik kamu!” Ia membalikkan tubuhnya menghadap tembok. Isak tangis terdengar jelas dari Subagio.

“Aku tak bohong! Aku berkata apa adanya saja. Aku tidak akan memutuskan hubungan kita. Tidak akan pernah! Percayalah!”

 

Nafas Nidi terasa sesak. Air mata tak berhenti mengalir untuk membuat Subagio percaya. Sakit rasanya hati ini ketika ia mengatakan ‘pembohong’. Kekesalan itu hanya terbalas air mata yang deras mengalir dengan harapan agar bisa membasuh kedukaan itu. Walau ini tak mungkin dapat termaafkan, ada kesempatan yang tak akan terlewat untuk memaafkan kesalahan itu. Luka itu telah tergores besar di hati.

 

Semilir angin mengangkat jari untuk kembali mengejar deadline yang harus selesai sebelum pukul empat. Dan tugas itu telah tertata rapi di atas meja sang editor itu. Nidi turun ke lobby. Masih terbayang Subagio yang duduk di kursi menanti dirinya menyelesaikan tugas – tugasnya. Kini itu hanya tinggal kenangan yang tersisa di penghujung waktu hari itu.

 

Cerita ini terkesan di luar akal sehat. Tetapi aku hanya bercerita apa yang aku lihat dan apa yang aku dengar.

 

Malam itu seperti getir yang datang. Aku dan Nidi melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah itu. Terlihat ibu dan ayah Subagio menunggu kedatangan kami di ruang tamu itu. Kami duduk setelah dipersilahkan pria yang rambutnya semakin memutih.

 

“Sebelumnya bapak dan ibu mau mengucapkan terima kasih pada kamu. Kamu sudah banyak membantu penyembuhan Subagio. Kamu sudah berusaha penuh untuk anak kami. Dan kami tidak mau banyak berhutang budi kepada Nidi.”

 

“Ah bapak, jangan menganggap apa yang saya berikan itu adalah suatu budi yang perlu dibayar! Semua yang saya berikan kepada Subagio itu secara cuma – cuma. Bukan untuk membuat bapak, ibu, dan Subagio menjadi beban yang perlu dibayarkan.”

 

“Maka itu, kami tak bisa menganggap itu sebagai hal yang cuma – cuma. Kami ingin membayarnya, tapi tak tahu dengan cara apa. Manalagi Subagio semakin membuat Nidi menjadi kesal dan sedih. Subagio membuat Nidi semakin susah.”

 

‘Pak, seperti yang saya katakan tadi. Semua yang saya berikan kepada Subagio secara cuma – cuma. Jadi, bapak jangan menganggapnya menjadi beban untuk saya!”

 

“Mungkin ini agak menyakitkan buat kamu dan untuk Subagio, tetapi ini untuk kamu. Kamu masih punya masa depan yang cerah, kamu bisa membangun rumah tangga yang lebih baik. Dan harapan kami, kamu bisa berpisah dengan Subagio karena kami sadar Subagio sudah tak punya seperti apa yang kamu punya.”

 

Subagio, seandainya kamu mendengar hal ini, apa yang kamu perbuat? Siapakah yang harus disalahkan? Mungkinkah kamu menyalahkan orang tuamu? Atau kamu menyalahkan Nidi?

 

Tidak. Kamu tak bisa menyalahkan keduanya.

Itu adalah kesalahanmu sendiri, Subagio. Karena kesalahan itu, kamu harus siap jika Nidi memutuskan kamu.

 

Nidi tak berani mengiyakan apa yang diharapkan sepasang orang tua yang semakin memutih rambutnya. Apalagi jika ia mengingat – ingat janjinya kepada Subagio.

 

“Bapak harap kamu bisa mengerti. Tolong!”

Pria tua itu semakin besar berharap padanya. Nidi semakin tak berani mengiyakan. Air mata turun mengaliri suasana saat itu. Aku hanya bisa terdiam. Orang tua itu menunggu dengan penuh harapan agar Nidi mau.

 

“Bagaimana?”

Ini yang ketiga kalinya. Nidi mulai berkata,” Pak, Bu, pada saat pertama kali Subagio menjadi pengguna, saya sudah mau melepaskan dia. Tapi saya masih ada perasaan yang tak bisa hilang dan saya optimis jika dia masih ada harapan. Bapak benar, saya ada masa depan yang lebih baik darinya. Mungkin ini adalah suatu keputusan, keputusan yang terbaik yang saya ambil untuk hidup saya dan untuk bapak dan ibu juga. Mulai hari ini, antara saya dan Subagio hanya sebatas teman biasa.”

 

***

Hari ini Nidi kembali ke tempat Subagio dan hanya menjenguknya saja. Subagio belum tahu hal ini. Nidi dan orang tua Subagio berusaha menyembunyikannya. Walau ini adalah satu kejahatan, kali ini Nidi tak salah. Memang lebih baik ia menyimpan rahasia itu.

 

Hari ini, seolah – olah tak terjadi apa – apa. Ia berdiri di hadapan Subagio yang masih terbawa emosi. Subagio yang masih lusuh tergeletak di ranjang itu. Masih dengan tubuhnya yang seperti tengkorak.

 

Dan itu adalah lipatan yang ke seribu.

Dalam seribu burung kertas itu ada harapan untuk Subagio agar ia sembuh walau Nidi hanya sebuah catatan masa lalu. Hanya itu harapan yang terselip bersama seribu burung – burung kertas itu.

 

Aku percaya, suatu hari nanti Subagio dapat terbang layaknya burung – burung kertas itu. Ah, bukan burung – burung kertas! Burung – burung yang mengepakkan sayapnya di awan. Burung – burung kertas itu terbang di bawah awan hitam. Terselip harapan yang tersisa.

 

Seribu burung kertas itu melayang dan jatuh ke tanah. Ceritaku berakhir di sini.

 

23 November 2007


Aveline Agrippina Tando 

Kamis, 24 Juli 2008

Ketika Aku Berlari dalam Sunyi

Biarkan hampa menjadi kawan karibku
Atau akan menjadi pembunuh misterius
Dalam teka – teki jalan hidupku
Berliku, curam, berduri

Aku tak merasa jenuh
Aku hanya lelah dan ingin berpeluh
Terlalu jauh kuberlari tanpamu
Dan kosong hidup tanpa hembusan nafasmu

Namun aku akan terus berlari dan berlari
Sampai aku tiba pada akhirnya
Walau aku tahu itu adalah kematian
Tapi itu akan membuatmu tersenyum

Aku tak akan menjerit ataupun mengingkar
Akan terus kutapaki jejak – jejak berliku
Dalam kesendirian, hampa, dan sunyi
Walau kematian akan menyapaku di garis akhir

01.15-12072008

Sabtu, 19 Juli 2008

Sedikit Kata Untukmu

Ketika kemarin engkau menjawab pertanyaanku
Apakah engkau merindu padaku
Aku tahu engkau berdusta padaku
Karena aku tahu dari cara jawabmu

Mereka yang dekat padaku
Mengatakan sedikit kerinduanmu padaku
Masihkah engkau berdusta akan pertanyaanku?

Sesungguhnya aku juga rindu padamu

Esok hari aku akan pulang
Aku akan menceritakan apa yang aku lakukan
Maaf, jika aku terlalu lama meninggalkanmu
Meninggalkan seisi rumah dan terlalu sibuk
Pada apa yang selalu kukerjakan
Atau aku melupakanmu...







For my beloved, Adryan Adisaputra Tando
I'm back again, my brother...

Senin, 14 Juli 2008

Bisik Hening

Dan ketika aku mengatakan
Bahwa aku adalah orang yang paling berbahagia
Mengenalmu... Mendekapmu...
Masihkah engkau meragukan semua ini

Aku akan menjadi pelita dalam jalan gelapmu
Aku akan menjadi tawa dalam dukamu
Aku akan menajdi nafas dalam hidupmu
Bila engkau menerima hidupku

Rinai hujan telah membasahi tanah
Gemerciknya terdengar lembut
Dingin menembus tulangku
Untuk menantimu dalam sepiku

Lekaslah... jawablah.... terimalah...

0057-12072008

Rabu, 09 Juli 2008

Doa Seorang Manusia Kecil

Tuhan, terima kasih atas air mata yang mengalir
Untuk semakin mendewasakanku
Mengajariku untuk selalu tegar dan mengingatMu
Dan hidup menurut yang Engkau gariskan

Tuhan, terima kasih atas canda tawa yang terdengar
Untuk menghiburku ketika aku dalam kepedihan
Ketika aku merasa terliput dalam gelap
Dan aku mulai merasa jenuh akan hidup

Tuhan, aku tahu aku hanya manusia kecil
Aku tak bisa berjalan sendiri tanpaMu
Aku tak bisa berlari dalam gelap tanpa pelita
Dan aku tak bisa hidup tanpa adanya sentuhan dariMu

Maka, ketika aku sombong dan aku merasa paling hebat
Aku mohon Tuhan menamparku dengan kuat
Ketika aku berdiri dalam hidup tanpa pasti
Aku mohon Tuhan menggandeng hidupku

Karena setiap langkah yang kulalui adalah terang untuk sesamaku
Dan mereka yang kukasihi adalah mutiara di dalam laut dalam
Mereka yang akan membantuku berdiri ketika aku tersungkur dalam ketidakberdayaan
Melalui merekalah, Tuhan bertindak setiap harinya

Dan Tuhan, peluklah aku dalam kasih mesraMu


Doa seorang manusia kecil…
10082008-0918

PELUANG EDITOR NASKAH

Start:     Jul 9, '08
DIBUTUHKAN EDITOR NASKAH

Sebuah penerbitan buku yang berkembang pesat membutuhkan seorang Editor Naskah dengan kualifikasi sebagai berikut:

- Berpendidikan minimal D-3/S-1, lebih disukai di bidang bisnis/manajemen
- Memiliki pengalaman mengedit naskah
- Menguasai Bahasa Inggris minimal pasif
- Usia maksimal 27 tahun

Kirimkan surat lamaran dan CV Anda ke:

Hubungi:
Hari Wahyudi
PPM Manajemen Publishing
Jl. Kembang Raya No. 8B
Kwitang – Jakarta 10420
Telp. 021-3901695
Hp. 081310266477

Atau dengan membalas email ini

============
Klik http://khaledpunya.blogspot.com/2008/07/peluang-editor-naskah.html

Senin, 07 Juli 2008

I'll Make Love To You


Close your eyes, make a wish
And blow out the candle light
For tonight is just your night
We’re gonna celebrate
All through the night

 

Malam ini adalah peraduan kita. Malam yang paling spesial kurencanakan untuk berdua denganmu. Dalam kemesraan yang kurindukan. Lupakan masa lalu yang pernah membuat luka. Membuka hidup dalam tinta yang tak terhapuskan. Memegang tanganmu, mencium keningmu. Merasakan hangat tubuhmu, membuat rasa cinta. Tak kupendam lagi semua yang terhidupkan ini.

 

Pour the wine, light the fire
Girl your wish is my command
I submit to your demands

I’ll do anything

Girl you need only ask

 

Peganglah cinta, rengkuhlah erat. Rasakan hangatnya yang menghembuskan damai. Cinta itu terasa kekal. Satu abadi untuk dirimu. Pesta kemenangan telah kau torehkan malam ini. Kau memeluk rasa cinta itu. Sentuhlah aku, biarkan cinta menari di antara kita. Rona cintamu menyentuh nyawaku. Berhembus nafas cinta yang telah lama menghilang.

 

I’ll make love to you
Like you want me to
And I’ll hold you tight
Baby all through the night

 

Sambutlah tanganku. Berdansalah pada diriku. Kurasakan kembali separuh nyawaku yang menghilang. Kau tiupkan nafas cinta. Perlahan. Dan membawa hidupku pada syair perlambang rasaku yang tak tertahan lagi.

 

Girl relax, let’s go slow
I ain’t got nowhere to go
I’m just gonna concentrate to you
Girl are you ready
It’s gonna be a long night

 

Matamu telah berkata. Lembut mesra terbusur panah. Menancap pada hatiku yang boleh tertombak oleh dirimu. Rasa ini tak lagi dapat kusembunyikan. Yang telah tertutup, terbuka lebar. Terusik pada luasnya cintamu. Kusentuh pipimu. Kubelai rambutmu. Terasa begitu sempurna malamku hari ini. Tak terlukis oleh kenyataan yang ada.

 

Throw your clothes on the floor
I’m gonna take my clothes off too
I made plans to be with you
Girl whatever you ask me
You know I’ll do

 

Nakalnya lirik lagu itu, membuatku semakin berasa hangat pada lugu dirimu. Dan panjangnya malam ini terasa semakin singkat. Belum usai pesta kita malam ini. Butuh waktu lebih dari dua puluh empat jam menikmati cinta sesaat ini. Bola matamu masih bersinar terang. Masih menyambut diriku yang menunggu di penantian panjang.

 

Baby tonight is your night
And I will do you right
Just make a wish on your night
Anything that you ask
I will give you the love of your life

 

Malam ini penuh seluruh hidupku adalah milikmu. Tak akan ada yang mengusuk keindahan malam kita ini. Nafasmu membuat sedikit nyawaku berkumpul menyatu. Obor kita telah menyala, menambah hidup yang harus terbakar oleh titik kepastian. Kusentuh tubuhmu, aura hidupmu telah keluar tak ada batas untuk penghalang.

 

I’ll make love to you
When you want me to
And I will not let go
’Till you tell me to

 

Pesta ini kita rayakan dalam kemesraan mendalam. Boyz II Men masih berdendang. Peganglah pundakku, bangkitlah beridir. Malam ini malam kita. Hanyutkan mimpi – mimpi kita dan nyatakan pada mala mini. Oh, sungguh! Cinta itu terasa besar pada hidupku.

 

I’ll make love to you
Like you want me to

 

5 Juni 2008

Free Music
Free Music
  

Gadis Peminta-Minta

Setiap kali bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa

Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan – angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang

Duniamu lebih tinggi dari menara katedral
Melintas – lintas di air kotor, tapi yang begitu kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukamu

Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
Bulan di atas itu, tak ada yang punya
Dan kotaku, ah kotaku
Hidupnya tak lagi punya tanda

Toto Sudarto Bachtiar

Selasa, 01 Juli 2008

AIR MATA DI SURGA

Aku merasa ada yang menghilang dari hatiku. Sejak dia pergi, rasa bersalah terus menghantuiku. Tak bisa aku melupakannya. Kucoba dengan membaca novel, kucoba dengan mendengar musik, kucoba menonton TV. Tak bisa! Dia tak bisa pergi dari pikiranku. Kurebahkan tubuhku di ranjang. Ku tatap langit – langit kamarku. Tak terasa butiran air mata membasahi pipiku.

Rasa ini terus melekat. Bukan hanya di otak bahkan sudah menjalar ke seluruh organ tubuhku bak kanker yang menyerang. Risau. Mungkin inilah kata orang, jika ia berada kamu hiraukan, saat ia tiada kamu rindukan. Sesal, hanya bisa tertumpah oleh air mata. Kapan air mata ini harus berhenti untuk menangisimu?

Mengapa saat kau ada ku caci maki dirimu? Mengapa kau tak memberontak? Apa kau takut? Apa kau tahu fotomu yang terpajang di meja tulisku semakin menderaskan air mata saat ku melihatnya walau aku telah membuatmu terluka?

Aku, manusia yang telah kehilangan rasa kemanusiaan. Kau, manusia yang memiliki jiwa yang begitu tulus dan berperasaan. Selama kau ada, tak pernah kuanggap kau layaknya seorang saudara. Yang ada di otakku hanya ada kau adalah manusia bodoh. Kau bukanlah saudaraku. Kau hanya seorang yang bodoh yang sia – sia untuk dilahirkan.

Selama sepuluh tahun kau bersamaku, pernahkah aku memberikan sedikit senyumku untukmu? Jangan berkata ya! Tak pernah aku sudi memberikan senyumku untukmu. Hanya keangkuhan dan kebiadapanku yang terpampang di matamu. Caci maki yang selalu keluar dari lidahku tiap hari mengisi suara untuk telingamu. Lenganmu memerah karena kuku yang kucapitkan. Terkadang itu sampai merobekkan kulitmu dan mengeluarkan darah. Apa kau menyadarinya?

Tapi keajaiban apa yang membuatku ingin bertemu denganmu? Mungkin cintaku yang hadir kembali setelah kau berhasil menghapuskan kekhilafanku. Aku ingin melihat senyum yang selalu kau tampilkan setelah kau puas membalas ketidaksenanganku padamu dengan tetes air mata yang mengalir begitu derasnya. Kau, manusia yang paling sial dan paling beruntung di dunia. Sial karena kau dilahirkan menjadi seorang yang grahita. Sial karena kau tak pernah bisa melihat bapak sejak kau lahir. Sial karena kau selalu terselubung caci makiku. Beruntung karena kau dilindungi ibu. Beruntung karena kau masih disayangi ibu. Beruntung karena kau selalu kami rindukan saat kau tak ada.

Aku iri padamu. Aku tak bisa merasakan dipeluk oleh ibu. Ibu selalu membelamu dalam segala hal. Kau dapat merasakan tangan hangat ibu yang memelukmu. Kau dapat mengusap air matamu pada pelukan ibu. Aku? Aku hanya dapat memeluk guling tanpa daya. Aku hanya dapat mengusap air mataku pada dasar kasur. Iri! Ya, aku iri!

Andaikata aku juga seorang keterbelakangan mental, tentunya aku akan mendapatkan hak yang sama denganmu. Kita bisa berbagi air mata dan senyum. Tapi realitanya lain, aku tak sama denganmu. Dunia kita berbeda. Kita tidak akan pernah bisa berbagi air mata dan senyum. Aku tak bisa mengerti apa yang ada dalam benakmu. Apa kau menyesal dilahirkan dalam keadaanmu seperti ini?

Adik? Kau bukan adikku. Kau hanya manusia bernyawa tanpa daya. Kau terpaksa mendengar celoteh kasarku. Telah lebih dari seribu kali kau menerima caci makiku. Aku tak bisa lagi menghitungnya. Kau hanya membalasnya dengan curahan air mata yang kau uraikan. Mungkin tak ada lagi balasan yang menyadarkan kebiadapanku selain itu. Tentu bagaimana aku dapat sadar akan perbuatan yang kulakukan padamu? Mengapa kau tak penjarakan saja jiwaku yang telah berdosa kepadamu?

Apa yang membuatku mencaci maki dirimu? Apa aku iri pada dirimu yang selalu dapat pelukan ibu? Atau aku malu karena ibu menghadirkan kau di tengah – tengah kami? Aku tak mengerti mengapa aku harus berbuat demikian. Apa karena aku melihat kau yang lemah maka aku bisa sewenang – wenangnya memperlakukan apa saja terhadapmu?

Saat temanku ingin datang ke rumah kita (Sesungguhnya selama ini aku merasa bukan saudaramu dan ku anggap kau hanya seorang yang beruntung yang masih boleh satu atap dengan kami. Pertama kalinya aku mengganggap kau menjadi saudaraku.), aku selalu berupaya agar mereka tak datang. Aku malu pada keadaan dirimu. Apalagi jika mereka tahu bahwa kau seorang anak yang dilahirkan dengan keadaan yang tidak normal. Segala usahaku gagal, mereka datang ke rumah kita. Aku terpaksa tidak mengenalkan kau pada mereka. Aku mengurungmu di kamarku. Tapi kau dapat keluar dari saksi bisu kekejamanku itu dan mereka bertanya – tanya tentang dirimu. Apa jawabku? Kau adalah anak tetangga yang dititipkan di sini. Aku tak mau mengakui bila kau saudaraku karena aku tak pernah sudi mengakui dirimu sebagai saudaraku.

Aku menarikmu untuk masuk ke kamar. Pipimu memerah setelah tanganku mendarat dengan kencang di wajahmu. Ku marahi kau. Air mata, itu selalu menjadi balasan dari segala yang telah kuperbuat. Betapa brengseknya diriku. Aku, kakak paling brengsek di dunia. Aku khilaf akan apa yang aku perbuat terhadapmu. Aku tak sepenuhnya sadar akan perbuatanku.

Air mata itu selalu menetes setelah aku merasa bersalah. Penyesalan itu selalu datang setelah aku merasa sendiri. Kepedihan itu selalu hadir setelah aku merasa begitu beartinya kau dalam diriku.

Apa air mata yang kuuraikan dapat menjadi kado penebusan atas semua kesalahanku dan semua sikapku padamu? Mengapa engkau ada, aku hanya menjadikan kau korban kepuasan diriku? Mengapa kau tak ada, aku merindukan dirimu? Bahkan ingin aku dekap dirimu. Apa kau hanya bisa terdiam menangis mengalirkan air matamu melawan kebiadapanku? Adakah jalan lain untuk membalasnya?

Saat jarak kita menjadi sangat jauh, justru aku merindukan kau apa adanya. Mengapa penyesalan selalu datang terlambat dan kesalahan harus terjadi dahulu sebelum penyesalan? Hal ini selalu menyumbat pikiran dan hatiku.

Aku, manusia paling angkuh. Angkuh akan kebodohan. Angkuh akan kebiadapan. Angkuh akan penyesalan. Angkuh akan kesalahan. Dan aku angkuh akan kesombonganku sendiri. Kau, manusia paling sabar. Sabar untuk kudekap. Sabar untuk aku menyayangimu. Sabar untuk aku berhenti memarahimu. Sabar untuk memahamiku. Aku tak pernah menyadari ada luka yang begitu lebarnya merobek hatimu. Tapi kau tak pernah mendendam tentang sikapku yang angkuh padamu. Tapi itu semua hanya suatu kemustahilan jika apa yang kau inginkan itu tercapai. Hanya keajaiban yang dapat mengubahnya. Karena semut tidak akan pernah bisa menjadi gajah. Mustahil! Mungkinkah kau menyadarinya?

Air matamu telah habis untuk membasuh segala keangkuhanku. Keangkuhanku tak layak untuk kau tangisi. Keangkuhanku semakin angkuh jika kau tumpahi dengan ribuan tetes air mata, lambang tak keberdayaanmu. Kau masih ingat apa saja yang kulakukan pada dirimu? Tak mungkin! Terlalu banyak kesalahan yang kulakukan pada dirimu.

Keterbelakanganmu telah menghancurkan dirimu, masa depanmu, cita – citamu, dan harapanmu. Segalanya musnah. Apa kau yang ditunjukNya menjadi pengganti bapak? Aku belum siap untuk menerimamu sebagai pengganti bapak dan adik yang selalu kuminta kepada ibu untuk menjadi temanku.

Aku sadar jika aku melakukanmu demikian di hadapan bapak, pasti aku akan lebih tersiksa darimu. Bapak akan memukuli punggung dan kakiku dengan rotan yang selalu digenggamnya setelah bertugas berhari – hari di laut lepas sampai diapun harus pergi selamanya meninggalkan keluarganya karena perkerjaannya itu.

Maafkan aku! Aku tak pernah mengakuimu menjadi adik dan pengganti bapak. Kala Mas Joko mampir ke rumah, kau selalu saja mengganggu kami. Entah kau menangis atau teriak – teriak sendiri saat ibu tak ada atau kau memukuli Mas Joko. Itu sebagai balas dendammu atau sekedar kau mencari perhatian kepada Mas Joko. Aku begitu geram padamu.

Dan yang harus kau tahu, Mas Joko hanya mengetahui kau adalah anak saudara ibu yang diadopsi oleh ibu karena aku merindukan sesosok adik. Selama lima bulan kami mengikat cinta, aku telah membohongi Mas Joko mengenai segala tentang statusmu di keluarga kami. Sampai saat ini, Mas Joko percaya saja akan apa yang kuucapkan. Tetap saja aku menjawab pertanyaan mengenaimu dengan jawaban itu karena aku takut jika aku jujur, Mas Joko akan marah besar padaku. Atau apa yang paling kutakutkan akan terjadi.

Dan hal inilah yang membuatku semakin membencimu. Saat Mas Joko ingin menciumku untuk pertama kali sepanjang lima bulan kami menjalin cinta. Kau memukul kepala Mas Joko dengan boneka kusammu itu sambil tertawa lepas. Batal semua! Mas Joko tidak jadi menciumku. Mas Joko langsung pamit pulang setelah gagal menciumku. Aku tahu betapa kecewanya Mas Joko.

“Adik manis, ayo masuk kamar!” kataku dengan mirisnya. Aku menggenggam tanganmu dan menarik tubuhmu ke kamar. Ku dorong tubuhmu sampai jatuh ke lantai. Kulayangkan tanganku ke pipimu. Lekaslah pipimu menjadi merah. Sialan! Kata pertama yang kuterbangkan ke hadapanmu. Ku lihat kau menjatuhkan air mata. Semakin deras air mataku, semakin deras kebencianku padamu.

Hari yang kutunggu datang juga. Aku seolah – olah lahir kembali. Padahal setiap tahun aku pasti melewatinya. Kau memberikan sebuah kotak yang tak tahu apa isinya. Ku buka kotak yang merupakan hadiah ulang tahunku darimu. Boneka? Boneka kusammu itu kau berikan untukku? Boneka kesayanganmu kau jadikan kado untukku? Kulempar jauh – jauh boneka itu sampai melewati atas kepalamu.

“Kamu pikir saya ini anak ingusan seperti kamu?” bentakku.

“Aku mau kasih kado untuk kakak yang lagi ulang tahun!” jawabmu dengan suara yang tak jelas. Kulihat kau menahan tangis. Matamu berkaca – kaca. Ah, aku terlalu lelah untuk mencaci makimu.

Seolah – olah aku membangun dinding pemisah untuk memisahkan kita. Kau selalu berupaya menghancurkan dinding itu, dinding yang membuat hati kita menjadi keras. Di mana hanya ada aku dengan duniaku dan kau dengan duniamu. Kita yang tak pernah bisa memahami maksud hati ini.

Diantara kemunafikanku untuk mencintaimu dan kebiadapanku yang membuatku jatuh akan seribu kesalahan yang menyakitkan dirimu menjadi berdarah dingin menghadapiku. Ini adalah segalanya tentang aku dan kau.

Aku kesetanan akan menghina dirimu. Aku tergila untuk menampar pipimu. Aku terjerumus untuk mencubit tubuhmu. Andai engkau tahu, aku sering menangis tanpa suara. Hanya air mata yang membanjiri untuk menyejukkan hati setelah aku puas menindasmu. Karena aku malu terhadap dirimu. Menyesal aku memilikimu. Kecewa karena kau yang harus menemaniku.

Mungkin ini menjadi akhir dari segalanya. Akhir dari segala keangkuhanku. Akhir dari penantian panjangmu. Akhir dari segala kesetananku. Akhir dari segala rasa sayangmu padaku.

Aku mengusirmu dari rumah setelah kau menjatuhkan bingkai foto kenanganku bersama bapak. Aku mendorongmu keluar dari rumah. Ibu lagi tak ada di rumah semakin membuatku merdeka mengusirmu. Dan saat ku mendorong kau keluar dari pagar dan….

Aku terpaku melihat sesuatu berwarna merah keluar dari kepalamu dan mengalir deras. Kau tergeletak di jalan tanpa daya. Motor yang membuatmu seperti ini telah melarikan diri. Orang – orang hanya bisa diam membisu tak berkutik melihatmu tergeletak bermandi darah.

Air mataku jatuh. Aku memelukmu, adik. Adik, inilah pertama kalinya kakakmu ini memanggil dirimu adik. Musnah. Selesai sudah. Darahmu telah mengucur deras sampai menembus masuk ke dalam hatiku. Biadap! Kakakmu ini memang biadap, dik! Aku tak layak menjadi kakak untukmu, adik dengan jiwa yang begitu tegarnya menghadapi kehidupan.

Mengapa rindu itu selalu hadir? Rasa sesal dan benci pada diriku sendiri masih tertanam dalam hati. Kau punya rasa, kau punya hati. Aku punya kemunafikan, aku punya kenistaan. Maaf atas segala kekejaman yang kulakukan padamu. Terima kasih atas tetesan darahmu yang telah mengalir yang akhirnya menyadarkan kekhilafanku. Terima kasih atas air matamu yang membuatku menjadi dingin membeku dan kau adalah seorang malaikat kecil yang begitu malang. Kaulah satu – satunya yang memiliki hati yang sempurna walau fisikmu tak sempurna.

Aku hanya dapat mengatakan maaf dan terima kasih karena aku tak dapat membalas kebaikan dan sayangmu yang selalu kau curahkan kepadaku.

Kau berhasil menghancurkan dinding pemisah di antara kita berdua. Namun kau tak lagi bisa menikmati hasil kerja kerasmu itu. Aku merindukanmu, aku kehilanganmu. Sebelum aku mengakhiri segalanya, setiap detik yang kulalui bersamamu kuucapkan seribu maaf dan sejuta terima kasih.

Ku peluk bonekamu yang telah mengusam. Ah… adikku sayang, adikku malang. Sedang apa kau di dunia sana, dik? Apa kau masih menangis? Jangan menangis lagi, dik! Jangan sampai ada air matamu yang berjatuhan di dunia sana! Pasti kau bahagia dan menikmati dunia barumu di sana karena aku tahu aku tak lagi bersamamu. Tak ada lagi yang membuat hatimu sakit dan jiwamu tersiksa. Malaikat kecil yang malang, hapuslah air mata kepedihanmu, air mata di Surga!

 

25 Mei 2007


=====================================================================
Cerpen lama....